Sebagai seorang Mahasiswa, saya memiliki tanggung jawab besar untuk belajar dan mengamalkan ilmu yang saya dapatkan, bahkan lebih dari itu saya juga harus mengabdi kepada masyarakat untuk bisa memberikan stimulasi dan edukasi yang baik, namun di balik saya menjadi mahasiswa ada dinamika mengerikan seolah saya hidup di bangsal Isolasi.
Bangsal Isolasi ini kami representasikan dari kata Miniatur Negara yang katanya kaya akan budaya pengetahuan kedaulatan serta kebebasan, namun realitanya Miniatur Negara ini menjadi tempat pembunuhan yaitu pembunuhan Karakter, saya kadang bertanya sebagai orang yang aktif menjadi mahasiswa menanyakan dimana letak kedaulatan serta ilmu pengetahuan itu.Â
Pembunuhan karakter ini terjadi berulang ulang kali, dari mahasiswa yang tidak boleh berekspresi atau menyampaikan aspirasi, mahasiswa yang selalu di tuntut sama karakternya dengan orang yang memiliki kuasa di Miniatur Negara tersebut, kadang aku bertanya bukankahÂ
Salah satu aspek penting dalam proses ini adalah menjaga dan menghargai jati diri mereka. Sayangnya, terkadang ada pihak-pihak tertentu yang berusaha untuk mengambil alih atau menghilangkan jati diri mahasiswa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jati diri mahasiswa adalah sesuatu yang unik dan berharga. Setiap mahasiswa memiliki latar belakang, pengalaman, dan perspektif yang berbeda-beda. Keberagaman ini justru menjadi kekuatan dan kekayaan bagi kampus kita. Ketika jati diri mahasiswa dihargai dan difasilitasi, mereka akan tumbuh menjadi individu yang percaya diri, kritis, dan mampu memberikan kontribusi yang bermakna bagi masyarakat.
Sayangnya, ada beberapa praktik Dosen yang dapat mengancam jati diri mahasiswa salah satunya Indoktrinasi ideologi tertentu: Terkadang ada upaya untuk memaksakan mahasiswa mengikuti suatu ideologi atau pandangan tertentu, tanpa memberikan ruang bagi mereka untuk berpikir kritis dan mengembangkan pemikiran mereka sendiri, seperti konsep barokah yang di sampaikan oleh penguasa otoriter itu.
Selain dari itu ada konsep homogenisasi budaya dimana konsep ini berupaya untuk menyeragamkan mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya, sehingga menghilangkan keunikan dan kekayaan yang mereka bawa, seperti memaksa mahasiswa harus juara biar sama dengan mahasiswa yang selalu juara.Â
Diskriminasi dan marginalisasi adalah perlakuan yang tidak adil atau bahkan penindasan terhadap mahasiswa yang tidak terlalu mematuhi dan tidak percaya terhadap konsep barokah yang di jargon kan oleh penguasa itu. Tekanan akademik berlebihan: Tuntutan akademik yang terlalu tinggi atau tidak realistis, yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada mahasiswa, sehingga menghambat perkembangan kepribadian mereka, seperti potong rambut memakai outfit yang bagus, dan di tuntut harus cepat cepat bayar UKT, meskipun fasilitas dan akomodasi tidak terwadahi.Â
Hal paling anomali Kurangnya ruang berekspresi sehingga membuat minimnya kesempatan bagi mahasiswa untuk mengekspresikan diri, baik melalui kegiatan akademik maupun non-akademik, yang dapat menyebabkan mereka merasa tertekan dan tidak dihargai, sedangkan Ilmu Pendidikan yang di tawarkan oleh KH Dewantara adalah pendidikan yang mampu memberikan pengetahuan dan edukasi terhadap Orang yang mengenyam pendidikan, serta mampu memberikan kebaikan dan kebijaksanaan dala kehidupan sosial. Bukan membunuh karakter apalagi menghilangkan jatidiri orang berpendidikan.Â
Dan juga perlu di ketahui bahwa KH. Dewantara tidak pernah menjual tuhan untuk memberikan pendidikan dan edukasi baik terhadap orang berpendidikan, sedangkan penguasa Miniatur negara sekarang yang membunuh karakter mahasiswa selalu membawa tuhan. Catatan hitam ini saya dapatkan ketika saya sudah tahu kalau saya hidup di Bangsal Isolasi bukan Miniatur Negara.Â