Mohon tunggu...
Muhammad Aziz Ali Mutia
Muhammad Aziz Ali Mutia Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Optimalisasi Pendidikan untuk Mempersiapkan Bonus Demografi di Indonesia

10 Oktober 2014   15:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:37 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia dengan jumlah 249,9 juta jiwa. Sementara itu berdasarkan rentang usia, tahun 2005 30,43% penduduk Indonesia berusia 0-14 tahun dan hanya 4,54% penduduk yang berusia diatas 65 tahun. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yaitu 1,2 tahun setiap tahun. Dengan menggunakan metode aritmatika maka pada 2020 akan terdapat 258,3 juta jiwa penduduk di Indonesia. Pada tahun tersebut jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) akan mencapai 70% sementara usia tidak produktif (dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun) hanya 30% (Surya Chandra, 2014). Dengan banyaknya usia produktif di Indonesia apakah keadaan ini menguntungkan atau justru merugikan?

Pada KTT ASEAN ke-9 tahun 2003 di Bali, forum ketua ASEAN mendeklarasikan  Bali Concord II yang didalamnya termuat pembentukan Asean Economic Comunity. AEC adalah realisasi dari tujuan akhir ekonomi terintegrasi sebagai garis besarASEAN Vision 2020. Pada KTT ini juga ditambahkan dua pilar yang menjadi pertimbanganASEAN Community, yaituASEAN Security CommunitydanASEANSocio-Cultural Community. Sedangkan  KTT ke-12 yang berlangsung Januari 2007 menghasilkan komitmen untuk mempercepat terwujudnya  ASEAN Vision 2020 dengan  pembentukan ASEAN Community 2015. Pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat AEC pada tahun 2015 dan membentuk ASEAN menjadi region dengan free movement of goods, services, investment, skilled labour, and freer flow of capital.

Jumlah penduduk Indonesia 44,4% dari total jumlah penduduk Asia Tenggara tentu menjadi pasar yang besar bagi negara-negara di Asia Tenggara. Semua negara akan bersaing memasuki pasar Indonesia karena sangat menguntungkan bagi mereka. Jumlah pengusaha di Indonesia masih sangat sedikit yaitu hanya 1,56% dari jumlah penduduk Indonesia. Padahal menurut Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia idealnya jumlah pengusaha di Indonesia 2% dari jumlah penduduk Indonesia.

Dengan permasalahan tersebut maka perlu adanya peningkatan SDM terutama untuk memanfaatkan bonus demografi di Indonesia. Bonus demografi harus dimanfaatkan betul untuk membendung AEC, jangan sampai bonus demografi justru dimanfaatkan oleh negara tetangga karena dibutuhkan ototnya (menjadi buruh). Pendidikan adalah jawaban tepat untuk meningkatkan kualitas SDM di Indonesia. David B Brinker menjelaskan bahwa pendidikan memiliki fungsi knowledge (transfer ilmu pengetahuan, sosialisasi budaya dan adat istiadat, sorting (mengembangkan kemampuan siswa), serta agen of change. Nelson Mandela juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah senjata yang paling hebat untuk mengubah dunia.

Sayangnya pendidikan di Indonesia juga tidak lepas dari permasalahan. Rata-rata angka sekolah di Indonesia hanya 5,8 tahun atau tidak tamat SD. Angka putus sekolah di Indonesia 1,3 juta jiwa, APK perguruan tinggi hanya 28%. Permasalahan ini menjadi PR yang berat bagi pemerintah untuk menciptakan SDM yang berkualitas.

Pendidikan merupakan aset negara, pendidikan juga merupakan amanah konstitusi UUD. Dengan alasan tersebut maka sudah seharusnya pemerintah menjadikan pendidikan sebagai public good yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak bukan joint toll good dimana pengguna harus membayar ketika menggunakannya. Sebenarnya pemerintah telah melakukan kebijakan yaitu dengan 20% APBN untuk pendidikan. Sayangnya dana tersebut belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah. Infrastruktur pendidikan masih sulit terjangkau seperti di NTT, guru-guru masih sangat sedikit seperti di pedalaman Papua, serta sekolah-sekolah favorit masih menarik biaya pendidikan yang tinggi dari anak-anaknya. Disisi lain dana pendidikan yang sangat melimpah ini justru di selewengkan  oleh para penguasa pendidikan di negeri ini. Bidikmisi yang seharusnya diperuntukan untuk mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu dimanfaatkan oleh mahasiswa yang mampu karena pihak perguruan tinggi takut kehilangan kuota Bidikmisi apabila kuota yang disediakan Dikti tidak terpenuhi oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

Sekarang sudah saatnya pendidikan menjadi ujung tombak pergerakan bangsa. 20% APBN yang diperuntukan untuk pendidikan harus dimanfaatkan dengan bijak dan fokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air. Hal ini terutama sebagai upaya menciptakan SDM yang handal sehingga bonus demografi yang diberikan untuk bangsa Indonesia bukan menjadi beban pemerintah tetapi justru menjadi keuntungan yang berlipat terutama dalam mengadapi Asean Economic Community.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun