Mohon tunggu...
Muhammad Amin
Muhammad Amin Mohon Tunggu... Dokter - Mahasiswa

hobi saya bermain, saya orangnya sangat sabar sekali

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Guratan Tinta Menggerakkan Bangsa

1 September 2023   04:47 Diperbarui: 1 September 2023   05:13 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Era bonus demografi yang ditandai dengan jumlah penduduk usia kerja yang besar dan berusia muda berpotensi menjadi masa pertumbuhan dan pembangunan ekonomi bagi banyak negara. Namun, secara paradoks, beberapa daerah menghadapi peningkatan pengangguran meskipun tren demografis menguntungkan ini. 

Bonus demografi, yang sering disebut sebagai "gelombang kaum muda", terjadi ketika sebagian besar penduduk suatu negara memasuki kelompok usia kerja. Fase ini menghadirkan peluang unik untuk pertumbuhan ekonomi karena rasio orang yang berkontribusi pada tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bergantung padanya. Ketika generasi muda bergabung dengan angkatan kerja, potensi peningkatan produktivitas dan inovasi meningkat, secara teoritis mengarah ke standar hidup yang lebih tinggi dan kemakmuran ekonomi.

Peningkatan angka pengangguran di era tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti berikut. Kesenjangan Pendidikan, meskipun memiliki populasi usia kerja yang besar, periode bonus demografi dapat mengalami kekurangan pendidikan dan pengembangan keterampilan yang memadai. Dalam banyak kasus, keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tidak sejalan dengan tuntutan pasar kerja yang berkembang pesat. Ketidaksesuaian ini mengakibatkan pengangguran struktural, dimana pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan keterampilan tenaga kerja yang tersedia. Terlebih, setelah adanya pandemi COVID-19 yang menjadi wabah dunia. Peralihan kebijakan pemerintah yang semula dari pembelajaran luring menjadi pembelajaran daring ternilai tidak efektif.

Alasan pertama adalah penciptaan lapangan kerja terbatas. Adanya populasi usia kerja yang terus bertambah menuntut pertumbuhan kesempatan kerja yang sama cepatnya. Namun, ekonomi mungkin tidak dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk menyerap masuknya pendatang baru ini. Penciptaan lapangan kerja yang tidak memadai menyebabkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi karena kumpulan pencari kerja yang lebih besar bersaing untuk mendapatkan posisi yang terbatas.

Asas kedua faktor pengangguran yang meningkat adalah kemerosotan ekonomi. Krisis ekonomi, kondisi saat perekonomian suatu negara mengalami penurunan yang sangat signifikan. Pada umumnya, negara yang sedang menghadapi krisis ekonomi akan mengalami penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dan naiknya harga-harga. Fluktuasi dan resesi ekonomi dapat memiliki dampak yang tidak proporsional pada negara-negara yang mengalami bonus demografi. Selama penurunan, perusahaan dapat mengurangi perekrutan atau bahkan memberhentikan pekerja, memperburuk masalah pengangguran. 

Pertimbangan terakhir adalah mengenai dominasi sektor informal. Sektor usaha informal merupakan usaha yang tidak resmi dan biasanya dimiliki oleh usaha yang berukuran kecil. Banyak faktor yang menjadi penyebab munculnya sektor informal di Indonesia. Penyebab utama adalah karena surplus tenaga kerja yang sangat besar, utamanya di Pulau Jawa. Adanya keterbatasan tanah dengan pertumbuhan penduduk yang melaju pesat telah membawa masyarakat kesulitan mendapatkan kehidupan yang layak. Di beberapa daerah, sebagian besar penduduk bekerja bekerja di sektor informal, yang tidak memiliki jaminan pekerjaan, tunjangan, dan pendapatan yang stabil. Ini dapat berkontribusi pada setengah pengangguran dan pengangguran terselubung, di mana individu bekerja tetapi tidak dalam potensi penuh mereka

Dalam setengah dekade terakhir ini, dunia termasuk Indonesia sangat terpengaruh oleh adanya wabah COVID-19. Dunia pendidikan mengandalkan cara luring dalam pembelajarannya, tetapi masih banyak rakyat indonesia yang kurang bisa memahami cara mengoperasikan pembelajaran secara luring tersebut, dengan sebutan gaptek. Seseorang yang tidak mampu menggunakan teknologi digital internet untuk menunjang keseharian dan pekerjaannya. Tidak hanya itu, kurangnya pengawasan dalam melakukan pembelajaran secara daring membuat pengguna e-learning kadang kehilangan fokus. Dengan adanya kemudahan akses, beberapa pengguna cenderung menunda-nunda waktu belajar. Perlu kesadaran diri sendiri agar proses belajar dengan metode daring menjadi terarah dan mencapai tujuan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun