Situasi bangsa saat ini semacam mengalami dilema dipenghujung jalan, pernyataan ini diajukan sebagai legalitas  untuk mempertanyakan dimana sebenarnya posisi kekuasaan dalam menjawab problematic yang krusial menyangkut dengan kondisi sosial, politik, ekonomi bahkan budaya yang semakin tidak terjaga dalam kehidupan berbangsa, bernegara. Semenjak Indonesia merdeka, tatanan sosio-politik bangsa terjadi polemic yang tidak bisa di hindari.  Dalam konstalasi global yang memiliki tekanan  kekuatan besar adidaya, AS dan Rusia, China menjadi kekuatan ekonomi juga militer dunia yang kuat dalam pertarungan perdagangan internasional.  Pada akhirnya negara dunia ketiga menjadi ancaman besar  juga subjek taktis yang di eksploitasi dengan sistem perdagangan  yang disepakati.Â
Domokrasi sebagai sistem pemerintahan yang menggedepankan sebuah kebebasan individu juga prinsip-prinsip kesetaraan politik, telah menjadi sebuah cita-cita negara di dunia. Etika dalam suasana demokrasi selalu dijaga dan menjunjung tinggi tanpa melibatkan konflik identitas yang meretakkan sebuah prinsip-prinsip tersebut. Namun dalam kenyataannya, demokrasi kita saat ini sering kali menghadapi sebuah tantangan besar yang terjadi secara jelas, juga mempengaruhi stabilitas dan keberlanjutan cita-cita bangsa. Tantangan yang bisa kita gambarkan adalah "hantu dalam demokrasi" kekuatan-kekuatan tersembunyi itu bisa kita sifatkan dengan identitas anonimitas. Hantu dalam demokrasi itu mengarahkan sistem politik tanpa terlihat secara jelas. Fakta ini bisa dibaca dengan analisis dan bukti data yang kuat, namun kekuatan terselubung itu tidak mampu di raba hanya dengan teori politik dan analisis spekulasi yang  tidak teruji. Kita perlu melihatnya dari perspektif yang lebih luas, melalui analisis yang berbeda dengan tinjauan berbeda ataupun dengan pendekatan lebih kritis.Â
Dalam kontestasi politik kekuatan-kekuatan tersebut masuk dalam proses politik yang dijalankan oleh suara rakyat yang bebas dan adil. Namun, ada sebuh cela yang tidak bisa dilihat oleh kita. Kata " hantu " dalam demokrasi merujuk pada faktor-faktor yang mengarah pada merusak integrasi dan transparansi sistem demokrasi, seperti korupsi, manipulasi opini publik, pengaruh asing dan bahkan intervensi elit politik yang senantiasa berusaha mengendalikan kebijakan atas dasar kepentingan mereka. Meskipun tidak terlihat, " hantu " ini dapat merusak sebuah dasar demokrasi, mengarah pada ketimpangan, ketidakadilan juga ketidakseimbangan dalam proses pengambilan keputusan.Â
Dalam konteks yang anonim "hantu" bisa juga diartikan sebagai upaya memanipulasi opini publik juga bahkan sebagai tangan-tangan tersembunyi yang mengintervensi proses pemilu. Saya kemudian bertanya" akankah pendekatan politik selalu mengacu pada Machivellian di masa lalu menang atas idelisme dan politik yang lebih melupakan kemanusian saat ini. Argumentasi ini saya ajukan sebagai legalitas untuk mempertanyakan fenomena bangsa saat ini, yang kering mengedepankan etika global kita. Hans Kung dalam bukunya "Global Ethic for Global Politics and Economics" memberikan sebuah pandangan yang komprehensif tentang tantangan politik global dan ekonomi yang nyata serta gaya politik aktor internasional yang agresif. Peran agama yang semakin didominasi oleh kekuatan-kekuatan dunia, proporsi tersebut perlu menjadi perhatian kita saat ini sebagai anak bangsa. Belum lagi kekuasaan dan moralitas berbentrokan. Kung juga mengajukan sebuah argumen unuk menantang real politik amoral dan kebangkitan ekonomi leissez-faire yang melepaskan etika global. Sebab etika global harus menjadi fondasi oleh semua negara, dan orang-orang dari latar belakang keyakinan yang berbedah.Â
Belum lagi kita bicarakan tentang perencanaan geostrategi dan kebijakan luar negeri yang selalu berdasarkan lokasi geografis dan kepentingan strategis negara, tentu hal ini memainkan peran besar dalam keberlanjutan demokrasi. Negara-negara besar akan selalu membentuk sistem politik negara kecil sesuai kepentingan mereka. Pasca perang dingin, banyak negara saling mengkalaim diri sebagai pemimpin global, yang lebihnya adalah Amerika Serikat. Perang dingin baik blok Barat dan Timur selalu menggunakan faktor x menjadi dalil pempengaruhi negara-negara lain dengan intervensi kebijakan untuk memperluas geopolitik mereka. Hal serupa bisa di lihat dalam buku yang di tulis oleh  Timothy L. Thomas "Three Faces of the Cyber Dragon: Cyber Peace Activist Spoool Attaceker"Â
Kekuatan geostrategi  ini dapat merusak kedualatan demokrasi, belum lagi intervensi asing  dalam politik domestik dapat merubah hasil pemilu atau bahkan manipulasi kebijakan dalam jangka panjang, sehingga mempengaruhi ruang kebebasan rakyat untuk menentukan masa depan mereka. Hal ini kemudian menciptakan " hantu " untuk menguasai keputusan-keputusan strategis tanpa adanya legitimasi demokrasi. Kekuatan politik, geografi, dan ekonomi dikenal sebagai geopolitik. Dalam dunia yang semakin saling terhubung, negara-negara besar sering menggunakan geopolitik untuk mempertahankan posisi mereka di panggung internasional. Intervensi politik sering kali menargetkan negara-negara di lokasi geopolitik yang rentan, seperti yang dekat dengan kekuatan besar lainnya atau di daerah kaya sumber daya.Â
Kekuatan besar dengan perencanaan  geopolitik, misalnya, sering menargetkan negara-negara dengan cadangan energi yang signifikan atau jalur perdagangan yang vital. Sering kali, kekuatan global ini akan menggunakan "demokrasi palsu" untuk menciptakan stabilitas demi keuntungan mereka sendiri. Karena hal ini, sistem demokrasi yang seharusnya memberikan kebebasan bagi rakyat menjadi didominasi oleh kepentingan luar yang lebih besar. Karena partisipasi pihak luar, kebijakan negara ini diatur oleh kekuatan asing yang telah membuat keputusan penting, bahkan saat pemilihan masih berlangsung. Demokrasi yang sejati hanya akan terwujud jika prinsip-prinsip kebebasan dan keadilan dapat bertahan dari kekuatan-kekuatan tersembunyi yang berusaha untuk merusak atau memanipulasi proses politik demi kepentingan tertentu. Negara harus sadar akan pengaruh dari luar dan mengembangkan kebijakan yang dapat mengatasi "hantu-hantu" tersebut, menjaga agar sistem demokrasi tetap hidup dan bekerja sesuai dengan kehendak rakyat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI