Mohon tunggu...
MUHAMMAD DWI RAMDHAN
MUHAMMAD DWI RAMDHAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bismillah

Seorang Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan di Era Covid-19

30 Juni 2021   13:53 Diperbarui: 30 Juni 2021   14:03 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di awal tahun 2020, Indonesia dihebohkan dengan munculnya suatu virus yang sangat mematikan yaitu virus corona. Virus tersebut menimbulkan penyakit yang disebut Covid-19. Virus corona, pertama kali ditemukan di Wuhan, Proivinsi Hubei, China. Virus corona ini sangat cepat bermutasi, sehingga penyebarannya juga sangat cepat. Virus corona bisa ditularkan melalui cairan tubuh, seperti ludah dan darah, serta melalui perantara benda yang ada di sekitar kita, atau melalui udara. Selain itu, penderita Covid-19 sangat sulit untuk dideteksi secara kasat mata, karena gejala yang muncul hampir sama dengan gejala demam pada umumnya.

Sejak adanya virus corona ini telah banyak korban jiwa. Akibatnya, beberapa negara di dunia menerapkan sistem lockdown. Begitu pula dengan Indonesia. Selama masa pandemi, pemerintah telah menerapkan kebijakan lockdown di beberapa daerah atau provinsi. Pandemi Covid-19 ini berdampak signifikan terhadap perekonomian negara dan sektor lainnya. Salah satunya adalah sektor pendidikan.

Selama masa pandemi, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mengatur sistem pendidikan secara lebih lanjut. Kebijakan tersbut adalah, mewajibkan peserta didik untuk melakukan proses pembelajaran secara daring. Selain itu, adanya perombakan/ proses dalam dunia pendidikan ini, mengakibatkan para peserta didik, pendidik, serta tenaga kependidikan harus melewati masa transisi, dari proses pembelajaran tatap muka ke pembelajaran virtual atau daring.

Peroses pembelajaran secara daring ini banyak  menuai polemik di berbagai kalangan. Terutama di kalangan orang tua wali. Mereka yang setuju akan kebijakan tersebut, serta memiliki fasilitas yang sudah lengkap, beranggapan bahwa proses pembelajaran daring ini dapat menghemat biaya hidup mereka. Misalnya seperti biaya transportasi dan konsumsi yang berkurang, serta pengumpulan tugas yang bisa dilakukan melalui aplikasi pada perangkat seluler. Sehingga, tidak perlu mengumpulkan tugas  secara langsung seperti pada waktu pembelajaran tatap muka.

Sedangkan, ada juga orang tua wali yang merasa keberatan, beranggapan bahwa proses pembelajaran secara daring ini, kurang efektif untuk diberlakukan. Alasannya, karena tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam menangkap informasi atau menerima materi pembelajaran. Akibatnya adalah, pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan selama pembelajaran daring, menjadi tidak maksimal. Selain itu, para pendidik juga mengalami kesulitan dalam memberikan pemahaman kepada siswa/mahasiswanya, yang seharusnya dilakukan secara ofline, atau melalui pengamatan langsung. Bahkan tidak hanya itu, keterbatasan perangkat dan kendala sinyal, menjadi permasalahan utama yang menghambat proses pembelajaran daring ini. Terutama bagi mereka yang tinggal di pelosok atau daerah terpencil.

Dari adanya berbagai polemik yang terjadi, akhirnya pemerintah memberikan solusinya. Sejak saat itu pemerintah memberikan bantuan alat belajar berupa smartphone atau laptop, kepada peserta didik yang membutuhkan, untuk menunjang proses belajar daring. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan kuota internet gratis bagi seluruh peserta didik di Indonesia.

Namun, tunjangan berupa kuota gratis tersebut, belum menjamin proses pembelajaran online. Karena, besar kemungkinan peserta didik, menggunakan bantuan kuota internet tersebut untuk kepentingan lain, di luar keperluan belajar. Akibatnya, proses pembelajaran daring tidak berjalan secara maksimal.

Setelah hampir setahun dilaksanakannya proses pembelajaran daring, kini masuk ke tahun ajaran 2020-2021. Pemerintah mulai memperbolehkan pembelajaran tatap muka, namun dengan syarat khusus.

Syarat tersebut adalah, instansi pendidikan yang akan menyelenggarakan sistem tatap muka, harus berada pada zona hijau. Syarat selanjutnya adalah, instansi pendidikan tersebut memiliki ijin dari pemerintah daerah, dan harus memenuhi semua daftar periksa, serta siap melakukan pembelajaran tatap muka. Dan syarat yang terakhir adalah orang tua siswa/mahasiswa menyetujui kebijakan pembelajaran tatap muka tersebut. Sedangkan, untuk instansi pendidikan yang masih berada pada zona kuning, oranye, dan merah, harus tetap belajar secara daring.

Dan rencana kebijakan baru tersebut, menuai polemik kembali. Hal ini karena, sebelumnya angka kasus Covid-19 sudah sempat menurun. Namun, bertepatan dengan dirancangnya kebijakan tersebut, angka kasus Covid-19 kembali meningkat.

Oleh karena itu, sangat penting adanya kesadaran dari dalam diri kita sendiri untuk memaksimalkan potensi diri untuk lebih fokus dalam belajar di masa pandemi. Selain itu, peran orang tua juga sangat penting dalam mendampingi, mengawasi, dan membimbing anak-anak mereka. Pada intinya, kasus Covid-19 ini haruslah menjadi pembelajaran untuk kita semua, agar membiasakan diri dengan pola hidup bersih, disiplin, dan teratur, sehingga tercapai kehidupan yang normal kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun