Mohon tunggu...
Muhammad Bintang
Muhammad Bintang Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Student

A third-year student at Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta pursuing a degree in International Relations with a strong interest in research, negotiation, and communication. I'm a person who is passionate learning about diplomacy, global issues, international organizations, and other aspects of the international arena

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Modernisasi Angkatan Laut Indonesia: Strategi Pertahanan di Tengah Konflik Laut China Selatan

30 Mei 2024   22:54 Diperbarui: 30 Mei 2024   23:23 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Signifikansi Strategis Laut China Selatan bagi Indonesia

Tidak dapat dipungkiri bahwa Laut China Selatan memiliki pengaruh strategis yang signifikan bagi Indonesia. Meskipun Indonesia tidak termasuk negara yang mengklaim kepemilikan wilayah di Laut China Selatan (non-claimant states), posisi Indonesia sebagai negara terbesar dan berpengaruh di ASEAN menjadikan tindakan yang diambil oleh Indonesia sangat krusial untuk kelangsungan konflik di kawasan tersebut. 

Laut China Selatan, yang diperkirakan memiliki sekitar 190 triliun ft gas alam, memiliki signifikansi yang besar bagi Indonesia setidaknya disebabkan oleh empat alasan utama. Pertama, wilayah ini merupakan jalur utama bagi aktivitas ekspor dan impor Indonesia, menjadikannya pilar bagi perekonomian nasional karena sebagian besar perdagangan internasional Indonesia melewati perairan ini. 

Kedua, konflik dan instabilitas di Laut China Selatan dapat berdampak negatif pada perdagangan dan ekonomi kawasan Asia Tenggara, mengganggu arus perdagangan dan merusak stabilitas ekonomi negara-negara yang bergantung pada jalur laut ini. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa hampir 60 persen dari total perdagangan laut global melewati Asia, dengan sekitar sepertiga dari total volume perdagangan maritim global melewati Laut China Selatan. 

Ketiga, Laut China Selatan juga berfungsi sebagai jalur masuk utama ke wilayah Indonesia dari utara, sehingga stabilitas di kawasan ini penting untuk keamanan maritim Indonesia. Terakhir, wilayah utara Laut China Selatan merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang telah disepakati sebagai jalur pelayaran internasional yang harus tetap aman dan bebas dari gangguan untuk mendukung kelancaran transportasi laut di wilayah kepulauan Indonesia.

Sebagai negara yang memiliki 62% dari luas wilayahnya berupa laut dan perairan, Indonesia menyadari betapa krusialnya menjaga kedaulatan maritim serta melindungi kepentingan ekonomi dan keamanan nasional. Dalam menghadapi dinamika konflik di Laut China Selatan, Indonesia perlu merumuskan strategi pertahanan yang cerdas dan adaptif. Strategi ini harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk geopolitik regional, kekuatan militer, diplomasi internasional, serta kerjasama dengan negara-negara tetangga. 

Berbagai faktor seperti peningkatan kapabilitas militer regional, pergeseran geopolitik global, serta tuntutan akan perdamaian dan keadilan maritim, semuanya mempengaruhi narasi pertahanan Indonesia di kawasan Laut China Selatan. 

Oleh karena itu, pembaruan dan modernisasi Angkatan Laut Indonesia bukan hanya merupakan kebutuhan mendesak tetapi juga sebuah keharusan strategis. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa Indonesia dapat memainkan peran yang efektif dan proaktif dalam menjaga stabilitas regional serta melindungi kepentingan nasionalnya.

Modernisasi TNI-AL: Meningkatkan Kapabilitas Pertahanan Maritim 

Saat ini, Angkatan Laut Indonesia (TNI-AL) berada dalam kondisi yang membutuhkan modernisasi signifikan untuk meningkatkan efektivitas dan kemampuan pertahanannya. Armada TNI-AL terdiri dari lebih dari 100 kapal, termasuk fregat, korvet, kapal selam, dan kapal patroli, namun banyak dari kapal-kapal ini sudah berusia tua dan membutuhkan pembaruan. 

Meskipun Indonesia telah mengadopsi rencana "Minimum Essential Force" (MEF) yang bertujuan untuk memiliki 274 kapal pada tahun 2024, realisasi target ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan anggaran dan masalah pemeliharaan kapal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun