Di sekolah, waktu giliran piket KBM, tiba-tiba perutku bergejolak. Ya, panggilan alam. Aku langsung buru-buru ke toilet, tapi sebelum masuk, aku teringat satu hal: nyamuk. Di tempat piket tadi, kakiku udah jadi prasmanan mereka. "Plok! Plok!" tamparan pun tak berhasil kena. Maka, aku putuskan membawa obat nyamuk semprot dari ruang guru. Strategi antisipasi tingkat tinggi.
Sampai di toilet, aku kunci pintu dan langsung inspeksi. Di ember, ada makhluk hitam kecil berenang meliuk-liuk. "Kecebong? Di toilet sekolah?" pikirku heran. Tapi, aku tak ambil pusing. Air di ember itu kubuang, syorr! Bersih. Lalu, kuisi lagi dengan air segar dari keran. Misi pertama sukses.
Selanjutnya, giliran nyamuk. Dengan gaya seperti agen rahasia, aku semprotkan obat nyamuk: "Ssst... ssst..." ke segala arah. Koloni nyamuk berhamburan. Aku tersenyum puas, merasa menang. Lalu, mulailah aku persiapan. Celana kulepas dan kucantolkan di paku yang setia menempel di dinding. Aku jongkok untuk buang hajat dengan tenang.
Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. "Ngiing... ngiing..." suara khas nyamuk terdengar lagi. "Eh, serius? Masih ada?!" Aku panik dan langsung menyambar obat semprot lagi. "Ssst... ssst!" Lantai toilet penuh nyamuk-nyamuk yang sudah tumbang. Aku tertawa kecil. "Kena kalian!"
Setelah selesai urusan, aku berdiri, siap mengenakan celana. Tapi begitu celana kuangkat... DUAR! Sekawanan nyamuk beterbangan keluar dari lipatan celanaku!
Aku teriak refleks, "Hah?! Serius nyamuk sembunyi di situ?!" Celana itu seperti markas besar mereka! Aku cuma bisa bengong sekaligus ngakak sendiri. Rupanya mereka nyamuk-nyamuk pemberontak yang gak takut sama obat semprot.
Setelah itu? Aku keluar toilet dengan celana yang penuh cerita, sambil bersumpah: lain kali, nyamuk-nyamuk, aku yang menang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H