Syuhudan hadlariyan, peran ekonomi, peran kesejahteraan, peran kesehatan, peran sosial, peran kemasyarakatan. Sudah berperan? Muslimat sudah berperan kesehatan? Koperasi-koperasi? Bisnis perdagangan?
Yang belum satu, dengarkan, dengarkan, syuhudan siyasiyan, peran politik. Maka tahun 2019 harus menang. Supaya NU berperan syuhudan siyasiyan, syuhudan siyasiyan, Alhamdulillah paham.
Terutama ibu-ibu, terutama. Di dalam Al-Qur'an, tidak ada surat yang istimewa, kecuali yang hebat surat An-Nisa, surat perempuan. Tidak ada surat Ar-Rijal, laki-laki nggak ada. Pokoknya laki-laki kalah pokoknya.
Yang syahid pertama demi agama Islam, demi mempertahankan iman, perempuan, namanya Sumayyah, yang dibunuh oleh Abu Jahal. Setelah itu baru suaminya, Yasir. Ammar, anaknya, pura-pura murtad, tapi kemudian lapor kepada Rasulullah 'tadi saya pura-pura murtad'. Tidak apa-apa. Ayat Al-Qur'an turun, illa man ukriha wa qalbu mutmainnun bil iman, kalau kepaksa, pura-pura ikut kafir, dalam hati iman, enggak apa-apa. Ini dipakai qiyas oleh para kiai yang tanda tangan Golkar tahun 1971. Golkar dulu, bukan Golkar sekarang. Kepaksa takut nggak apa-apa. Illa man ukriha wa qalbu mutmainnun bil iman.
Malah suatu ketika, ini suatu ketika, ada sahabat mau sowan datang ke khalifah Amirul Mukminin Umar Ibnul Khatab, khalifah yang adil, tegas, tanpa kompromi. Datang ke pintu, nyampe ke pintu mendengar istrinya sedang ngomel sama Khalifah Umar, suaminya. Segera orang itu balik lagi. Sayidina umar tahu 'Eh, eh, ada apa, ada apa, kamu orang bertamu enggak jadi?' Jawabnya 'Pak Khalifah yang terhormat, saya ke sini mau mengadu istri saya galak, tapi tadi ketika saya nyampe pintu saya dengar istri panjenengan juga lebih galak dan Sayidina Umar kalah, diem aja'.
Apa jawab Sayidina Umar? Ada hadits Rasulullah yang mengatakan ushikum bitaqwallah, ittaqullahaa fin nisa, fainnahuna awanun fi aydikum akhadtumuhunna bi amanatillah istakhrajtum furujahunna bikalimatillah. Ada hadits yang menegaskan, kata Rasulullah 'saya pesan, saya wasiatkan, saya pesan, jagalah, hormatillah sayangilah istri-istrimu'. Wah luar biasa ini, enggak ada hadits sayangilah suamimu, ngga ada itu. Iri juga suami ini. Khairukum khairukum linisaikum wa ana khairikum linisaikum, sebaik-baik suami adalah suami yang sayang istri. Saya, kata rasulullah, 'saya suami yang paling baik dengan istri'.
Oleh karena itu, saya sendiri contohnya, ini mohon maaf, kalau dari luar, di luar, saya profesor, doktor, kiai haji, ketua umum, orang cium tangan semua. Masuk ke rumah, istri marah-marah, ambrol semua profesor doktor, rontok semua profesor doktor, betul. Mudah-mudahan bapak presiden tidak, mudah-mudahan, ketoke (kelihatannya) enggak, beda-beda dikitlah.
Oleh karena itu ibu-ibu, ini bercanda, ibu-ibu pesan dua saja. Satu, tadi udah disinggung mbak Yenny dan disinggung oleh bu Khofifah, tawasuth dan tasamuh, moderat. Sikap kita harus moderat, tidak boleh ekstrem, tidak boleh radikal, apalagi terorisme. Jaga anak-anak, mantu, cucu, jangan sampai, terprovokasi dengan atas nama agama kemudian bertindak radikal ekstrem, apalagi sampai menjadi teroris. Jaga anak cucu ya bu ya? Tapi menjaga tawasuth, harus cerdas, harus berpendidikan. Orang tawasuth mesti orang cerdas. Orang tidak tawasuth, tidak cerdas. Gitu aja gampang.
Yang kedua, tasamuh, toleran. Jaga anak cucu ibu agar menjadi orang yang toleran menghormati kebhinekaan, menghargai perbedaan, menghargai agama lain, suku lain, kelompok lain, gitu bu, ya. Anak cucu itu harus diarahkan. Kita sering melihat bapak ibunya orang NU, anaknya tidak kenal NU. Banyak itu, ada. Mudah-mudahan yang ada di sini semua, anak cucunya tawasuth tasamuh, Nahdliyin semua, Insya Allah nanti akan khusnul khatimah.
Menjadi santrinya Mbah Hasyim Asy'ari, masuk sorga bersama beliau.
KH Hasyim Asy'ari itu seperti masinis. Bawa kereta api yang di gerbong depan, yang bagus, para ulama, para habaib, para kiai. Kita-kita ini di gerbong belakang dengan beras, bawang, ayam, tapi kebawa, kebawa Kiai Hasyim Asy'ari, mau tidak?