Solusi bagi Pengungkapan Kekerasan Seksual yang Aman
Artikel berjudul The Role of Information and Communication Technologies in Disclosing and Reporting Sexual Assault Among Young Adults: A Systematic Review yang ditulis oleh Valerie Lookingbill dan Travis L. Wagner (2024) memberikan perspektif penting tentang bagaimana teknologi informasi dan komunikasi (ICT) berperan dalam memfasilitasi proses pengungkapan kekerasan seksual, khususnya di kalangan orang dewasa muda. Seiring berkembangnya penggunaan ICT dalam berbagai sektor, platform digital semakin menjadi ruang signifikan bagi penyintas kekerasan seksual untuk menyuarakan pengalaman mereka. Di tengah pesatnya adopsi media sosial dan alat digital lainnya, ICT menawarkan anonimitas, visibilitas, dan potensi untuk mendestigmatisasi pengalaman penyintas.
Dalam konteks ini, artikel tersebut menunjukkan bahwa 23 studi empiris yang dianalisis menemukan bahwa afordansi ICT, seperti anonimitas, memungkinkan penyintas untuk mengungkapkan pengalaman mereka tanpa takut akan stigma sosial atau ancaman langsung. Ini sangat penting, mengingat bahwa data dari Rape, Abuse & Incest National Network (RAINN) tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya sekitar 23% penyintas kekerasan seksual yang melaporkan kejadian mereka kepada otoritas formal. Ini menunjukkan ketidakpercayaan yang tinggi terhadap sistem formal dan membuat ICT menjadi alternatif yang sangat relevan. Lebih lanjut, studi ini mengkategorikan pengungkapan berbasis ICT dalam tiga kerangka: tindakan linguistik, tindakan timbal balik, dan respons budaya, yang menunjukkan bahwa platform digital tidak hanya tempat untuk berbicara, tetapi juga untuk berkolaborasi dan membangun solidaritas di antara penyintas.
Pengungkapan berbasis ICT telah menjadi bagian integral dalam lanskap sosial modern, terutama di kalangan generasi muda, yang umumnya lebih terbuka terhadap penggunaan teknologi digital sebagai sarana komunikasi.
Artikel The Role of Information and Communication Technologies in Disclosing and Reporting Sexual Assault Among Young Adults menyoroti pentingnya afordansi ICT dalam pengungkapan kekerasan seksual. Salah satu poin utama yang diangkat adalah bagaimana anonimitas di platform seperti Reddit dan Twitter memberikan perlindungan bagi penyintas saat mereka berbagi pengalaman yang sensitif. Dalam studi ini, 81% dari penyintas yang menggunakan Reddit memilih untuk mengungkapkan identitas mereka secara anonim (Lookingbill & Wagner, 2024). Ini sangat relevan dalam konteks budaya di mana stigma dan rasa malu sering kali menghambat pengungkapan, terutama bagi komunitas yang terpinggirkan seperti minoritas rasial.
Selain anonimitas, visibilitas adalah elemen kunci dalam pengungkapan berbasis ICT. Penggunaan hashtag seperti #MeToo di Twitter meningkatkan visibilitas pengalaman penyintas, memungkinkan mereka untuk terhubung dengan komunitas yang lebih luas. Pada tahun 2020, tagar #MeToo telah digunakan lebih dari 19 juta kali, menunjukkan betapa besarnya dampak ICT dalam membangun gerakan sosial global (Mendes et al., 2019). Studi ini juga menemukan bahwa 65% penyintas yang menggunakan platform ini merasa lebih nyaman berbagi pengalaman mereka secara online dibandingkan dengan lingkungan formal seperti kantor polisi atau rumah sakit. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa hanya 15-25% penyintas di Amerika Serikat yang melaporkan kekerasan seksual secara resmi (RAINN, 2023), menunjukkan ketidakpuasan yang luas terhadap sistem formal.
Tidak hanya itu, ICT juga memungkinkan penyintas untuk mendestigmatisasi pengalaman mereka. Platform digital memberi ruang bagi penyintas untuk mendefinisikan ulang narasi kekerasan seksual, mengubahnya dari sesuatu yang harus disembunyikan menjadi sesuatu yang bisa dibicarakan secara terbuka. Dalam konteks ini, 70% penyintas yang berpartisipasi dalam studi online mengaku merasa mendapat dukungan emosional yang lebih baik dari komunitas online dibandingkan dari interaksi tatap muka (Lookingbill & Wagner, 2024). Ini menunjukkan bahwa ICT berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana penyintas dapat berbicara tanpa merasa dihakimi atau direndahkan.
Pada akhirnya, ICT tidak hanya memfasilitasi pengungkapan kekerasan seksual, tetapi juga berfungsi sebagai platform untuk pemberdayaan dan solidaritas. Dengan meningkatnya keterlibatan sosial dalam platform-platform ini, lebih banyak penyintas merasa didukung dan diberdayakan untuk membagikan kisah mereka, sekaligus menantang budaya patriarki yang mendominasi.
Dari perspektif sistem informasi, artikel ini menunjukkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi (ICT) memainkan peran penting dalam memfasilitasi pengungkapan kekerasan seksual di era digital. Afordansi ICT, seperti anonimitas dan visibilitas, telah membantu menciptakan ruang yang aman bagi para penyintas untuk berbagi pengalaman mereka tanpa takut akan stigma atau dampak negatif lainnya. Dengan lebih dari 70% penyintas yang merasa mendapat dukungan lebih baik melalui platform digital, jelas bahwa teknologi ini bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga alat pemberdayaan sosial dan emosional.
Namun, meskipun ICT telah memberikan peluang besar untuk perubahan sosial, tantangan tetap ada, terutama dalam merancang platform yang lebih inklusif dan aman bagi semua kelompok, termasuk mereka yang memiliki identitas terpinggirkan. Implikasi dari penelitian ini menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam pengembangan platform digital yang mendukung, dengan melibatkan perancang teknologi, peneliti sosial, dan pembuat kebijakan. Dengan demikian, masa depan ICT dapat lebih mendukung penyintas kekerasan seksual, sekaligus mendorong perubahan sosial yang lebih luas.
Penelitian ini menjadi bukti bahwa teknologi dapat dan harus dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan emosional dan sosial para penggunanya, terutama dalam kasus-kasus sensitif seperti kekerasan seksual.