Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Budaya Fandom: Loyalitas atau Obsesi Berlebihan?

30 Januari 2025   13:09 Diperbarui: 30 Januari 2025   13:09 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi budaya Fandom (sumber gambar: SHINee World via cewekbanget.grid.id)

Di era digital, budaya fandom semakin berkembang pesat. Dengan kemajuan internet dan media sosial, penggemar kini memiliki akses tak terbatas untuk mengikuti, mendukung, dan berinteraksi dengan idola atau karya yang mereka sukai. 

Jika dulu fandom terbatas pada kelompok kecil yang hanya bisa menunjukkan dukungan melalui surat atau acara khusus, kini komunitas penggemar bisa tersebar di seluruh dunia, saling terhubung dalam hitungan detik.

Platform seperti Twitter, TikTok, Instagram, dan Discord memungkinkan penggemar untuk berbagi informasi, berdiskusi, bahkan mengorganisir kampanye dukungan secara masif. 

Dari tren tagar hingga proyek penggalangan dana untuk idola, fandom tidak lagi hanya sekadar kumpulan penggemar, tetapi telah menjadi kekuatan kolektif yang mampu memengaruhi industri hiburan, tren budaya, bahkan keputusan bisnis.

Namun, di balik perkembangan ini, muncul fenomena yang lebih kompleks. Ada perbedaan tipis antara loyalitas yang sehat dan obsesi yang berlebihan. Beberapa penggemar menganggap idola atau karya favorit mereka sebagai bagian dari identitas diri, yang terkadang membuat mereka sulit menerima kritik atau pendapat berbeda. 

Tidak jarang pula terjadi gesekan antar-fandom, bahkan kasus ekstrem seperti perundungan di media sosial atau pelanggaran privasi terhadap idola.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah fandom masih sekadar bentuk apresiasi, atau telah berkembang menjadi obsesi yang tidak sehat? Apakah loyalitas yang tinggi selalu berdampak positif, atau justru bisa menjadi ancaman bagi idola dan penggemar itu sendiri? 

Fandom sebagai Bentuk Loyalitas

Fandom lahir dari rasa kagum terhadap karya atau figur tertentu. Penggemar merasa terhubung secara emosional dengan idola mereka, baik karena karya yang menginspirasi, kepribadian yang menarik, atau nilai-nilai yang mereka anggap relevan. 

Hubungan ini tidak hanya bersifat satu arah, dengan kemajuan teknologi, banyak idola yang kini lebih terbuka berinteraksi dengan penggemarnya melalui media sosial, membuat hubungan ini terasa lebih dekat dan personal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun