Mohon tunggu...
Muhammad Day
Muhammad Day Mohon Tunggu... -

Menyukai Bidang Sosial, Politik dan Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Money

Menuju Tidak Diperlukannya Operasi Pasar Beras

27 Februari 2015   21:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:24 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

M

inggu terakhir bersamaan terjadinya kisruh beras yang ditandai dengan harga beras yang tidak wajar dan keberadaannya yang jauh dari normal, muncul berbagai sinyalemen untuk saling mempersalahkan.Pedagang beras meradang di jadikan kambing hitam, sebaliknya pemerintah melalui Bulog dituding tidak becus mengontrol perberasan nasional.Untuk meredam gejolak, seperti sebelum-sebelumnya Pemerintah melalui Perum Bulog melakukan operasi pasar diberbagai daerah. Penanganan yang terlambat !

Dalam banyak hal, Pemerintah (dan juga kita) sering gagap untuk melakukan upaya yang bersifat antisipasi. Kisruh beras saat ini adalah contoh paling nyata tentang hal tersebut.Operasi pasar yang dilakukan Pemerintah untuk mengendalikan harga (beras, gula, dan jenis bahan pokok lainnya) menurut saya justru menjadi indikator kegagalan Pemerintah dalam melakukan antisipasi.Dalam konteks beras yang kisruh saat ini, selayaknya tidak terjadi jika kewenangan, fungsi dan tugas Bulog selaras dengan apa yang menjadi payung hukumnya, apalagi setelah keluar PP No 7 Tahun 2003 yang menjadikan Bulog menjadi Perusahaan Umum.Tetapi memang bisa dipahami alibi yang dibangun Bulog, bahwa mereka tidak bisa berbuat banyak selayaknya BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas lainnya.Karena untuk melakukan pembelian beras dari petani/penggilingan padi Bulog harus mengikuti HPP yang dikeluarkan Pemerintah. Sayangnya HPP yang dibuat sangat jauh dari tren pasar yang bergerak, dan hal ini justru menjadikan HPP ibarat tali yang mengikat Bulog untuk bisa bermanufer menghadang kekuatan pasar.Padahal fungsi stabilisasi harga adalah linear dengan peran mengendalikan kekuatan pasar.

Seandainya Bulog diberi keleluasaan untuk membeli gabah/beras petani (melalui petani atau penggilingan padi) dengan harga yang wajar atau melalui HPP yang selalu diperbaruhi (tentu untuk ini Bulog perlu diberi permodalan yang mencukupi ), maka Bulog bisa menjadi kekuatan yang tidak mudah disubordinasikan oleh kekuatan pasar manapun. Persoalannya adalah apakah Bulog diberi kebebasan untuk bisa berbaur layaknya pedagang beras.Menurut saya bisa dimungkinkan untuk dilakukan dengan pembatasan tertentu sehingga bukan justru membentuk dominasi market baru yang menggerus pedagang beras yang sudah ada, tetapi hanya sebagai rantai penyeimbang sehingga tidak terjadi gejolak harga beras.Dengan kondisi yang terukur tersebut, maka mekanisme operasi pasar menjadi tidak diperlukan karena hakekatnya harga pasar adalah harga dalam batas yang dibuat keseimbangannya oleh Bulog yang terjun di pasar. Toh saat ini Bulog juga mendirikan gerai Bulog yang dimaksudkan layaknya toko penjualan meski belum ekspansif dan berkontribusi nyata dalam konteks stabilisasi harga.

Khusus berkaitan dengan pengadaan beras yang diperuntukan bagi masyarakat miskin (Raskin) yang tentu disesuaikan dengan nilai besaran subsidi Pemerintah, akan menjadikannya lebih baik dengan mobilitas peredaran beras yang dimiliki Bulog.Dengan cadangan beras di gudang Bulog yang bersirkulasi baik (mekanisme pembelian/pengadaan dengan mekanisme penjualan/pengeluaran dalam tempo yang singkat), maka tidak akan ada lagi cadangan beras di gudang-gudang Bulog yang rusak karena proses dalam gudang yang terlalu lama.Tentu Bulog harus membuat pengaturan tentang minimal stok sebagai cadangan nasional, tetapi bukan dalam bentuk penimbunan dalam waktu lama melainkan dalam bentuk sirkulasi yang berimbang. Persoalan yang perlu dipikirkan adalah masih adakah harga beras yang setara tingkat kualitas beras Raskin saat ini (dengan nilai subsidi yang sudah ditetapkan).Berpikir melalui jalur impor tentu bukan penyelesaian yang arif di tengah gencarnya keinginan berswasembada.Paling masuk akal adalah dengan menambah alokasi subsidi beras Raskin menyesuaikan harga wajar beras dari grade beras Raskin tersebut.Hal ini merupakan konsekuensi logis dengan bergeraknya harga beras yang ada.Strategi lain adalah mengoptimalkan sisi bisnis Bulog, sehingga keuntungannya dapat mensubstitusi kekurangan subsidi untuk beras Raskin.

Jika opsi yang terakhir yang dipakai maka kemampuan Bulog akan dipertaruhkan. Jika berhasil, tentu nada miring terhadap beras Raskin yang disebut sebagai beras ‘keblinger’ tidak akan terjadi lagi.Keblinger karena masyarakat miskin penerima Raskin tidak mau mengkonsumsinya karena beras tidak layak konsumsi (berbau dan berkutu sebagai akibat lama di gudang), sehinga mereka menjual ulang untuk bisa mendapat uang dan menukarnya dengan beras yang lebih baik, tentu dengan konsekuensi jumlah beras yang lebih sedikit.Beras yang dijual masyarakat miskin tadi akan berputar kembali ke Bulog untuk menjadi stok baru pengadaan beras Raskin berikutnya (tentu melalui jalur yang tidak wajar). Keblinger bukan ? Tetapi mudah-mudahan sinyalemen itu tidak benar-benar terjadi, tetapi hanya otokritik untuk Bulog bisa lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun