Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Menulis Artikel

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dilema Masa Lalu: Mengapa Sebagian Orang Sulit Move On dari Kenangan?

5 Desember 2024   23:58 Diperbarui: 6 Desember 2024   00:01 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kenangan adalah bagian penting dari kehidupan manusia."

Setiap peristiwa yang terjadi, baik yang membahagiakan maupun menyakitkan, meninggalkan jejak dalam ingatan. Kenangan ini tidak hanya menciptakan nostalgia, tetapi juga membentuk cara kita melihat dunia dan diri kita sendiri. 

Meski demikian, ada kalanya kenangan menjadi begitu kuat sehingga mempengaruhi langkah kita di masa kini. Banyak orang merasa terjebak dalam kenangan baik itu tentang hubungan yang telah berakhir, kegagalan, atau kehilangan yang mendalam.

Mengapa kenangan tersebut bisa begitu sulit untuk dilepaskan? Apa yang membuat sebagian orang terus terikat pada masa lalu, meskipun sudah jelas bahwa hidup harus terus bergerak maju? 

Secara psikologis, ingatan manusia bekerja dengan cara yang kompleks. Otak cenderung menyimpan peristiwa yang memiliki keterikatan emosional yang kuat, baik itu kebahagiaan, kesedihan, atau trauma. Kenangan ini diolah dan disimpan di bagian otak seperti hippocampus dan amigdala, yang berperan dalam pengelolaan memori dan emosi. 

Ketika sesuatu di masa kini memicu kenangan tersebut, otak secara otomatis memutar ulang ingatan itu, seolah-olah kejadian itu baru saja terjadi. Hal inilah yang sering membuat seseorang sulit melepaskan diri dari masa lalu, terutama jika kenangan tersebut meninggalkan dampak emosional yang mendalam.

Selain itu, ada kecenderungan manusia untuk melihat masa lalu dengan kaca mata nostalgia. Fenomena ini membuat seseorang lebih fokus pada momen-momen indah atau hal-hal positif yang pernah terjadi, sambil mengabaikan sisi-sisi buruknya. Nostalgia sering kali memberikan kenyamanan emosional, sehingga masa lalu terasa lebih menyenangkan dibandingkan kenyataan saat ini.

Namun, idealisasi seperti ini dapat menjadi penghalang untuk melangkah maju. Ketika seseorang terus-menerus membandingkan masa kini dengan versi "sempurna" dari masa lalu, mereka cenderung merasa tidak puas atau enggan menerima perubahan yang tak terhindarkan. Akibatnya, mereka terjebak dalam lingkaran kenangan yang sulit dilepaskan.

Rasa bersalah dan penyesalan juga menjadi faktor utama yang membuat seseorang sulit move on. Ketika seseorang merasa bahwa mereka telah membuat kesalahan besar di masa lalu, pikiran tentang apa yang seharusnya dilakukan berbeda sering kali menghantui. Perasaan ini menimbulkan dilema emosional, di mana seseorang terus-menerus memutar ulang kejadian tersebut dalam pikiran mereka, berharap bisa mengubah sesuatu yang sebenarnya sudah tidak mungkin.

Penyesalan ini diperparah oleh perasaan "seandainya" yang memicu kebutuhan untuk mencari pembenaran atau penyelesaian atas peristiwa tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi terjebak dalam masa lalu, kesulitan menerima kenyataan, dan kehilangan kesempatan untuk fokus pada apa yang bisa dilakukan di masa kini atau masa depan.

Trauma juga berperan besar dalam menahan seseorang di masa lalu. Peristiwa traumatis, seperti kehilangan mendadak, pengkhianatan, atau pengalaman kekerasan, sering kali meninggalkan luka emosional yang mendalam dan sulit sembuh. Trauma ini tidak hanya memengaruhi pikiran, tetapi juga tubuh, dengan memicu respons stres yang berulang setiap kali ingatan tersebut muncul.

Bagi sebagian orang, trauma menciptakan rasa takut atau kecemasan yang membuat mereka terjebak dalam pola pikir masa lalu. Mereka mungkin terus-menerus menghindari situasi yang mengingatkan pada kejadian tersebut atau, sebaliknya, terobsesi memikirkan apa yang terjadi. Tanpa penanganan yang tepat, seperti dukungan emosional atau terapi, trauma ini dapat menjadi hambatan besar dalam proses untuk move on dan menjalani kehidupan yang lebih baik.

Selain faktor emosional, kebiasaan juga memengaruhi kemampuan seseorang untuk move on. Ketika seseorang terbiasa hidup dengan pola pikir atau rutinitas yang berkaitan dengan masa lalu, mereka sering merasa sulit untuk melepaskan diri dari kenangan tersebut. Kebiasaan ini menciptakan semacam zona nyaman, meskipun sebenarnya menyakitkan atau tidak produktif.

Misalnya, mendengarkan lagu-lagu yang terkait dengan kenangan tertentu atau terus-menerus mengunjungi tempat yang memiliki makna emosional dapat memperkuat keterikatan pada masa lalu. Pola ini membuat seseorang sulit membuka diri terhadap pengalaman baru atau menerima perubahan yang terjadi di sekitarnya. Mengubah kebiasaan menjadi langkah penting untuk membantu seseorang melepaskan diri dari bayang-bayang masa lalu dan mulai fokus pada masa kini.

Namun, sulitnya move on bukan berarti tidak ada solusi. Langkah pertama yang perlu diambil adalah menerima kenyataan bahwa masa lalu tidak dapat diubah. Penerimaan ini bukan berarti melupakan kenangan tersebut, tetapi memahami bahwa hidup terus berjalan dan kesempatan untuk bahagia masih ada di masa kini dan masa depan.

Berbagi perasaan dengan orang-orang terdekat atau seorang profesional seperti terapis juga dapat membantu. Dengan membicarakan apa yang dirasakan, seseorang bisa mendapatkan perspektif baru yang lebih objektif dan membebaskan diri dari beban emosional.

Fokus pada masa kini juga penting dalam proses move on. Ketika seseorang terjebak dalam kenangan, seringkali mereka melupakan kekuatan yang dimiliki saat ini. Hidup di masa kini memungkinkan kita untuk menikmati momen yang ada, merasakan kebahagiaan yang mungkin terlewatkan jika terus-menerus terpaku pada masa lalu.

Untuk memfokuskan diri pada saat ini, penting untuk mulai melibatkan diri dalam aktivitas yang membangkitkan semangat dan memberikan rasa pencapaian. Mengatur rutinitas yang sehat, seperti olahraga, meditasi, atau bahkan berkumpul dengan orang-orang yang mendukung, dapat membantu mengalihkan perhatian dari kenangan yang menyakitkan dan membawa keseimbangan dalam hidup.

Pada akhirnya, kenangan adalah bagian dari siapa kita, tetapi bukan keseluruhan cerita. Kenangan membentuk identitas kita, memberi kita pelajaran dan pengalaman yang tak ternilai. Namun, kita tidak boleh terjebak hanya pada apa yang telah terjadi, karena kehidupan terus berlanjut dan kita memiliki kekuatan untuk menciptakan cerita baru.

Masa lalu mungkin memberi kita perspektif, tetapi masa depan menawarkan potensi yang belum terungkap. Kita memiliki kesempatan untuk belajar dari kenangan, tetapi juga untuk tumbuh dan berubah. 

Dengan menerima kenyataan bahwa kita dapat melepaskan beban masa lalu, kita membuka jalan bagi diri kita untuk mengejar kebahagiaan yang lebih besar, hubungan yang lebih sehat, dan pencapaian yang lebih bermakna di masa depan. Kenangan adalah bagian dari perjalanan, tetapi kita adalah penulis cerita kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun