Belum selesai pro-kontra fatwa MUI terkait pengharaman atribut natal, kini publik dikejutkan dengan kabar kurang sedap terkait penangkapan Bendahara MUI, Fahmi Darmawansya holeh KPK.
Suami dari artis Inneke Koesherawati ini bahkan kemudian ditetapkan sebagai tersangka penyuap Deputi Bakamla Eko Susilo Hadi dengan uang sebesar Rp 2 miliar melalui anak buahnya terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla tahun 2016.
Kasus penangkapan dan penetapan Fahmi sebagai tersangka korupsi suap merupakan pukulan telak bagi MUI sebagai Ormas yang menjadi kiblat umat islam dalam rujukan beragama.
Terlepas dari dugaan kejahatan yang dilakukan adalah perilaku okmun dan status fahmi yang baru sebatas tersangka, namun sebagai salah seorang pengurus MUI yang menjabat sebagai bendahara, Fahmi telah mencoreng nama baik lembaga yang dianggap kredibel sekelas MUI.
Usai diperiksa penyidik KPK (23/12/16) Fahmi berkata “ini ujian terbaik buat saya, nanti kami lihat skenario Allah seperti apa”.
Perilaku korupsi yang marak di negeri ini seakan semakin merajalela. Tak hanya menyebar di instansi pemerintah tapi bahkan menjalar sampai jauh. Lembaga seperti MUI pun tak terkecuali. Namun untuk MUI, kali ini menjadi lain. Selain pertaruhan kredibilitas lembaga yang diisi oleh orang-orang ahli agama islam yang menjadi panutan umat islam di indonesia, tapi juga pertaruhan citra lembaga keislaman dan umat islam itu sendiri.
Ditengah hiruk pikuk persoalan keagamaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang selalu heboh, MUI terkesan tidak konsisten dalam menyikapi setiap persoalan. Misalnya, terkait dengan kasus suap Bakamla yang menjerat Fahmi, MUI akan melakukan klarifikasi langsung kepada yang bersangkutan terlebih dahulu. Katanya, MUI mengedepankan praduga tak bersalah.
Namun sangat berbeda dengan sikap MUI terhadap persoalan Gubernur DKI non aktif Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Pasalnya, setelah mengetahui salah satu pengurusnya ditetapkan sebagai tersangka suap, pihak MUI mengatakan akan melakukan tabayun atau karifikasi kepada yang bersangkutan.
Padahal, dalam kasus Ahok yang dianggap mengeluarkan pernyataan yang menistakan agama, tanpa melakukan proses klarifikasi atau tabayun kepada Ahok, MUI langsung mengeluarkan fatwa penistaan agama hanya berdasarkan laporan segelintir kelompok.
"Kami harus tabayun dulu kepada yang bersangkutan. Karena beliau ini sampai sekarang masih tidak bisa dihubungi. Kami akan klarifikasi terkait apa yang menimpa beliau," ujar Waketum MUI Zainut Tauhid dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (23/12/2016).
Sangat disayangkan bila sebagai Ormas agama yang menjadi rujukan dalam persoalan agama dan keumatan, MUI bersikap berat sebelah. Hal ini menjadi teladan yang buruk bagi masyarakat indonesia terkhusus umat islam.