Dalam praktiknya, soft living dapat diwujudkan melalui langkah-langkah sederhana seperti mengurangi multitasking, menciptakan rutinitas yang menenangkan, atau hanya meluangkan waktu untuk menikmati secangkir teh tanpa gangguan teknologi.Â
Pendekatan ini mendorong individu untuk fokus pada kualitas daripada kuantitas dalam setiap aspek kehidupan. Mengurangi multitasking, misalnya, membantu seseorang lebih hadir dan menikmati setiap aktivitas tanpa tekanan untuk menyelesaikan semuanya sekaligus. Rutinitas yang menenangkan, seperti meditasi, olahraga ringan, atau membaca, dapat menjadi cara untuk mengembalikan energi dan menyeimbangkan emosi di tengah kesibukan.
Meluangkan waktu tanpa gangguan teknologi juga menjadi bagian penting dari soft living. Menjauhkan diri dari ponsel, media sosial, atau email selama beberapa saat setiap hari dapat membantu meredakan stres dan memberikan ruang untuk introspeksi. Hal ini memungkinkan seseorang untuk lebih terhubung dengan dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya, menciptakan momen kebahagiaan yang sederhana namun berarti.
Selain itu, soft living juga dapat diwujudkan dengan belajar mengatakan "tidak" pada hal-hal yang tidak selaras dengan prioritas atau nilai-nilai pribadi. Dengan cara ini, seseorang dapat mengalokasikan waktu dan energi untuk hal-hal yang benar-benar penting, seperti menjalin hubungan yang bermakna atau mengejar hobi yang memberi kebahagiaan.
Meskipun terdengar sederhana, menerapkan soft living membutuhkan komitmen untuk keluar dari kebiasaan lama yang terlalu sibuk dan serba terburu-buru. Banyak orang merasa sulit untuk melepaskan pola pikir bahwa kesibukan adalah tanda keberhasilan.Â
Peralihan ke soft living membutuhkan keberanian untuk memprioritaskan diri sendiri dan menentang tekanan sosial yang mengagungkan produktivitas tanpa henti. Hal ini melibatkan perubahan cara pandang terhadap waktu, pekerjaan, dan tujuan hidup.
Langkah awalnya adalah dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan yang menciptakan stres atau kelelahan, seperti jadwal yang terlalu padat atau ekspektasi yang tidak realistis. Setelah itu, penting untuk secara sadar mengganti kebiasaan tersebut dengan aktivitas yang lebih santai dan bermakna. Misalnya, meluangkan waktu untuk berjalan-jalan di alam, menikmati hobi, atau sekadar merenung dalam keheningan.
Komitmen terhadap soft living juga berarti menetapkan batasan yang sehat, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan sosial. Mengurangi beban pekerjaan yang tidak perlu, membatasi penggunaan teknologi, atau mengatakan "tidak" pada hal-hal yang tidak sesuai dengan prioritas adalah langkah penting dalam menciptakan ruang untuk keseimbangan dan ketenangan.
Fenomena soft living mengingatkan kita bahwa di tengah dunia yang terus bergerak cepat, melambat sejenak bukanlah sebuah kelemahan. Sebaliknya, melambat adalah bentuk keberanian untuk mengambil kendali atas hidup dan menempatkan kesejahteraan diri sebagai prioritas utama.Â
Soft living mengajarkan bahwa hidup tidak hanya tentang pencapaian atau produktivitas, tetapi juga tentang menikmati perjalanan, menghargai momen, dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil yang sering terabaikan.
Di tengah tekanan untuk terus bergerak maju, meluangkan waktu untuk beristirahat atau berefleksi adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan fisik dan mental. Hidup dengan cara yang lebih lembut membantu kita melihat bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dikejar, melainkan sesuatu yang dapat ditemukan di sekitar kita jika kita cukup tenang untuk memperhatikannya.