"Bagaimana, Pak, Istri saya?" Tanya Pak Suradi dengan muka yang sangat cemas.
"Bapak punya BPJS?" Petugas itu balik bertanya.
"Boro-boro BPJS, Pak. KTP saja saya nda punya." Jawaban jujur Pak Suradi menumbuhkan perasaan iba seluruh orang yang berada di sekitarnya.
"Ya sudah ndapapa, ini ada satu kamar bangsal terendah semalamnya Rp. 1.500.000 dan Istri Bapak harus dioperasi terlebih dahulu kurang lebih butuh Rp. 5.000.000 semuanya beres." Terlihat enteng sekali pria itu berbicara. Pak Suradi tambah geram karena Istrinya masih belum sadar dan ditambah dengan pelayanan yang mempersulit istrinya.
Tanpa pamit, tanpa bicara Pak Suradi langsung bergegas pergi dari tempat itu dengan membopong istrinya yang tanganya terbacok. Ia bertekad akan menyembuhkanya sendiri. Di sana ia merasa seperti baju cucian yang terus diperas dan dipersulit dalam pengeringannya. Dia tahu bahwa dirinya itu rakyat kecil. Dia sangat geram saat itu. Akhirnya ia rawat istrinya sendiri tanpa bantuan tangan asing.
Saat rombongan bebek melenggok ke sana-kemari digiring tuannya menuju sawah terdengar pengumuman yang sangat jelas di masjid Al-Bait. "Innalillahi wa Innaillaihi roji'un, Innalillahi wa Innaillaihi roji'un, Innalillahi wa Innaillaihi roji'un, sampun tilar dunyo Ibu Jumirah Binti Samili wargo RT. 02 RW 02 dusun dasi. Jenazah bade dikubur jam 1 siang" Kabar lelayu itu membuat warga desa Sugeng berbondong-bondong melayat dan mengikuti prosesi pemakaman. Namun, yang aneh lagi tak terlihat Pak Suradi di tengah-tengah pemakaman. Entah ke mana batang hidung satu orang ini. Mungkin dia masih meratapi kesalahannya selama ini. Atau mungkin ia tengah tak percaya dengan takdir yang dirangsekan kepada dirinya.