Mohon tunggu...
Muhammad Aprianto
Muhammad Aprianto Mohon Tunggu... -

simple person :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Truk Sebagai Sindiran Sosial

5 November 2012   13:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:56 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jalanan semakin ramai, satu persatu kuda besi memacu laju mesinnya. Berbagai macam, tipe, variasi baik dari yang standard hingga yang penuh dengan modifikasi kendaraan berlalu lalang menghiasi sibuknya lalu lintas kota. Apalagi ketika jam kesibukan mulai membunyikan loncengnya, jantung kota terasa sesak dengan kuda besi beroda ini.

Melalui kendaraan (sepeda motor hingga mobil) dapat disimpulkan secara sementara, berandai-andai dan berhipotesis dapat dijadikan sebuah cerminan kepribadian seseorang. Ya, hipotesis melalui orang berkendara. Sebenarnya banyak hal bila diteliti mengenai kasus tersebut, maskulinitas dikaitkan dengan motorsport serta budaya kebut-kebutan dan sebagainya.

Beberapa permasalahan ini menarik jika mengkaji tulisan-tulisan yang berada di belakang truk. Moda transportasi barang angkut ini sering melintas di depan pelupuk mata kita seakan menjadi penghalang jalan untuk melihat ke depan. Sesekali perlu tengokan kita untuk mendahului moda angkut berbadan kekar ini. Namun, pernahkah menikmati sajian tulisan di belakang truk? Seperti : Kutunggu Jandamu, NEW FEAR THE ME IS 3 (nyupir demi istri), pergi karena tugas ... pulang karena beras.., Pulang malu, tak pulang rindu.., dan masih ada beberapa tulisan lainnya. Tulisan-tulisan di belakang bak truk bisa dikatakan sebagai sindiran sosial, berdasarkan realitas yang ada. Para sopir truk menjadi tulang punggung keluarga, bahkan ada istilah Bang Toyib Jalanan, karena pekerjaannya menghabiskan waktu di jalanan demi sebuah layanan jasa. Mereka rela tak pulang berhari-hari demi mengais rejeki dengan kemahiran mengendalikan kendaraan bertenaga angkut kuat ini. Belum lagi resiko-resiko di jalanan yang terkadang bersandingan dengan kelalaian hingga terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan yakni kecelakaan. Meski dengan jaminan kurang begitu menguntungkan, sopir rela mengambil resiko ini demi buah hati dan sandaran hatinya tercinta di rumah.

Tak hanya itu, semacam lelucon atau guyonan (dalam istilah jawa), sering ditampilkan secara visual dan tergambar dengan kalimat yang seronok pula. Termangu dan tersenyum kecil ketika mata ini sekilas membaca apa yang hendak disampaikan dari tulisan truk dan bisa dijadikan hiburan sembari menghirup asap yang dikeluarkan mesin truk melalui gas buangnya. Kata-kata nakal dan seronok mendominasi beberapa kalimat penghias bak truk tersebut. Bisa dikaji mengenai tulisan seronok ini, mungkin karena pergaulan dan jarang bertemunya dengan tambatan hati di rumah membuat sopir melakukan hal-hal yang menyimpang. Meneguk secangkir kopi dan ditemani oleh beberapa biduan menjadi alternatif untuk melerai lelah.

Belajar kehidupan tak hanya melalui buku, bangku sekolah, mendengarkan wejangan guru dan sebagainya. Sebenarnya belajar bisa dilakukan dimana saja, apalagi aspek kehidupan. Hal-hal kecil dan sepele bisa dijadikan pelajaran penting yang bisa diterapkan di diri kita masing-masing. Betapa kerasnya kehidupan, betapa susahnya hidup untuk mencari nafkah dengan contoh kecil melalui kehidupan supir truk dengan sahabat setianya moda berbadan kekar yang tiap hari menjadi soulmate-nya mencari nafkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun