Melihat kondisi politik saat ini, kita menyadari bahwa Indonesia berada pada persimpangan penting dalam perkembangan politiknya. Politik Indonesia yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak untuk pertumbuhan bangsa, kerap terhambat oleh kurangnya sistem meritokrasi di dalamnya.
Meritokrasi adalah sistem di mana promosi dan pengangkatan seseorang didasarkan pada kualitas, kemampuan, dan prestasi yang dimiliki, bukan terpengaruh oleh nepotisme, patronase, atau faktor-faktor politik lain yang tidak relevan. Hal ini menunjukkan perlunya mendorong perubahan yang lebih transparan dan adil dalam dunia politik Indonesia, di mana keberhasilan seseorang diukur oleh kompetensinya, bukan oleh hubungan keluarga atau permainan politik lain yang tidak seharusnya menjadi faktor penentu.
Dalam konteks demokrasi, menerapkan meritokrasi merupakan tantangan yang sulit karena keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Demokrasi berpegang erat pada prinsip utamanya yang menekankan partisipasi luas masyarakat dalam pengambilan keputusan politik, sementara sistem meritokrasi berfokus pada penilaian individu berdasarkan kualifikasi dan kemampuan. Proses demokratisasi yang melibatkan pemilih dengan beragam latar belakang dan preferensi, sering menghasilkan sosok pemimpin berdasarkan pertimbangan subjektif seperti popularitas atau afiliasi partai politik, dari pada kompetensi yang objektif.
Untuk menyelesaikan dilema antara demokrasi dan meritokrasi, diperlukan perubahan komprehensif dalam budaya politik dan sistem saat ini. Perubahan ini melibatkan reformasi pendidikan politik untuk meningkatkan pemahaman nilai-nilai demokrasi dan meritokrasi. Hal ini penting mengingat terdapat kecenderungan untuk memprioritaskan pengalaman dan usia dalam proses pemilihan dan pengangkatan pejabat publik. Dengan pendidikan politik yang kuat, masyarakat dapat lebih kritis terhadap praktik pemberian kekuasaan kepada generasi yang lebih tua, memahami pentingnya meritokrasi, dan mendorong perubahan menuju sistem politik yang lebih inklusif kepada kaum muda.
Selain itu, reformasi sistem pemilihan yang mengurangi pengaruh uang dalam politik menjadi langkah penting untuk mengatasi dilema antara meritokrasi dan demokrasi. Dengan memperbaiki aturan pemilihan dan memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pendanaan kampanye, kita dapat bergerak menuju pemilihan dan pengangkatan pemimpin yang lebih adil dan berdasarkan kemampuan. Biaya politik yang tinggi seringkali mendorong pemimpin yang lebih terpilih berdasarkan sumber daya finansial yang kuat dibanding kompetensi yang ia miliki.
Terakhir, sebagai saluran utama rekrutmen politik, perlu ada pembaharuan dalam sistem partai politik di Indonesia. Parpol perlu mempersiapkan dan memilih kadernya sebagai kandidat berdasarkan kualifikasi, bukan pertimbangan politik semata. Tujuan dari ini semua adalah menciptakan keseimbangan yang baik antara prinsip demokrasi dan meritokrasi, sehingga seorang pemimpin memiliki legitimasi dalam proses politiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H