Belakangan ini Penjualan Knalpot aftermarket menjadi perbincangan hangat. Pasalnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai industri produsen knalpot aftermarket dihantui keraguan. Siapa sangka profit dari penjualan produk ini sangat tinggi, namun hambatan terjadi diakibatkan regulasi yang mengatur dan kurangnya standarisasi sehingga berdampak terhadap pemasaran.
Tercatat pada beberapa bulan terakhir penjualan knalpot aftermarket mengalami penurunan sebesar 70% dari sebelumnya akibat aktivitas Razia yang dilakukan kepolisian. 70 – 80% rumah produksi knalpot aftermarket terpaksa melakukan phk terhadapat para pekerjanya dikutip dari GridOto. Dampak ini akan terus berlanjut apabila tidak segera di atasi dan berdampak terhadap kelangsungan produsen knalpot aftermarket lokal akan terancam gulung tikar.
Deputi Usaha Mikro Kecil Menengah, Kemenkop UKM, Hanung Harimba Rachman pada acara Demo Day Knalpot Aftermarket yang di selengarakan di SMESCO (25/3/2024). Menyatakan bahwa Produsen knalpot aftermarket lokal harus didukung dari sisi indrustri untuk mendukung UMKM nasional dan aturan yang harus dipenuhi serta berkolaborasi sebagai untuk mendukung pengembangan industry komponen otomotif karena memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Kebijakan yang di usung oleh Kemenkop UKM, stakeholder, dan pengusaha terkait usulan knalpot aftermarket berstadarisasi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk meningkatkan mutu produk dan pemerataan kualitas produk yang akan dipasarkan.
Hal ini muncul akibat kerancuan kepolisian yang kerap melakukan razia terhadap penggunaan knalpot brong yang tidak sesuai dengan standart dan aturan ambang batas kebisingan suara yang tidak melihat perbedaan dengan knalpot aftermarket dan tidak banyak dari pengguna knalpot aftermarket terkena dampaknya.
Penggunaan knalpot kendaraan diatur dalam undang-undang nomor 22 tahun 2029 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yakni knalpot yang layak jalan merupakan salah satu persyaratan teknis kendaraan yang dapat dikemudikan di jalan raya, sesuai dengan pasal 285 ayat (1), pasal 106 ayat (3). Sehingga dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 285 ayat (1). Pasal ini berbunyi, setiap orang yang mengemudikan motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dipidana kurungan paling lama satu bulan atau denda Rp.250 ribu.
Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia, dalam Demo Day Knalpot Aftermarket berharap agar pemerintah  dan kepolisian mampu membantu UMKM knalpot aftermarket untuk diberdayakan serta dibuatkan regulasi dan pelabelan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penggunaan knalpot aftermarket agar mudah untuk dipasarkan, mengurangi kerancuan kepolisian dalam razia knalpot brong, dan pengguna knalpot aftermarket merasa lebih aman.
Produk knalpot yang diproduksi oleh produsen knalpot aftermarket sebenarnya sudah memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 tahun 2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor. Dalam Peraturan Menteri tersebut, dijelaskan bahwa untuk motor berkubikasi kurang dari 80 cc, maksimal bisingnya 77 desibel, kubikasi 80 cc – 175 cc, maksimal bisingnya 80 desibel. Sementara untuk motor di atas 175 cc, maksimal bisingnya 83 desibel.
Pemangku kepentingan Khususnya yang menaungi bidang otomotif dan lingkungan serta stakeholder harus berkerja sama. Apabila melihat dari kondisi lingkungan dan atmosfer yang serupa. Negara di asia seperti Vietnam dengan penggemar modifikasi motor yang beragam dan sama seperti di Indonesia. Pemerintahnya membuat regulasi terkait penggunaan dari produk aftermarket tersebut.  dikutip dari lawnet.vn, di Vietnam dalam perundangan Pasal 53 tahun 2008 mengenai lalu lintas jalan. Disini dijelaskan secara merinci terkait kendaraan yang boleh dan aturan yang harus dipatuhi, terkait dengan knalpot di vietnam diwajibkan untuk menggunakan peredam agar mengurangi kebisingan dan gas buang memenuhi standar lingkungan. Hal ini dapat menjadi contoh adopsi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggapi hukum standarisasi Knalpot aftermarket
Kebijakan dan regulasi yang akan di usung terkait pemberdayaan UMKM produsen knalpot aftermarket dan labelling SNI pada produk tidaklah mudah dan cepat. Harus ada analisis mencakup regulasi dan kebijakan yang berlaku agar tercipta regulasi yang jelas dan mendetail agar tidak menimbulkan defect produk kebijakan.Â
Dalam Standarisasi ini harus terdapat sinkronisasi terhadap kebijakan dan aturan yang berlaku, Agar tidak menimbulkan kerancuan, kolaborasi dalam menciptakan kebijakan ini harus dilakukan sebagai mana peran pemerintah untuk memberdayakan masyarakatnya serta mendukung UMKM lokal sebagai penggerak roda perekonomian. Jelas melihat partisipasi konsumen Masyarakat, dengan diberikannya label SNI konsumen knalpot aftermarket tidak akan lagi takut untuk menggunakan di kendaraannya agar terciptanya simbiosis mutualisme antar pemangku kepentingan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H