Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia, tetapi hukum. Dalam tataran praksis pancasila, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundangundangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Sedangkan dalam negara yang berdasarkan atas hukum, dalam hal ini hukum harus dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti suatu negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi.
Seperti pada draf Aliansi BEM se Jember "Setelah masa Pemilu Orde Lama, Pemilu selanjutnya diadakan pada tahun 1971 ketika Orde Baru dengan keiskusertaan sepuluh partai. Setelah serangkain pemilu yang ‘dikuasai’ oleh Orde Baru dengan hanya mengizinkan tiga partai yakni PPP, PDI dan Golkar. Fase reformasi membawa Indonesia pada Pemilu 1999, dimana partai dikembalikan pada fungsi awalnya. Kemudian diadakan kembali pada 2004 dengan perkembangan pada pola pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung. Setelah pelaksanaan pemilu dengan sistem pemilihan presiden langsung, maka pada tahun 2009, diadakan kembali sistem pemilu yang sama dengan perbaikan pada beberapa kekurangan pada pemilu sebelumnya". Jika propaganda 3 periode tersebut terus dilanjutkan maka akan berbahaya untuk ekonomi, sosial, politik Indonesia. Indonesia akan memasuki krisis baru yaitu krisis politik dan kepemimpinan.
Pertama yaitu dampak hilangnya fokus pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19, kata dia, terbukti telah menyebabkan naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok, BBM yang langka dan naik, minyak goreng mahal, harga daging, hingga gula pasir juga naik. Semua itu merupakan tugas pokok pemerintahan yang kini dilalaikan oleh pemerintah. Kenaikan harga disikapi dengan tidak kompeten, pemerintah pun belum serius menciptakan pekerjaan kepada rakyatnya.
Kedua Pemerintah hanya akan mengundang kontroversi politik di kalangan pimpinan partai politik koalisinya dan para menteri dari kalangan profesional dengan propaganda isu Jokowi 3 Periode. Ini dinilainya akan membuat pemerintahan koalisi tidak solid dan rawan pecah kongsi.
semangat perubahan untuk membatasi kekuasaan yang dulunya presiden bisa dipilih berkali-kali sudah dibatasi oleh pasal 7 yang baru. Sebelumnya, dalam UUD lama disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih. Hal itu dapat dimaknai jika telah terpilih bisa dipilih kembali hingga berkali-kali karena tidak adanya pembatasan berapa kali periode diperbolehkan menjabat. Namun, setelah melalui amandemen Pasal 7 tahun 1999 disebutkan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya satu kali masa jabatan.
bukannya tidak mungkin untuk melakukan perubahan UUD, tetapi tidak mudah dengan peta politik saat ini,
Hukum adalah hukum dan tidak ada orang yang berada di atas hukum, sekali pun seorang presiden
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H