Mohon tunggu...
Muhammad Erza Farandi
Muhammad Erza Farandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - FDIKOM - Pengembangan masyarakat Islam

Hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Akhlak Sosial dengan Pendekatan Tasawuf

4 Januari 2025   13:26 Diperbarui: 4 Januari 2025   13:26 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di sebuah desa yang damai dan terpencil, hiduplah seorang lelaki tua bernama Pak Hasan. Pak Hasan dikenal oleh seluruh warga sebagai sosok yang luar biasa bijak dan rendah hati. Ia selalu hadir di tengah masyarakat untuk membantu siapa saja yang membutuhkan, baik dengan tenaga, nasihat, maupun sekadar menjadi pendengar yang baik. Suatu hari, seorang pemuda bernama Arif yang baru saja pindah ke desa itu merasa penasaran dengan reputasi Pak Hasan. Ia sering mendengar warga memuji kebaikan dan kebijaksanaan lelaki tua itu.

Arif kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu tetangga, seorang ibu yang sedang mengangkat ember penuh air di dekat sumur desa. "Bu, mengapa Pak Hasan begitu dihormati di sini?" tanyanya. Sang ibu tersenyum hangat dan menjawab, "Pak Hasan adalah orang yang selalu mengamalkan ajaran tasawuf dalam hidupnya. Baginya, membantu orang lain adalah wujud ibadah kepada Tuhan. Ia selalu berkata bahwa melayani sesama adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah." Jawaban itu membuat Arif tergerak untuk mengenal lebih jauh tentang ajaran tasawuf dan bagaimana ajaran itu dapat membentuk akhlak sosial yang luhur.

Menurut buku Kuliah Akhlak Tasawuf karya Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail (2023), tasawuf tidak hanya membahas dimensi spiritual individu, tetapi juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan sosial. Akhlak sosial, yang meliputi perilaku baik kepada sesama manusia, dianggap sebagai refleksi dari penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs). Penyucian ini merupakan inti ajaran tasawuf yang menekankan pentingnya pengendalian ego dan penanaman nilai-nilai seperti kasih sayang, keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab.

Dalam buku tersebut, Prof. Asep menjelaskan bahwa trilogi iman, Islam, dan ihsan menjadi fondasi utama dalam membangun hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Ihsan, yang berarti berbuat baik dengan kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi, mendorong seseorang untuk berperilaku luhur dalam setiap interaksi sosial. Tasawuf mengajarkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan terhadap sesama harus dilandasi niat yang tulus dan keikhlasan.

Sebagai contoh, perilaku seperti membantu tetangga yang sedang kesulitan, menyapa dengan senyum hangat, atau menyumbangkan sebagian rezeki kepada yang membutuhkan, adalah wujud nyata dari ihsan. Dalam konteks tasawuf, perbuatan ini tidak hanya memberikan manfaat kepada orang lain, tetapi juga mendekatkan pelakunya kepada Allah. Salat, yang merupakan ibadah ritual utama dalam Islam, juga dijelaskan dalam buku ini sebagai sarana untuk membentuk akhlak mulia. Ketika salat dilakukan dengan khusyuk, individu akan lebih mampu menginternalisasi nilai-nilai kejujuran, kesabaran, dan empati, yang kemudian tercermin dalam hubungan sosialnya.

Dalam konteks masyarakat modern, tantangan akhlak sosial semakin kompleks. Kehidupan yang serba cepat dan individualistis sering kali membuat orang melupakan pentingnya empati dan kerja sama. Berdasarkan penelitian yang dikutip dalam buku Kuliah Akhlak Tasawuf, banyak konflik sosial yang terjadi karena lemahnya kontrol diri dan kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai akhlak. Prof. Asep menyoroti bahwa pendidikan akhlak berbasis tasawuf dapat menjadi solusi yang relevan untuk mengatasi tantangan ini.

Pendidikan tasawuf, sebagaimana dijelaskan dalam buku tersebut, tidak hanya berfokus pada pembelajaran teoritis. Lebih dari itu, tasawuf mendorong praktik nyata melalui pembiasaan perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, melalui program-program pendidikan yang melibatkan kegiatan sosial, seperti gotong royong atau pemberian bantuan kepada masyarakat kurang mampu, individu dapat mengasah kepekaan sosial mereka. Prof. Asep juga menekankan pentingnya lingkungan yang mendukung, baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat, untuk membangun karakter individu yang berakhlak mulia.

Dalam pandangan saya, pendekatan tasawuf untuk membangun akhlak sosial adalah solusi yang sangat relevan di tengah krisis moral yang melanda masyarakat modern. Ketika individu mampu menyucikan jiwa dan mengendalikan ego, mereka lebih cenderung berperilaku altruistis dan peduli terhadap sesama. Tasawuf mengajarkan bahwa hubungan dengan Allah (hablum minallah) tidak dapat dipisahkan dari hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas). Akhlak sosial yang kuat akan menciptakan komunitas yang harmonis, di mana setiap orang saling mendukung dan menghormati.

Buku Kuliah Akhlak Tasawuf karya Prof. Asep memberikan landasan yang kokoh untuk memahami bahwa tasawuf bukan hanya tentang hubungan individu dengan Tuhan, tetapi juga bagaimana hubungan tersebut memengaruhi interaksi sosial. Sebagaimana Pak Hasan dalam cerita di awal, setiap individu dapat menjadi agen perubahan yang membawa kebaikan di tengah masyarakat melalui pengamalan nilai-nilai tasawuf.

Akhirnya, mari kita renungkan dan praktikkan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menyucikan hati dan memperbaiki akhlak, kita dapat membangun masyarakat yang lebih damai, penuh kasih sayang, dan bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun