Anak Itu Bernama Panama Syahbandariah
: kredo 1
telah kukalahkan bulan esok
tahun yang mengangkat langkah
namun patah; jembatan itu dirisau usia
oleh siapa?
tanya lupa tanya lusa
olehku
atau olehnya
tentu boleh kau bertanya
pada dinding yang kejam
diam mengonjang-ganjing depan
bukan untuk melewatkan kisah
ataupun pasrah
namun boleh kau bertandang
ke gubuk reyot ini
yang atapnya hujan
penuh lumpur penuh lahan tempur
tanpa usai
dimaki carut-marut keadaan
lantas siapa keluh
yang menyambut kesah; lusa
jika percaya pada lalu
menganggap doa sebagai umpan
untuk dilumat garis-garis ragu
kau boleh bertanya
sebelumnya adakah pohon bertunas akar
yang keras setajam oak-oak raksasa
betapapun angin segar menimpuk
tetap tegar; kekar mekar
tak juga ada
tak juga tersisa
itu mimpi katamu
sebab dinding ini keropos
sujud-sujud mesra dibandingkan manusia
kau anak lelaki tak berwajah
penuh luka
borok dimana-mana
hingga diludahi oleh kecaman jaman
siapa disana?
pintu depan diketuk dengan mesra
masuklah; tapi jangan kau ludahi lagi
duduklah
ini meja penuh kata penuh kalimat
tak perlu bertanya kapan aku memulai
silahkan kau mulai
debu; ya disini debu
sengaja kutinggalkan
serta beberapa rayap yang subur
agar rakyatnya menjadi saksi
bukan bisu
bukan pula tak ada
sejenak kau tertawa di belahan bumi
sedang surat terbaca
sesempat lalu
hingga tak terbalas
sudah sepekan; kotak ini penuh gerimis
elegi-elgi yang rongsok
subuh yang dieramkan
hingga lahir erangan bayi tanpa nama
tanpa ibu
yang ditinggal pergi
lalu mau kemana lagi?
kau boleh bertanya
tentang asal-usul
serta inisial-inisial lalu
dan pikirkanlah maklumat esok
untuk kau bombardirkan kasat mata
di depan pagi
sebelum fajar menyiangi hangat
keji itu sudah biasa dilumat
hingga kenyang
tak lagi lapar; pengemis
bukan hanya bait-bait ejekkan
aku dilahirkan dari perut wanita
bukan tanpa cobaan
tapi doa; dari malaikat sebelah kanan
dan kiri yang bertasbih
sedang kau boleh bertanya
KAFIR!
kaum yang melupa siapa
bukan, bukan salah mereka
kita sama, bernyawa
pekat dunia; napas
sedang kau boleh merias diri
serta awan-awan kabut
jangan teruntuk manusia lain
YA KARIM
bukan untuk dilafaskan hingga lupa
kita sama; hanya saja kau lengkap
dan aku sebatang kara
ya; di jalan kurobek batas usia
hingga mengemis; kau berkata
KAFIR!
termasuk ibu yang melahirkan
kalian sama
dan kau teriak sekencang bumi
meminta nyawanya kembali
ANAK KAFIR!
YA ALLAH, YA RABB...
jika langkah; semesta ini penuh kaum
berlogika kiri
lahirkan aku sebagai hewan
yang pantas dicaci
atau dilempar makian
semacam hari; sepanas erosi tiada sudah
kau boleh bertanya
kepada siapa pesan itu
kepada lalu
dan akulah penyambung lidah
pintu di depan berbalut angin
tinggal kau masukkan beberapa kata
tak perlu salam
tak perlu nama
kau mengira tapap-tapak itu tak merias
sedang ibu entah dimana
ayah sedang asyik berdoa
sujud-sujudnya tak kudengar
lagi
dan kau di belahan bumi
bertanya-tanya; sesal
atau bahagia
karena lontaran itu membatu
otak kian meluas
dan di jalan menuju esok
kau boleh bertanya
untuk siapa manusia dilahirkan
atau diperjualbelikan
kata campur darah
-luka
Jambi, 15 Desember 2013
M.A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H