Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Faiz. Ia dikenal sebagai anak yang rajin dan sopan. Sejak kecil, Faiz diajarkan tentang nilai-nilai agama oleh orang tuanya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai merasakan keraguan yang tak terduga tentang imannya.
Satu malam, saat bulan purnama bersinar cerah, Faiz duduk di pinggir sungai. Suara gemericik air menemaninya merenung. Dalam pikirannya, berputar berbagai pertanyaan. "Apakah Tuhan benar-benar ada? Kenapa ada penderitaan di dunia ini? Mengapa aku harus percaya pada sesuatu yang tidak bisa kulihat?"
Keraguan ini semakin mengganggu saat ia mendengar teman-temannya berbicara tentang dunia yang lebih luas. Mereka bercerita tentang sains, filosofi, dan ide-ide yang menantang keyakinan yang selama ini dipegangnya. Faiz merasa terasing, seperti terjebak di antara dua dunia---keyakinan yang diajarkan keluarganya dan realitas yang ia lihat di sekelilingnya.
Suatu sore, Faiz mengunjungi neneknya, seorang wanita bijak yang selalu memiliki cara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit. Ia memberanikan diri untuk bertanya, "Nek, bagaimana cara kita tahu jika iman itu benar?"
Neneknya tersenyum lembut, matanya berbinar. "Iman bukan hanya tentang jawaban yang pasti, Nak. Kadang, iman itu adalah perjalanan. Dalam perjalanan itu, kita akan menemukan pertanyaan yang lebih dalam dan belajar untuk menerima ketidakpastian."
Mendengar kata-kata neneknya, Faiz mulai merenungkan kembali pandangannya. Ia teringat saat ibunya membawanya ke panti asuhan untuk berbagi kebahagiaan dengan anak-anak yang kurang beruntung. Di sana, ia melihat senyum tulus di wajah mereka meski mereka hidup dalam keterbatasan. Itu membuatnya berpikir, mungkin ada kekuatan dalam iman yang tidak selalu terlihat.
Sejak saat itu, Faiz mulai menjelajahi imannya dengan cara yang baru. Ia membaca buku-buku, mengikuti diskusi di komunitas, dan bahkan mencatat pertanyaan-pertanyaan yang masih mengganjal di benaknya. Dia menyadari bahwa keraguan tidak selalu berarti kehilangan iman. Sebaliknya, itu bisa menjadi pintu untuk memperdalam pemahaman dan pengalaman spiritual.
Suatu malam, Faiz kembali duduk di pinggir sungai. Ia memandang bintang-bintang yang bersinar di langit. Dalam ketenangan malam itu, ia merasakan kedamaian yang sebelumnya hilang. Faiz menutup matanya, berdoa dengan tulus, "Ya Tuhan, aku tidak memiliki semua jawaban, tetapi aku ingin mencari-Mu dengan hati yang terbuka."
Dengan demikian, keraguan yang pernah mengganggu Faiz kini menjadi bagian dari perjalanan imannya. Ia belajar bahwa iman bukanlah tentang memiliki semua jawaban, tetapi tentang keberanian untuk terus mencari dan mempercayai meskipun ada ketidakpastian. Dalam perjalanan ini, Faiz menemukan kekuatan baru dalam dirinya, dan itu memberinya kedamaian yang selama ini ia cari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H