Mohon tunggu...
Muhammad Arya Naufal
Muhammad Arya Naufal Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Penalar yang Bercerita

Mencoba menuliskan apa yang di nalar dan mencoba menjadi pencerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ngidam Debatin Ngidam

6 Agustus 2023   18:55 Diperbarui: 7 Agustus 2023   08:43 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mas.., kayaknya aku ngidam buat debatin ngidam deh mas", kata istri setelah nonton The Man From the Earth. 

Film ini singkatnya menceritakan bagaimana kalau ada manusia yang sudah hidup pada masa manusia purba dan ada beberapa ahli seperti psikolog, biologi, hingga keagamaan di film tersebut yang akan menjawabnya.

"Kamu kenapa ngidam kok ngidam debatin ngidam?" Tanya suami heran

"Aku pengen tau aja, menurut kamu bagaimana itu ngidam, dari latar pendidikan kamu juga kan mungkin berkaitan", lanjut istri menjawab

"Hmmm.., boleh, tapi kamu harus bisa mengontrol keadaan kamu ya pada saat kita berdebat karena kamu tau sendiri kamu hamil dan orang hamil selain secara fisik berubah, fungsi organ juga ada perubahan tapi juga emosional. Jawab suami lembut". Padahal dalam hatinya ini kesempatanku untuk mengeluarkan semua keresahan yang ada hahaha.

Sang istri pun menyuruh duduk sang suami ke sofa depan tv yang sebelumnya keluar dari kamar, sang suami menghampiri dan duduk di sebelah kiri sora dengan istri duduk menyender suami. Mereka berdua pun menyantap makan yang ada di meja depan mereka dan minum beberapa sruputan juz sambil berpikir argumen-argumen apa yang akan mereka sampaikan pada waktu perdebatan nanti.

Setelah mereka saling menatap, suami mulai berkata "ngidam itu tidak masuk akal, apa kegunaan ngidam untuk ibu hamil- kata suami. Dia juga menambahkan bahwa ngidam hanya faktor psikologis atas perubahan hormon yang di alami oleh ibu hamil. Lagipula ngidam tidak terbukti secara penelitian kalau jika tidak dituruti akan menyebabkan sesuatu pada anak yang akan lahir nanti". Selesai menyampaikan semua pendapatnya sang suami tersenyum lebar dan menatap sombong ke arah istrinya seakan dalam hati berkata "akhirnya bisa juga ngeluapin isi  pikiran ku".

Istri pun kembali menatap suami sambil mendekat ke arahnya, sambil tangan mendekat ke paha sang suami suami merasa ketakutan, ia takut istrinya mencubit dirinya parah-parah ia mungkin di tampar pahanya. Ketika tangan menyentuh paha sang suami, suami semakin takut dan tegang seperti bersiap-siap menghindari serangan namun istri hanya mengelus sang paha sang suami. Tapi yang tidak diketahui istri, suaminya semakin menjadi takut dan sikap berisap perangnya menjadi pasrah.

Ketika sang istri mengelus paha suami, ia berkata "Yang, mungkin emang benar kalau ngidam itu ga ada kaitannya dengan kelahiran anak tapi itu juga mungkin salah. Sederhananya ketika istri ngidam makan bedak itu artinya tubuh sang ibu kekurangan zat besi, ketika ingin meres susu sapi juga misalkan, itu artinya ibu hamil kekurangan kalsium dan kalau kamu aku suruh pergi melaut dan mencari ikan kakap atau telur salmon sambil dayung perahu sendiri itu artinya aku butuh asupan protein buat anak yang aku kandung. Lagi pula kan ada juga tuh perubahan emosional kan, kayak yang kamu bilang, aku juga ngalamin itu mas, emosi ku bisa berubah kaya sekarang dan kalau makin parah kan juga bisa mengganggu pola kehamilanku juga. Bener kan?", istri berbicara sangat halus pada suaminya.

Entah kenapa setelah suami mendengarkan dan memperhatikan secara jelas istrinya ia tahu jelas kalau diteruskan itu akan menjadi bencana untuknya sendiri dan akhirnya ia menyudahi perdebatan itu dengan hanya berkata "ia kamu bener, aku berangkat ke laut deh sekarang". Perdebatan mereka pun berakhir dengan suara mereka berdua yang mengisi seluruh ruang tamu..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun