Mohon tunggu...
Muhammad Azhar Hanif
Muhammad Azhar Hanif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP UIN Walisongo Semarang

Saya adalah mahasiswa UIN Walisongo Semarang, saya berasal dari tegal. Saya suka sekali dengan sepakbola dan klub kebanggaan saya adalah Liverpool, Arema, dan Persekat #ora ngapak ora kepenak

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terorisme dan Radikalisme Agama

11 September 2023   21:33 Diperbarui: 11 September 2023   21:43 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terorisme yang ada di tengah masyarakat berawal dari sikap dan perilaku intoleransi yang kemudian termanifestasikan dalam aksi teror. Aksi terorisme sangat membahayakan kemanusiaan karena tidak sesuai dengan nilai-nilai keadaban, pluralisme, multikulturalisme, dan inklusifisme. Aksi terorisme harus diperangi oleh bangsa indonesia karena terorisme berlawanan dan tidak sejalan dengan ideologi bangsa indonesia yaitu pancasila dan juga Bhinneka Tunggal Ika. Sikap-sikap toleransi, kebersamaan, harmoni, kebhinekaan, yang terbungkus dalam ideologi Pancasila harus dikedepankan di semua lapisan masyarakat agar supaya mampu mengikis dan menghilangkan sikap intoleran. Penanaman pancasila dan kebhinekaan harus dilakukan sejak usia dini agar para anak bangsa sudah memahami dan meresapkan nilai-nilai pancasila dalam setiap tindakan yang mereka lakukan. Jika terorisme tidak diperangi maka akan dapat mengganggu keutuhan NKRI itu sendiri. Bagaimana tidak, disaat terjadi serangan teror berupa pengeboman dan juga para teroris ini melakukan gerakan-gerakan dan penanaman ideologi-ideologi yang bersifat radikal maka akan terjadi saling klaim kebenaran. Saat itu terjadi maka akan ada rasa permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan dapat mengancam kesatuan bangsa indonesia.

Praktek nyata di lapangan membuktikan bahwa Pancasila, khususnya sila ketiga, yang mengandung nilai-nilai persatuan, masih belum dihayati dan diamalkan oleh semua masyarakat Indonesia. Nilai-nilai persatuan, yang menekankan pada nasionalisme, patriotisme, cinta tanah air, rela berkorban, yang terbingkai dalam bela negara dan wawasan kebangsaan, sudah mengalami kelunturan. Sekelompok pihak masih mengungkit-ngungkit tentang bentuk negara yang lebih memilih membela agama saja dibandingkan membela negara, lebih memilih negara khilafah dibandingkan dengan negara Pancasila berbasis NKRI, dan lebih memilih nasionalisme keagamaan dibandingkan dengan nasionalisme terhadap NKRI. Selain mengganggu keutuhan NKRI, terorisme juga menggangu dan mengancam keamanan di suatu negara. Dengan adanya teror bom membuat masyarakat merasa ketakutan dan merasa nyawanya terancam. Untuk melindungi masyarakat, sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk melakukannya dalam konteks ini yaitu dengan menumpas segala tindakan yang mengarah pada terorisme.

Merujuk   pada   ragam   sumber   yang membahas mengenai arti kata radikalisme, dapat dikatakan bahwa radikalisme adalah suatu paham yang menginginkan perubahan dan pembaharuan secara drastis hingga ke titik paling mendasar dari sebuah kerangka berpikir.  Lebih jauh, radikalisme bahkan menuntut terjadinya perubahan tersebut dengan cara yang paling ekstrem hingga melibatkan kekerasan baik fisik maupun nonfisik. Radikalisme   juga   kerap   dikaitkan   dengan   konsep agama yang kemudian sering disebut radikalisme agama sehingga   menjadi   persoalan   yang   berhubungan   dengan pengalaman inti, memori kolektif    dan penafsiran agama (Zuhdi, 2017:199).  Secara umum setiap agama memiliki dua fungsi:  pertama, fungsi manifesto, yaitu fungsi yang disadari betul oleh para pengikutnya sebagai manifestasi objektif dari suatu sistem sosial.  Kedua, fungsi laten, yaitu fungsi yang tidak dikehendaki secara sadar dari sistem sosial tersebut   dalam   memunculkan   radikalisme, dan   agama merupakan lahan empuk untuk menjadi crying bannerdalam melakukan tindakan radikalisme. Indonesia yang memiliki berbagai keragaman di dalamnya adalah karunia tuhan yang luar biasa dan patut untuk kita syukuri karena walaupun kita berbeda tapi kita tetap pada pemikiran, konsep, dan ideologi yang sama yaitu pancasila.

Pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia berperan dalam menyatukan berbagai keragaman yang ada sehingga sebagai warga negara indonesia sudah sepatutnya kita sama-sama menjaga dan mengamalkan pancasila dalam setiap sendi kehidupan kita. Namun, keragaman atau perbedaan yang ada di indonesia kerap kali menjadi bahan untuk memecah belah bangsa indonesia oleh orang-orang yang menginginkan perpecahan dan oleh orang-orang yang tidak menjadikan pancasila sebagai ideologi berpikir ataupun tindakan mereka. Masalah atau isu yang sering digunakan untuk memecah bangsa indonesia adalah melalui isu agama. Agama di indonesia menjadi hal yang sangat sensitif karena itu lah orang-orang yang menginkan perpecahan di indonesia menggunakan isu tersebut sebagai senjata yang paling ampuh. Dengan menggunakan agama sebagai senjata mereka maka timbul lah konflik yang melibatkan antar agama di indonesia. Banyak kasus perpecahan di indonesia yang awalnya dari konflik antar agama seperti konflik di Poso, antara umat Islam dengan Kristen, serta konflik Syiah di Jawa Timur. Para orang yang tidak menginginkan kerukunan di indonesia memanfaatkan konflik ini untuk menanamkan kebencian dan ajaran-ajaran yang bersifat radikal untuk melawan pancasila dan mencapai tujuan mereka.

Kecenderungan terjadinya konflik, perang dan terorisme tidak saja disebabkan oleh agama, tetapi oleh masalah sosio-ekonomi, politik di antara kelompok agama. Sejauh konflik dibenarkan dengan alasan relegius, orang yang bersangkutan itu sebenarnya justeru tidak setia pada iman dan agamanya. Agama diperalat, nama Tuhan dihinakan oleh egoisme dan kesombongan kolektif. Fenomena demikian sebenarnya bukan lagi atas nama agama, karena agama pada esensialnya adalah sikap menyembah, tunduk dan rendah hati pada yang transenden. Hal ini berkaitan dengan konsep "Jihad" yang selalu disalah artikan oleh orang-orang yang mempelajari agama hanya berdasarkan text book atau secara textual. Padahal jihad bukanlah membunuh orang yang tidak berdosa secara sengaja namun hal itu diputarbalikkan oleh orang yang terlalu radikal dalam mempelajari agama. Tentunya hal ini menjadi seperti sebuah penghinaan untuk agama islam karena orang yang non muslim tentu menafsirkan bahwa agama islam mengajarkan kepada umatnya untuk membunuh padahal kenyataannya adalah tidak. Ajaran dalam agama memang sebuah doktrin namun, agama memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk menafsirkan sendiri dari ajaran agama nya. Karena itu lah penting untuk memahami dengan benar setiap ayat-ayat yang ada di kitab suci agar tidak terjadi salah penafsiran yang akan berakibat kebencian pada agama lain dan konflik antar agama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun