Kali ini saya berangkat dari fenomena viral akhir-akhir ini. bukan, tentang KPK yang "dibunuh" secara paksa oleh mafia ataupun pembajakan buku yang kembali merajalalela. Tapi, tentang "salam jari tengah" dari pengendara sepeda motor kepada segenap peserta road bike. fenomena "salam jari tengah" itu pun menjadi viral di tengah masifnya distribusi informasi di berbagai platform media sosial.
Hanya saja, fenomena tersebut menguap pertama kali melalui postingan dari salah satu peserta road bike tersebut, sebut saja Bunga dan sang pengendara motor sebagai AA, karena memang plat nomornya berinisial AA.Â
Bunga menceritakan kronologi secara dengan sedemikian rincinya, yang tentu bisa kalian telusuri di sini , ya, itupun bila memang belum di-take down. Sekilas, Bunga menceritakan alur peritsiwa tersebut demikian:
ada pengendara motor, yakni AA, di belakang yang terus menggerung-gerungkan mesin motor di belakang. selain gerungan mesin, AA pun turut memencet klakson dengan panjang tanpa henti disertai kecepatan yang kian meninggi. Untuk itulah, Bunga memberi isyarat agar AA bisa melewati rombongan road bike. setelah AA berhasil melewati barikade rombongan, AA pun menghadiahi rombongan dengan "salam jari tengah" yang, tentu, membuat Bunga dan rombongan tertegun kaget.
Fenomena tersebut membelah netizen Indonesia, dari kubu pro-Bunga dan kubu pro-AA, termasuk saya, hihi. Argumen masing-masing kubu mudah ditelusuri dan dicermati. semisal, bagi kubu pro-Bunga, perbuatan AA tidak patut dilakukan. Karena, tentu, membahayakan rombongan road bike. Selain itu, tentu, perbuatan AA tidak menghormati pengguna jalan yang lain saat itu, yakni rombongan Bunga.Â
Kalau argumen kubu pro-AA, begini: "perbuatan AA itu telah mewakili perasaan warga pengguna jalan lain di luar konteks peristiwa yang merasa terganggu dengan rombongan pesepeda yang justru tidak menghormati pengguna jalan yang lain dengan menguasai sepenuh badan jalan. Dan tidak menaati peraturan yang berlaku mengenai jalan khusus pesepeda yang telah disediakan di sisi kiri badan jalan."
akhirnya, peristiwa pun memicu beragam tanggapan di warga dunia maya Indonesia. sebagian ada yang mengkritisi tanpa nurani, baik kalangan kubu pro-Bunga atau pro-AA. sebagian yang lain mengkritisi dalam bentuk komedi yang ending-nya hanya menjadi bumbu kehidupan saja. Tapi, ada opini yang saya setujui yang datang dari Mbak Okky. Katanya:
Merasa jago, merasa berani, merasa istimewa, merasa berhak melanggar aturan hanya karena sedang bersama gerombolannya.
--- Okky Madasari (@okkymadasari)Â May 30, 2021 ">Â
Menarik untuk dicermati cuitan Mbak Okky, ia lebih menitikberatkan persoalan pada inti. Baginya permasalahan dari fenomena tersebut ada pada jiwa mass-man atau "mentalitas bergerombol". Lebih lanjut, baginya selama sekelompok manusia bersepakat untuk bergerombol dan melakukan sebuah kegiatan bersama, lalu ketika melakukan sebuah pelanggaran akan merasa aman karena kebergantungannya pada kelompoknya.
Saya jadi ingat obrolan dengan salah satu rekan di Bandung, namanya Bang Panji. Dia pernah bilang begini:Â
Satu orang itu penakut, dua orang itu setengah berani dan kalau tiga atau lebih baru berani.