Louis Massignon adalah seorang sarjana berkebangsaan Prancis dengan kepribadian yang mendalam dan ide-ide yang rumit. Kepribadian Louis juga mempengaruhi evolusi pikirannya. Dia adalah seorang orientalis terkenal, dan teorinya dipuji dan dipertanyakan secara luas oleh para akademisi. Perannya sebagai orientalis meningkatkan kemungkinan salah menafsirkan karyanya. Dia telah memberikan percakapan dan presentasi publik mengenai karyanya. Ia lahir pada tahun 1883 di Nogent-sur-Marne, Prancis. Nama ayahnya adalah Fernando Massignon. Dia adalah orang penting di abad kedua puluh mengenai interaksi antara Gereja Katolik dan Islam. Louis Massignon menyelesaikan sekolah menengah di Sekolah Pascasarjana Ie yang terkenal di Paris. Pada tanggal 3 Oktober 1900, ia menyelesaikan gelar sarjananya di bidang sastra dan filsafat. Dia juga menerima gelar sarjana matematika pada 23 Oktober 1901.
Massignon masuk Universitas Paris pada tahun 1900. Tahun berikutnya, ia melakukan perjalanan pertamanya ke dunia Islam, ke Aljazair, yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari Prancis. Pada tahun 1902, ia menyelesaikan lisensinya di Universitas Paris, menerima diploma sastra pada awal Oktober 1902 untuk tulisannya risalah Honore d'Urfe Louis Massignon di bawah pengawasan seorang profesor Prancis bernama Ferdinan Brunot. Dia adalah seorang sejarawan Prancis yang terkenal pada saat itu. Dari tahun 1903 hingga Oktober ia diwajibkan wajib militer. Setalah itu dia melakukan perjalana ke negara-negara Islam ke Maroko. Dalam perjalannya Louis memiliki banyak efek penting pada masa depannya.
Louis Massignon juga belajar bahasa timur di Paris State College. Pada tanggal 10 Februari 1906, ia menerima ijazah untuk bahasa Arab yang fasih dan 'ammiyah. Setelah itu, Louis Massignon menghadiri Kongres Orientalis Dunia ke-14, yang diadakan di Aljazair pada bulan April 1905. Selama kegiatan ini, ia bertemu dengan Ignaz Goldziher. Pada 23 Oktober 1906, Louis Massignon pindah ke Mesir untuk belajar di Institut Arkeologi Prancis di Kairo. Di Mesir, ia mulai mempelajari Islam . Pada bulan Maret 1907, Louis Massignon mempelajari sebuah puisi tentang Al-Hallaj dan menyatakan rasa hormat kepada penyair Persia terkenal Faridh ad-Dn al-Aththr. Perkenalannya pada puisi Islam menciptakan pengaruh abadi pada Louis Massignon, menginspirasinya untuk mempelajarinya. Sejak itu, dia mulai menyelidiki dan menganalisis Al-Hallaj. Studi Louis Massignon tentang Al-Hallaj membantu meningkatkan pendaalamnya pada kajian studi Islam. Louis mencatat bahwa tasawuf berasal dari sumber-sumber al-Qur’an.
Pemikiran Loui Massingnom tentang mistisisme tidak hanya membuat memberikan sebuah pemahaman dan wawasan yang mendalam tentang cinta Ilahi dan pengalaman spritual. Tetapi juga memberikan sebuah jembatan antara tradisi Islam dan konteks modern. Dari banyak karya Louis Massignon diantaranya The Passion of Al-Hallaj: Mystic and Martyr of Islam (1994), dalam buku ini Louis secara komprehensif membahas Al-Hallaj sebagai tokoh sufi dalam tradisi mistisisme dan juga Al-Hallaj sebagai seorang martir yang rela mengorbakan dirinya demi cinta Ilahi. Tema Al-Hallaj menjadi tema paling penting dari tasawuf yang diteliti oleh Louis, dengan konsep hulul sebagai ajaran Al-Hallaj sebagai bentuk proses kefanaan yang mengacu pada pelepasan ego dan menghilangkan identitas pribadi seseorang untuk mencapai persatuan dengan Tuhan.
Louis dalam karyanya menceritakan pendapat para sufi tentang al-Hallaj dan Junaid Baghdadi sebelum perpisahan sekitar tahun 400 H. “Suatu hari al-Hallaj bertemu dengan Junaid, dan berkata kepadanya “Akulah Kebenaran”, “Tidak” jawab Junaid, dengan kebenaranlah engkau ada”. Adapun peristiwa yang berbeda. Suatu hari al-Hallaj menggunjungi rumah Junaid; “Siapa di sana?”tanya Junai” Al-Hallaj menjawab “Kebenaran (Haqq)”, “jangan katakan kebenaran.” Tiang gantung apa yang nodahi dengan darah mu!” Menurut Attar, dalam kutipan Louis, bahwa Junaid seharusnya telah membuat ramalan ini kepadanya setelah kembali dari ziarah pertamanya.
Massignon berpendapat bahwa klaim al-Hallaj dalam ucapan tersebut sebagai bentuk menyatakan kebenaran transendental dengan Tuhan yang tidak dapat dicapai dengan bahasa biasa. Hal itu lebih dari pernyataan biasa tidak sekedar klaim individualistik, tetapi penyatuan jiwa dengan sang kekasih yang melampai pemahaman rasionalitas juga pernyataan universal tentang pengalaman Ilahi yang bisa dimiliki oleh setiap orang yang benar-benar dekat dengan Tuhan. Dalan ajaran-ajaran al-Hallaj terdapat konsep yang disebut Hulul yang juga berkaitan dengan konsep Nur Muhammad yaitu konsep yang menegaskan emanasi wujud segala sesuatu, termasuk para Nabi cahaya Muhammad (alam Azali).
William Chittik dalam karyanya Sufism: A Beginner’s Guide,2028 berpandangan bahwa tahap kesempurnaan seorang manusia untuk mencapai puncang tertinggi dengan Allah, salah satunya dengan mengucapkan nama-nama terbaik Allah yang mencakup segalanya (al-ism al-jami), sehingga tahap kesempurnaan manusia sepenuhnya kadang-kadang disebut “Menyatu dengan Allah” (ta’alluh) penyatuan dengan Allah.
Louis Massignon mengatakan bahwa bahwa fana adalah pemusnahan kesombongan, pengesongan jiwa dari dunia, Massignon juga menilai bahwa fana dalam konteks al-Hallaj bukan hanya sekedar bentuk penyangkalan diri atau meniadakan keinginan dunia melainkan sebuah tahapan bersatu dengan Tuhan, atau meyerahkan diri secara total kepada Allah SWT.Al-Hallaj ketika dieksekusi mengambarkan sebagai seorang martir yang mengorbakan diri di hadapan Tuhan dengan penuh cinta. Oleh itu, untuk mencapai dan mendapatkan cinta Ilahi dalam kehidupan kita perlu menggorbakan diri secara total dari dunia yang bersifat meteri, juga melepaskan ke-Aku-an yang melekat pada emosi dan ego. Pengorbanan cinta Al-Hallaj juga menjadi simbol bahwa untuk menemukan cinta Ilahi seseorang harus mampuh melewati tahapan pengalaman spritual yang tidak biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H