Mohon tunggu...
muhammad fahrizal
muhammad fahrizal Mohon Tunggu... Lainnya - uin maulana malik ibrahim malang

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi Milik Rakyat atau Pejabat?

14 Juni 2023   02:32 Diperbarui: 14 Juni 2023   02:32 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak Indonesia memilih (Kembali) demokrasi sebagai sistem pemerintahan pada tahun 1999, demokrasi yang lumrahnya dikenal sebuah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi ini menjadi populer dalam perbincangan publik. Dalam talkshow di media, diskusi di kelas maupun ramah-tamah keluarga, khususnya di bangku perkuliahan yang terkadang menjadi salah satu topik favorit, kita membicarakan demokrasi sebagai konsep yang kerap diterima begitu saja.

Tapi, sedikit yang berusaha mencerna hakikat dari fungsi dan mekanisme demokrasi, ada pula yang bersikap bodo amat atas sakralitas dari demokrasi bahkan sebaliknya, menjadikannya sebagai alat untuk mencapai keinginan nafsu hewani atau manusiawi yang tidak pernah merasa puas. Aktualisasi demokrasi terkadang hanya sebatas sistem yang setengah terlaksana atau sama sekali di beberapa kondisi tidak mencerminkan dari esensi demokrasi itu sendiri. Sehingga timbul sebuah pertanyaan, ada apa dengan sistem demokrasi kita saat ini dan siapakah yang berhak atas demokrasi.

Pada hakikatnya demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat. Prinsip utama demokrasi adalah partisipasi politik yang luas dari warga negara dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan arah kebijakan negara. 

Menurut founding fathers kemerdekaan Indonesia kita yakni Ir. Soekarno, demokrasi secara praktis adalah suatu pemerintahan rakyat, sedangkan secara kompleks menurut beliau adalah suatu metode dalam mengkonstruksikan pemerintahan yang memberikan hak kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan itu sendiri. Hal ini senada dengan statement yang dipopulerkan oleh Walter Reynolds bahwa suara rakyat adalah suara tuhan dalam membangkitkan pergerakan rakyat untuk menumbangan raja kala itu yang berkuasa dengan sistem otoriter.

Anda juga pasti telah mengetahui bahwa pemerintahan demokratis di Indonesia juga didasarkan pada prinsip bahwa rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sudah di atur dalam konstitusi. Pada UUD 1945 terkandung dalam pasal 27-34, diantaranya meliputi hak dan kewajiban berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan melalui pemilihan umum, kebebasan dalam berpendapat, kebebasan dalam mengekspresikan diri, serta melalui lembaga-lembaga demokratis seperti parlemen. Visi utama demokrasi adalah mewakili kepentingan dan aspirasi rakyat itu sendiri, serta menjaga keseimbangan kekuasaan dan akuntabilitas pemerintah, ini seharusnya bisa terealisasikan secara kolektif meskipun berangsur-angsur.

Namun, dalam prakteknya tak jarang di situasi tertentu yang mana para pejabat atau elit politik dapat memanipulasi atau menyalahgunakan sistem demokrasi untuk kepentingan pribadi, family atau fraksi mereka. Ini dapat terjadi melalui penyalahgunaan relasi kuasa, praktik korupsi, penggunaan kekuasaan yang otoriter, atau manipulasi pemilihan. Tindakan semacam ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi yang menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. 

Penyimpangan-penyimpangan ini menyebabkan terjadinya problematika dari demokrasi Indonesia yang terlihat krusial, diantaranya absennya masyarakat sipil yang kritis kepada kekuasaan, buruknya kaderisasi partai politik, hilangnya oposisi, pemilu biaya tinggi karena masifnya politik uang dalam pemilu, kabar bohong dan berita palsu, rendahnya keadaban politik warga, masalah pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum tuntas hingga kini, kebebasan media dan kebebasan berkumpul, dan berserikat, serta masalah masalah intoleransi terhadap kelompok minoritas.

Fakta lapangan telah mencatat beberapa kasus di media sosial atau surat kabar atau jaringan televisi, diantara kasusnya adalah tindakan represi aparat kepolisian, yang mana staf riset dan dokumentasi kontras mencatat bahwa ada 4.555 orang di tangkap secara semena-mena dan 232 orang mengalami luka-luka dalam 87 aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja di berbagai daerah pada tahun 2020 silam. 

Yang patut sangat disayangkan dan menjadi sorotan, pihak polri tidak pernah menindak lanjuti anggotanya yang telah terbukti melakukan kekerasan dari kasus tersebut. Selanjutnya, kasus Bima yang viral beberapa bulan silam dalam mengkritik kinerja pemerintah Lampung yang ia rasa kurang etos dalam menjalankan tanggung jawab dan kewajibannya sehingga Lampung tidak mengalami kemajuan dan ia merasa kecewa. Tak disangka akibatnya, keluarga bima terintimidasi oleh aparat penegak hukum dan bima sendiri mendapati tuduhan ujaran kebencian.

Segelintir kasus yang saya wejangkan di tulisan ini, meskipun masih banyak lagi berita-berita yang menyinggung terkait dekadensi demokrasi di Indonesia tanpa maksud menyinggung pihak manapun. Kasus di atas mengindikasi bahwa adanya penyelewengan relasi kuasa dalam mengendalikan alur demokrasi yang seolah-olah demokratis untuk mempertahankan elektabilitas atau memperlihatkan etos yang berkualitas. 

Harapan saya dari tulisan ini bisa membuka dan memberikan kesadaran atas eksistensi kita sebagai rakyat dan esensi dari demokrasi untuk berkolaborasi dalam mewujudkan demokrasi Pancasila yang sesungguhnya. Sehingga tidak ada yang namanya ketimpangan dan penyalahgunaan relasi kuasa lagi secara sewenang-wenang baik itu ego-sentralistik atau sistem otoriter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun