Anomali musim waktu itu, mengukir cerita, di penghujung barat, hujan siap siaga memeluk bumi dengan erat. Ketika langit menghitam diwaktu yang amat pagi, sontak langkah kaki dilepas oleh Levi, seorang pria tangguh, yang akan memulai perjuangan, dengan asa  nilai UAS-nya aman.
Dalam perjalanan menuju istana dibawah bukit (Kampus hijau), semua upaya dilakukan, mulut tak mati mengucap mantra, kata-kata mengalir deras, teori dan pendapat para ahli terangkat menyaingi langit. Mengingat kata dosen "nilai UAS bergantung pada keaktifan diskusi" Levi tak main-main, dibenaknya; siapa peleh, siap malintang patah.
Kala itu, POLIGAMI menjadi tema beradu ide, tampak menarik, juga kontroversial. Para indigo menerawang lelaki akan dimakan habis oleh makhluk bumi yang tak perna salah. Hal tersebut sama sekali tak membuat ragu, justru sebaliknya!
"Semua soal belajar, siapa rutin tentu banyak pengetahuan." jawab Levi waktu di tanya salah satu teman
Lagi-lagi waktu bergulir tiada henti, detik ke menit berpindah tepat pukul 10:00, petanda Levi telah tiba. Di kelas semua sudah siap, tinggal menunggu perang. Tak pakai lama, Lelaki pejuang itu langsung mengambil posisi.
"Saya tidak setuju dengan poligami, sebab itu menyudutkan kesetaraan gender," ujar Lilis dengan isyarat perang kata sudah dimulai.
"Dasarnya apa?" Tanya Mance "bukannya poligami terjadi atas kesepakatan?" Lanjutnya.
Diskusi baru saja berjalan, keadaan sudah memanas. Seketika Levi angkat suara, "Meski berdasar kesepakatan, itu bukan jaminan, bisa saja karna keterpaksaan."
"Kalau sifatnya terpaksa, kenapa ada keputusan?" balas Mance "lagi pula, agama tidak melarang, asalkan lakukan dengan benar." sambungnya.
Tetiba, "janji saja tidak kau tepati, mau sok-sokan punya dua istri." Ejek Lilis