seperti yang kita ketahui bahwa begal dimaknai sebagai segerombolan orang yang saling tolong menolong dan bantu membantu dalam melaksanakan maksud mereka, mengganggu orang-orang di jalanan, merampas harta benda dan tidak segan-segan membunuh. hal ini lah yang terjadi di taman raja tungkal ulu yang di alami oleh Fiki Harman Malawa (20) warga Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, yang mana di dalam kasus ini setelah beliau mencoba pembelaan diri dari pelaku begal tersebut korban melakukan pembunuhan yang di dasari pembelaan diri namun setelah tertangkapnya fiki harman malawa ini beliau di jadikan tersangkap oleh pihak berwenang namun beberapa saat kemudian berita mengenai korban begal di jadikan tersangka ini di karenakan pembelaan diri ini viral di sosial media justru kembali fiki harman malawa ini di bebaskan oleh pihak berwenang.
Apakah / Apa bila berita ini tidak viral korban begal ini tetap di jadikan tersangka? kita bisa liat pada perkataan pengamat hukum Mulyadi beliau mengatakan, seseorang yang terpaksa membela diri karena nyawanya terancam tidak bisa dijadikan tersangka. Hal itu, kata Mulyadi, diatur dalam Pasal 48 KUHP yang menyebutkan, orang yang melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa tidak dapat di pidana. dan juga di dalam aspek hukum islam juga di perjelaskan Yusuf Qardhawi menjelaskan dalam Kitab Fiqih Jihad, ayat tersebut menjelaskan bahwa pembunuhan merupakan perbuatan yang dilarang kecuali jika ada sebuah hukum (qishash) atau sebab kelaliman dari orang-orang zalim serta usaha mereka untuk membuat kerusakan di muka bumi.Â
Allah menyuruh mebela diri sebagaimana dalam firmannya-Nya Dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat:194
"Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa". (Q.S.2:194).
tentu saja menurut saya bahwa kedudukan ham di dalam kasus ini sangat penting di karenakan hal ini menyangkut hak asasi untuk hidup,Kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang dan pengasingan. Tidak ada yang berhak untuk memasukkan seseorang ke penjara tanpa alasan yang kuat atau mengirim seseorang pergi dari dari suatu negara tanpa alasan.Â
Hak memiliki properti. Setiap orang berhak memiliki sesuatu atau membaginya. Tidak ada yang harus mengambil barang seseorang tanpa alasan yang kuat.
Dalam kejadian tersebut, korban perampokan, Fiki Herman Marawa, membela diri dengan alat pel karena ancaman mengancam nyawanya.
 Meski berita ini tidak viral, namun korban perampokan tetap berstatus tersangka.
 Namun berkat perhatian di media sosial dan komentar dari pengawas hukum, korban pembegalan kemudian dibebaskan oleh pihak berwenang.
 Menurut saya, situasi hak asasi manusia dalam kasus ini sangat penting karena mencerminkan hak asasi manusia untuk hidup dan kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang dan deportasi.
 Hak milik juga harus dilindungi karena tidak ada seorangpun yang berhak mengambil barang milik orang lain tanpa sebab yang dapat dipertanggungjawabkan.
 Mereka juga mengutip  ayat 194 Al-Qur'an, Surat al-Baqarah, yang menyatakan bahwa seseorang dapat membela diri jika nyawanya terancam.
 Oleh karena itu, menurut saya, posisi HAM dalam kasus ini adalah membela korban pembegalan Fiki Harman Malawa yang membela diri karena terancam nyawanya.
 Namun perlu diingat bahwa dalam hukum pidana pembelaan diri harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada, seperti:
 Pasal 48 KUHP mengatur bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana di bawah pengaruh kekerasan tidak dapat dihukum.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H