Belakangan ini, publik dikejutkan oleh kasus tragis yang menimpa Nia Kurnia Sari (18), seorang penjual gorengan dari Padang Pariaman. Gadis muda ini menjadi korban kebiadaban Indra Septiawan, yang merudapaksa dan kemudian membunuhnya demi menutupi perbuatannya (6/11/2024). Peristiwa ini tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, tetapi juga mengundang perhatian luas dari masyarakat, terutama karena Nia dikenal sebagai sosok yang tangguh dan inspiratif.
Nia merupakan salah satu siswi Institut Nasional Safi'i (INS) Kayu Tanam, sebuah institusi pendidikan setingkat SMA. Ia dikenal sebagai gadis periang, mudah bergaul, dan penuh semangat. Kehidupan yang keras tanpa kehadiran ayah membuatnya mandiri sejak dini. Bahkan, sejak SMP, ia telah membantu perekonomian keluarganya dengan menjajakan gorengan dari kampung ke kampung demi membiayai pendidikannya. Semangatnya untuk belajar dan bekerja menjadikan Nia teladan bagi banyak orang.
Namun, kisah hidup Nia yang inspiratif kini berubah menjadi tragedi memilukan. Setelah kepergiannya, perhatian publik terhadap kasus ini meningkat pesat, terutama di media sosial. Banyak orang yang mengunjungi kuburannya, bahkan muncul kabar bahwa kuburannya mengeluarkan aroma wangi. Di sisi lain, rumahnya menjadi tempat "napak tilas," dengan banyak warga yang berdatangan untuk mengenang sosok Nia. Fenomena ini bahkan memunculkan ide untuk mengangkat kisah Nia menjadi sebuah film.
Di sisi lain, fenomena ini juga menimbulkan persoalan sosial. Dalam wawancara dengan Detik, Munir Usman, seorang sosiolog, mengungkapkan bahwa empati masyarakat terhadap Nia adalah hal yang positif. Namun, ia menyayangkan ketika tragedi ini dimaknai secara berlebihan, seperti menjadikan lokasi kejadian sebagai "tempat wisata" atau sekadar konten hiburan. Fenomena ini menunjukkan bagaimana empati dapat tergelincir menjadi eksploitasi, mengaburkan batas antara penghormatan dan eksploitasi tragedi.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana empati dapat tergelincir menjadi eksploitasi, mengaburkan batas antara penghormatan dan komodifikasi tragedi. Kisah Nia Kurnia Sari mengingatkan kita akan perlunya refleksi terhadap nilai-nilai kemanusiaan di tengah tragedi. Perjuangannya seharusnya menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terus berusaha meski dalam keterbatasan. Namun, kita juga harus bijak dalam merespons peristiwa seperti ini, menjunjung tinggi rasa hormat tanpa menjadikan tragedi sebagai komoditas.
Penulis : Muhammad Fahmi Abdulhafizh
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI