Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan Aziz
Muhammad Ridwan Aziz Mohon Tunggu... Guru - Flexible Realist

Saat libur, aku sering berencana bersih-bersih rumah atau bikin kerajinan tangan untuk anak dari YouTube, tapi malah asyik rebahan seharian nonton anime.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korupsi: Kejahatan Kerah Putih yang Menghancurkan Keadilan Sosial

29 Desember 2024   21:27 Diperbarui: 29 Desember 2024   21:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Markobar: Mari Korupsi Bareng-bareng" Satir Rocky Gerung menyikapi hukum penanganan korupsi di Indonesia (Sumber: Instagram/rockygerungfans)

Kejahatan kerah putih, terutama korupsi, semakin menunjukkan betapa rapuhnya sistem hukum di Indonesia. Kasus Harvey Moeis menjadi salah satu contoh nyata ketimpangan ini. Berdasarkan laporan Tempo (29 Desember 2024), terdakwa yang merupakan perpanjangan tangan PT. Refined Bangka Tin ini dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Timah Tbk. tahun 2015-2022. Pada sidang amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta (23 Desember 2024), majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara 6 tahun 6 bulan, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 210 miliar.

Kasus ini memperlihatkan celah besar dalam sistem hukum kita. Korupsi yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah hanya dihukum dengan pidana yang tampak ringan. Bandingkan dengan seorang pencuri kecil yang mungkin hanya mencuri barang seharga beberapa ribu rupiah karena kebutuhan hidupnya, tetapi dijatuhi hukuman berat. Ketidakadilan ini menimbulkan pertanyaan besar: benarkah hukum di Indonesia berlaku sama untuk semua?

Satir Mahfudz MD dalam podcast Deddy Corbuzier (di akun Instagram @ye9206reels, 13 November 2024) mengungkapkan hal ini secara gamblang: "Apa kamu minta keadilan di sini, keadilan itu dibeli bukan diminta." Pernyataan ini menohok kenyataan bahwa akses terhadap keadilan seringkali dipengaruhi oleh kekuasaan dan uang. Hal ini memperkuat pandangan bahwa hukum di Indonesia "Tumpul ke atas, runcing ke bawah," seperti yang dikatakan Mujahidah Abdul Hamid dalam tulisannya di Pulau Sumbawa News (27 Desember 2019).

Sindiran terhadap ketimpangan hukum ini juga muncul di media sosial. Meme dari akun Instagram @supar963 (23 Desember 2024) menyoroti perbedaan sikap Pak Prabowo sebelum dan sesudah menjadi presiden. Sebelum menjabat, beliau tegas menyatakan akan menindak para koruptor, tetapi setelah menjabat, justru memberikan kelonggaran dengan syarat pengembalian uang korupsi. Sementara itu, anekdot dari akun Instagram @acjoo (27 Desember 2024) menampilkan ironi yang lebih tajam. Dalam sebuah Reel bertajuk "Cara Cepat Mendapatkan Uang Banyak", ada gambar boneka Squid Game dengan tulisan "Ikut Squid Game dapat hadiah 400 triliun risikonya adalah kematian," dibandingkan dengan gambar pernikahan Harvey Moeis bertuliskan "Korupsi Timah dapat 270 triliun dengan risiko hukuman 6,5 tahun." Sindiran ini mencerminkan betapa ringannya hukuman bagi pelaku kejahatan kerah putih.

Ketidakadilan semacam ini bertentangan langsung dengan nilai-nilai sila kelima Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia." Sila ini mengamanatkan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan keadilan yang sama di mata hukum. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Sistem hukum yang ada saat ini lebih memihak mereka yang memiliki kekuasaan dan kekayaan, sementara rakyat kecil yang tak berdaya menjadi korban dari ketidakadilan hukum yang runcing.

Kondisi ini juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan negara. Ketika masyarakat merasa bahwa hukum tak berpihak pada mereka, maka sulit bagi pemerintah untuk mendapatkan dukungan penuh dalam kebijakan seperti kenaikan PPN menjadi 12 persen atau kenaikan harga BBM. Meski akhirnya kita tak punya pilihan selain menerima kebijakan tersebut karena kebutuhan, kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah semakin mengakar.

Reformasi besar dalam sistem hukum sangatlah diperlukan. Penegakan hukum harus dilakukan secara adil tanpa memandang status sosial atau kekayaan seseorang. Hukuman bagi pelaku kejahatan kerah putih harus memberikan efek jera yang nyata, sehingga tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk lolos dengan hukuman ringan. Selain itu, penguatan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses hukum juga harus menjadi prioritas.

Pada akhirnya, keadilan tidak boleh menjadi barang mewah yang hanya dapat diakses oleh segelintir orang. Keadilan sosial, seperti yang diamanatkan Pancasila, harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Jika tidak, maka hukum di negeri ini hanya akan menjadi alat bagi mereka yang berkuasa, sementara rakyat kecil terus menjadi korban dari sistem yang tidak berpihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun