Apa jadinya jika suatu wilayah tidak dihuni oleh pemuda, maka bisa jadi wilayah tersebut tidak akan memiliki gairah, tidak ada daya kreativitas bahkan tidak menutup kemungkinan wilayah tersebut juga  tidak akan memiliki masa depan. Sebab di tangan pemudalah potensi-potensi tersebut dapat dimunculkan.Â
Namun sayangnya, hari ini Indonesia sedang menghadapi ancaman tingginya tingkat urbanisasi. Di satu sisi, Â urbananisasi memang membawa efek positif dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi namun disisi lain urbanisasi juga memberikan efek negatif, baik bagi kota sebagai tempat tujuan maupun bagi desa sebagai tempat asal.Â
Bagi kota, jika tingkat urbanisasi semakin tinggi namun tidak diikuti dengan peningkatan kualitas SDM siapa saja yang terbawa dalam arus urbanisasi, maka kelak di kota mereka hanya akan menambah panjang daftar pengangguran, perkampungan-perkampungan kumuh dan tidak tertata pun juga akan bermunculan akibatnya tingkat kriminalitas juga akan semakin tinggi.
Sedang di desa, jika para pemuda berbondong-bondong berebut kue manis yang terdapat di kota maka jumlah pemuda yang tinggal di desa akan semakin sedikit, lantas apa yang bisa diharapkan dari sebuah desa atau wilayah yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak dihuni oleh pemuda?
Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya membangun desa agaknya harus segera diupayakan. Kegiatan-kegiatan pemberdayaan untuk menciptakan lapangan kerja di desa merupakan salah satu cara agar para pemuda bersedia untuk tetap tinggal di desa dan memajukan kampung halamannya.Â
Namun jangan sampai kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa hanya difokuskan untuk mengejar keuntungan materi belaka, sebab prinsip utama dari kegiatan pemberdayaan adalah menebar kebermanfaatan. Seperti halnya pesan Rasulullah bahwa "sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya".Â
Pesan tersebut seharusnya menjadi motivasi utama dalam tiap detak dan nafas kegiatan pemberdayaan. Manusia tidak diukur kebaikannya karena banyaknya harta yang dimiliki, bukan pula karena tingginya status sosial yang melekat, bukan juga karena luasnya ilmu yang dikuasai namun manusia diukur kebaikannya atas sejauh mana hal-hal tersebut mampu memberi manfaat bagi manusia lainnya.Â
Maka seseorang maupun lembaga atau komunitas yang bergerak dalam arena pemberdayaan harus terus mengukur apakah kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat memberikan manfaat bagi sekitarnya atau justru menebar ancaman dan kekacauan bagi sesamanya.
Salah satu komunitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial kemasayarakatan, Arsa Solo, telah membuktikan bahwa keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat adalah dalam rangka untuk menebar kebermanfaatan.Â
Komunitas yang baru berusia dua tahun ini memiliki kegiatan-kegiatan yang seringkali kegiatan tersebut dilaksanakan di pelosok-pelosok desa dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di desa tersebut. Kegiatan terbaru mereka adalah "Aku Sehat" yang dilaksanakan di TBM Panggon Sinau, Dusun Jayan.Â
Dalam kegiatan tersebut, terasa sekali bagaimana para pegiat Arsa Solo berbagi kebahagiaan, melempar senyuman dan terus aktif bergerak dan menggerakkan para pemuda desa agar turut serta terlibat dalam tiap sesi kegiatan. Arsa Solo telah berhasil memberikan contoh bagaimana sebuah komunitas dapat terjun langsung ke masyarakat dengan membawa misi pemberdayaan dengan motivasi utama yaitu menebar kebermanfaatan namun dengan bungkus kegiatan-kegiatan yang menggembirakan.Â