Mohon tunggu...
The Story Of Panama
The Story Of Panama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Editor dan Penterjemah 081994443847 Pin : 75893BAC Riwayat Penulis Penulis bernama lengkap Muhammad Ardiansyah, kelahiran Jambi, Sudah mengeluti dunia sastra dan seni lukis sejak duduk dibangku SMP, diantaranya cerpen, esai, puisi dan naskah drama. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di website nulisbuku.com, jejakkubikel.com dan kompasiana.com. Beberapa karya yang telah terbit, antologi puisi Menyambut Kabut (Sabda Sastra, 2006), antologi puisi Menyirat Malam (TBPIK, 2009), antologi puisi Majelis Sastra Bandung berjudul Bersama Gerimis (MSB, 2009). Antologi puisi 250 penyair Cinta Indonesia (Pedas Publishing, 2012). Antologi cerpen Shoppingholic’s Diary (AE Publishing, 2012). Pernah mengikuti sayembara pembacaaan puisi mahasiswa/mahasiswi Universitas Pasundan Bandung (2006), pernah ikut serta dalam pembacaan sajak mengenang W.S. Rendra di komunitas Celah-Celah Langit Bandung (CCL) (2008), mengadakan teater musikalisasi Varian Iluminasi (2006) serta aktif dalam berbagai komunitas sastra yaitu, komunitas Konstruksi Puing Bandung (K-Ning, 2005-2006), Komunitas Sabda Sastra Bandung (SSB, 2006-2009), Komunitas Majelis Sastra Bandung (MSB, 2009-2010). Pernah mengadakan pameran tunggal lukisan bertema Mata (Universitas Pasundan, 2010) dengan total lukisan 105 buah. Sekarang bekerja sebagai editor karya sastra (novel, cerpen, puisi, esai, naskah drama), aktif menulis di blog serdadukataku.wordpress.com, sebagai editor lepas (2010 s/d sekarang) dan pimpinan sekaligus pelatih Teater Mata Langit Jambi. Salam budaya, berkarya adalah simbol utama dalam perjalanan hidup. http://serdadukataku.wordpress.com http://serdadukatapress.jimdo.com http://kisahpadisha.wordpress.com @serdadukata https://www.facebook.com/sahadewa.prasastra

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepasang Cinderamata : Barisan Do’a

1 April 2014   19:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:13 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selamatkan kayuhku yang kau lempar di hari ke 20 bulan memerah paruh terang/ nelangsa tinggalkan cerita candu para pelaut mimpi; gundukkan hati diubah makian anak manusia/ lalu siapa berani bertanya takdir itu perjalanan gegabah?/ sambil mengoreskan pena kau meminjam ingatanku untuk digores luka borok yang bernada peristiwa pucat pasi/ setenang riak air yang ada di mulutmu berkicau miring tentang jaman yang enggan lagi ditunggu atau dilabuh perahunya/ garis-garis tangan telah bersambung bak episode jamuan esok lusa/ pagi ialah gelombang asmara yang hening tampak merinding/ kusebut kau estafetkan doa namun tak jua beribu jendela terbuka/ gelap dan lembab di medan asa bercampur sisa puasa yang sempat diurung kalender desember/ mahoni-mahoni itu gugur dalam tanah tanpa nama/ sebab tanah tak kasat luas mata mencari/ tak ada akar ataupun daun-daun sebagai kecambah/ makian angin mencoba mencari alasan antarkan tuan punya harta melipatkan nyawa// Jambi. 31.03.2014
Serdadukata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun