trisakti tahun '98, diskriminasi kepada etnis tionghoa pada saat era keruntuhan soeharto dan kasus tentang pembunuhan aktivis buruh yaitu marsinah pada tahun 1993, yang sampai sekarang belum diketahui siapa otak dari pelaku pembunuhannya. Namun di kesempatan kali ini kita akan lebih berfokus kepada kasus pembunuhan marsinah yang menjadi contoh diskriminasi buruh di Indonesia, dan sosoknya yang melekat sebagai wujud perlawanan buruh yang tertindas.
Bulan mei merupakan bulan dimana di masa lalu banyak terjadi kejadian-kejadian kelam dalam sejarah Indonesia. Mulai dari peristiwa tragediHaris Azhar seorang aktivis HAM dalam video podcast di channel youtube VOIS menjelaskan bahwa Marsinah (10 April 1969 -- 8 Mei 1993) dikenal sebagai aktivis sekaligus buruh di masa orde baru yang bekerja pada pabrik arloji PT. Catur Putra Surya di Porong Sidoarjo. Ia ketika itu diculik dan dan ditemukan tewas dengan tanda luka penyiksaan berat di area hutan Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk pada tanggal 8 Â Mei 1993 setelah menghilang selama 3 hari. Â Hal ini dilatarbelakangi adanya surat edaran oleh gubernur KDH TK 1 Jawa Timur no.50/Th. 1992 yang berisi tentang anjuran kepada para pengusaha untuk menaikan gaji buruh sebesar 20% dari gaji pokok yang diterima saat itu. Pada April 1993 PT. Catur Putra Surya mulai khawatir akan kenaikan upah buruh tersebut dan memicu digelarnya aksi demo menuntut kenaikan upah dari Rp. 1700 menjadi Rp.2250 pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993.
Pada tanggal 5 mei 1993 bersama 14 rekannya yang lain, marsinah melakukan perundingan-perundingan dengan perusahaan menuntuk haknya sebagai buruh dan pada siang harinya koramil menggiring 13 buruh yang dianggap menghasut untuk terjadinya unjuk rasa, menggelar rapat gelap dan memboikot buruh masuk kerja, dan pada saat itu mereka dipaksa untuk mengundurkan diri dari PT. Catut putra surya. Mengetahui hal tersebut, marsinah mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya, namun menginjak pukul 10 malam keberadaan marsinah ikut lenyap dan akhirnya ditemukan tewas pada tanggal 8 mei 1993 di Nganjuk.
Hal ini menunjukan bahwa di jaman dulu pun telah terjadi diskriminasi pada buruh khususnya mereka yang vokal menuntuk hak-haknya untuk terpenuhi. Dan kini di era reformasi buruh diberikan keleluasaan untuk mennyampaikan aspirasinya, baik melalui aksi demonstrasi ataupun menyampaikan keluh kesahnya langsung ke perusahaannya dengan adanya hubungan industri. Mengutip dari laman website ememha.com dengan adanya hubungan industri yang didasarkan pada UU RI No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dan UU RI No.2 Tahun 2004 tentang Tinjauan perselisihan hubungan industrial.
Adanya hubungan industri dirasa bisa menjadi solusi untuk menjembatani relasi antara buruh dengan pengusaha, yang melingkupi seluruh permasalahan yang ada diantara kedua pihak baik langsung dan tidak langsung. Tujuan adanya hubungan industrial ini sendiri adalah untuk menciptkan atmosfer kerja yang nyaman sehingga bisa meningkatkan produktifitas dalam perusahaan serta peningkatan kesejahteraan bagi buruh. Serta mampu menciptakan iklim usaha yang baik dan maju, dengan begitu maka pertumbuhan ekonomi nasional pun akan meningkat dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang bisa menyerap pengangguran yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H