Irfan menjelaskan bahaa jika di Indonesia semua kantor maupun lembaga pendidikan akan tutup dan penerangan akan padam di saat jam telah selesai jam kerja. Namun di Korea Selatan semua kantor dan lembaga pendidikan khususnya kampus terbuka selama 24 jam. Karena seluruh civitas akademika memiliki kartu yang dapat membuka pintu kantor dan mengakses sarana prasarana lainnya dengan kartu tersebut.
Hal lain yang perlu diadaptasi oleh Irfansyah selama berada di Korea Selatan adalah dalam memilih makanan yang bebas dari kandungan babi.
Berbagai makanan di Korea Selatan termasuk mie instan, coklat hingga permen kebanyakan mengandung babi. Sehingga sebelum membeli Irfan selalu mengecek kandungan makanan tersebut baik dengan membaca kemasannya atau memakai aplikasi Muslim Friendly Korea (MUFK).
"Awalnya masakan korea tidak cocok dengan lidah Saya tapi seiring dengan berjalannya waktu dan sadar bahwa akan tinggal di sini cukup lama maka saya mencoba beradaptasi dan saat ini sudah cukup terbiasa memakan masakan korea,” papar Irfan.
Irfansyah juga menceritakan kendala lain hidup di Korea Selatan adalah dalam mencari tempat shalat. Masjid atau mushola sangat sulit ditemukan, sehingga Irfan sering melaksanakan shalat di stasiun kereta atau di pojokan suatu tempat yang sepi.
Selain itu juga kondisi cuaca dingin di Korea Selatan juga terkadang cukup membuat tidak nyaman. Pasalnya di Korea Selatan terkenal memiliki humidity yang rendah saat musim dingin datang. Hal ini membuat kulit dan bibir menjadi pecah-pecah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H