Bila Islam memiliki standar kebahagiaan yang telah dijelaskan di dalam kitab suci Al-Qur’an, kapitalisme tidak memiliki kitab suci apapun untuk memberi standar kebahagiaan kepada kita. Apakah bahagia itu yang bergelimang harta? Atau yang dikelilingi banyak wanita? Atau yang memiliki paras rupawan? Atau yang memiliki rank game tinggi? Atau yang memiliki tanda tangan artis idola? Atau yang memiliki subscriber Youtube yang banyak? Atau apa? Nah, di sinilah kapitalis membuat manusia menjadi berbeda-beda dalam memahami “standar bahagia”.
Kebutuhan Atau Keinginan?
Dalam konsep kelangkaan, kapitalisme mencoba menyamakan antara pengertian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) yang sebenarnya keduanya sangat berbeda. Kebutuhan manusia itu ada dua, yaitu kebutuhan pokok dan kebutuhan yang sifatnya hanya pelengkap saja. Kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan dan papan itu sifatnya terbatas. Bila mana manusia sudah terpenuhi kebutuhan ini, maka ia sudah hidup tanpa permasalahan yang berarti. Namun, kebutuhan yang sifatnya pelengkap itu selalu berkembang seiring tingkat kesejahteraan individunya. Walaupun seseorang tidak terpenuhi dalam kebutuhan pelengkapnya, maka ia tetap hidup tanpa permasalahan yang berarti.
Kebutuhan manusia itu sifatnya terbatas, yang tak terbatas itu adalah keinginannya. Sebagai contoh ketika manusia sudah selesai makan, maka kebutuhan pokoknya akan pangan sudah terpenuhi. Namun, manusia masih menginginkan makanan dalam porsi yang lebih dan variasi yang lain. Nah, bila melihat keinginan manusia sebenarnya tidak akan ada habisnya. Keinginan akan tetap ada selama manusia itu hidup. Inilah sebenarnya yang ingin dimanfaatkan oleh kapitalisme.
Mengetahui bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas dan terus bertambah, maka kapitalisme berpikiran bagaimana caranya agar manusia itu dapat meningkatkan daya konsumtifnya, tidak peduli apakah itu memberikan manfaat atau tidak, yang penting mereka mendapat untung sebanyak-banyaknya. Mereka mempersilahkan manusia untuk mengonsumsi apa saja yang menjadi keinginannya. Karena pada dasarnya, kapitalisme tidak memiliki standar mengenai halal atau haram sebagaimana Islam. Dan inilah yang menjadi perbedaan yang besar antaran Islam dan kapitalisme.
Apakah Islam Melarang Untuk Memenuhi Keinginan?
Pada dasarnya Islam tidak melarang kita untuk memenuhi keinginan kita selagi memiliki tujuan dan cara yang baik. Islam tidak melarang kita untuk hidup kaya raya, namun harus didapat dengan cara yang halal dan untuk tujuan yang baik dan bermanfaat, untuk bersedekah dan membantu kemajuan masyarakat misalnya. Apa pun keinginannya, yang terpenting adalah diniatkan untuk tujuan ibadah kepada Allah dan untuk kemaslahatan umat manusia.
Jadi, bahagia itu mudah, hanya dengan mengingat Allah kita sudah hidup bahagia. Hanya dengan merasa cukup akan apa yang telah Allah berikan kepada kita, kita sudah bisa hidup bahagia. Namun kapitalis nampaknya ingin memperumit standar kebahagiaan kita. Mereka mencoba membuat manusia agar tidak pernah merasa cukup akan apa yang telah didapatkannya. Manusia seakan digiring oleh mereka untuk memenuhi keinginannya yang tak terbatas, mau itu dengan cara dan tujuan yang baik atau tidak. Sekarang tinggal kita, bila kita ingin hidup bahagia, maka kendalikanlah keinginan kita.
Daftar Pustaka :
Fuadi, Ariza. “Negara Kesejahteraan (Welfare State) Dalam Pandangan Islam dan Kapitalisme”, Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, Vol. V, No. 1, Juni 2015
Sholahuddin, M. “Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Sosialis dan Kapitalis”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 2, No. 2, Desember 2001