Berawal dari rindu yang bergentayangan
Merasuk kalbu hingga lupa diri
Hanya hilang akal bukanlah tuannya
Melainkan ia diperintah hati yg tengah tertetekan dibuat zaman.
Aku kehilangan vibrasimu
Aku kehilangan sapihanmu
Aku kehilangan romansa futuristikmu
Dan hilang semua inginku ..
Aku datang sebagai dracula
Pulang hanya darah
Aku datang sebagai panglima
Pulang hanya pisau
Aku datang sebagai Barseso
Pulang hanya nama
Aku datang sebagai aku
Pulang hanya serpihan debu..
Tanpamu aku hanyalah cangkir teh tua
Yang tak bertuan dan tak bertumpu..
Tanpamu aku hanyalah cangkir teh tua
Yang berkarat dan yang penuh cacat..
Dan Tanpamu Ayah,, aku hanyalah cangkir teh tua
Yang tak berpelangi dan sepi menanti mati..
Tuhan jagalah Ayah dinirwana.. Amin.
Puisi ini kudedikasikan penuh untuk Almarhum Ayah yang telah berpulang tepat 20 Tahun lalu.
Kehilangan Ayah diusia sangat tidak wajar yaitu 2 tahun membuat penulis kehilangan sosok Pembimbing atau Teladan sebagai Pria Sejati.
Tetapi sejatinya penulis selalu bersyukur karena dilahirkan, dirawat dan dibesarkan oleh sosok ibu yang sangat luar biasa tiada duanya yang mampu membuat penulis keluar dari sangkar kesedihan yang berkepanjangan karena kehilangan sosok ayah.
Terimakasih Ibuku Hj. Elvi Diana ❤❤
Love you more.. Love you Forever.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H