22 Desember 2018, bencana belum bosan mengunjungi negeri ini. Hari itu Banten dan Lampung dihampiri tsunami, setelah sebelumnya tsunami menyambangi Lombok dan Sulawesi. Lagi-lagi duka harus dirasai sebagian warga Indonesia dan sebagiannya lagi merasa waswas, takut bencana datang mengetuk pintu rumah mereka.
Malam itu setelah tsunami membuat porak poranda daerah di sekitar Selat Sunda, informasi tentangnya menyebar dengan cepat melalui pesan singkat. Video terkait keadaan terkini merambat dari satu orang ke orang lainnya. Rasa peduli mulai mengetuk pintu hati, sebagian orang mulai tergerak melakukan aksi. Salah satunya gerakan yang dilakukan oleh para santri alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam.
Sehari setelahnya, segelintir santri mulai melakukan inisiasi. Berbagai persiapan mulai dilakukan. Sehingga pada tanggal 25 Desember 2018 aksi nyata mulai digulirkan dan para santri mulai bergerilya. Posko didirikan, berlokasi di Kota Serang. Informasi disebar ke berbagai penjuru negeri. Tagar DariSantriUntukNegeri digaungkan. Kenalan, rekan, kerabat, dan sanak saudara dihubungi agar turut ambil bagian.
Perlahan tapi pasti, bantuan dalam bentuk uang maupun barang mulai terkumpul. Sebagian besar berasal dari santri-santri Pon-Pes Daar el-Qolam, namun tak sedikit pula bantuan yang berasal dari pihak-pihak lain.
Tanggal 28 Desember 2018, sesuai rencana yang telah ditentukan sebelumnya, pengumpulan donasi dihentikan. Setelah tiga hari sejak informasi penggalangan bantuan disebarkan, bantuan yang terkumpul dalam bentuk uang berjumlah Rp. 15.905.000,-. Selain itu, banyak bantuan dalam bentuk makanan maupun pakaian.
Sabtu 29 Desember 2018, berbagai barang sumbangan mulai dikemas dan uang donasi dibelanjakan berbagai hal yang dibutuhkan korban bencana. Kemudian para relawan bersama warga, pihak kepolisian, dan pejabat setempat bekerjasama menyalurkan bantuan ke tiga lokasi, yaitu Desa Cigondrong, Desa Tunggal Jaya, dan Desa Sumur.
Satu persatu lokasi telah dikunjungi. Seluruh bantuan telah habis disalurkan. Para santri kembali ke huniannya masing-masing. Kembali berjuang melewati kerasnya kehidupan, namun selalu siap memberikan bantuan kapanpun dibutuhkan.
Refleksi
Aksi yang telah dilakukan para santri ini memang terlihat sederhana, apalagi jika dibandingkan lembaga-lembaga bantuan bencana yang sering muncul di televisi. Jumlah bantuan yang diterima keduanya tentu saja jauh berbeda. Tetapi apa yang telah dilakukan para santri ini sungguh tak ternilai harganya. Waktu dan tenaga yang telah dikorbankan tak akan tergantikan oleh nominal uang, dan mereka melakukannya benar-benar tanpa bayaran sepeserpun.
Tak terbayangkan jika aksi-aksi seperti ini menjadi pemantik semangat bagi masyarakat di seluruh negeri untuk melakukan aksi serupa. Maka akan terlihat pemandangan yang sungguh menggembirakan, sebuah rasa manis di antara rasa pahit cobaan yang datang secara bergantian.