Mohon tunggu...
Muhammad Amal
Muhammad Amal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa tugas belajar yang memiliki ketertarikan mendalam dalam bidang bisnis, ekonomi, sosial budaya, sastra, kesenian, dan humor. Selalu tertarik untuk mengeksplorasi gagasan dan perspektif baru. Menggabungkan wawasan profesional dengan minat yang beragam, profil ini menawarkan pandangan yang segar dan penuh inspirasi di berbagai topik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Optimalisasi Pajak sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

6 November 2024   21:59 Diperbarui: 7 November 2024   03:22 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bayangkan jika setiap tahun Indonesia kehilangan triliunan rupiah karena wajib pajak memilih untuk menghindari kewajiban mereka. Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur. Penghindaran pajak bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat kemajuan bangsa, membuat berbagai upaya pembangunan tidak bisa berjalan maksimal. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk memastikan masyarakat patuh dan sadar akan pentingnya pajak? Dengan kombinasi kebijakan sanksi yang efektif, peningkatan pengawasan yang berbasis teknologi, serta penyederhanaan proses administratif yang ramah pengguna, pemerintah dapat menciptakan strategi yang tidak hanya mengubah perilaku wajib pajak tetapi juga membangun sistem pajak yang lebih adil dan efisien. Pendekatan ini, jika diterapkan secara konsisten, dapat mengoptimalkan potensi pajak sebagai pilar pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia.

Gary Becker dalam Crime and Punishment: An Economic Approach menjelaskan bahwa individu membuat keputusan berdasarkan perhitungan untung-rugi, termasuk dalam kepatuhan pajak. Dalam konteks perpajakan, wajib pajak cenderung mempertimbangkan apakah manfaat finansial yang diperoleh dari penghindaran pajak lebih besar daripada risiko sanksi yang mungkin dihadapi. Menurut Becker, pendekatan efektif adalah dengan menciptakan keseimbangan antara keuntungan jangka pendek yang mungkin diraih dari penghindaran pajak dan konsekuensi jangka panjang yang bisa menimbulkan kerugian besar jika tindakan tersebut terungkap. Pendekatan ini mengarah pada pentingnya menciptakan "biaya" yang tinggi bagi pelanggar, sehingga dorongan untuk patuh menjadi pilihan rasional bagi wajib pajak.

Pemerintah Indonesia dapat mengadopsi kebijakan yang meningkatkan "biaya" atau risiko bagi pelaku penghindaran pajak melalui hukuman yang lebih berat atau pengawasan yang ketat. Langkah-langkah ini dapat berfungsi sebagai pencegah yang kuat, sehingga wajib pajak lebih cenderung patuh daripada mengambil risiko. Namun, penerapan sanksi yang terlalu keras harus dilakukan dengan bijak agar tidak menciptakan ketakutan berlebihan di kalangan wajib pajak yang patuh, yang justru dapat merusak kepercayaan terhadap sistem pajak dan mengurangi motivasi kepatuhan secara sukarela. Agar pendekatan ini efektif, penting pula untuk mengintegrasikan teknologi dalam pengawasan, sebagaimana dianjurkan oleh teori Allingham dan Sandmo.

Di sisi lain, Shlomo Yitzhaki dalam Tax Avoidance, Evasion, and Administration menekankan pentingnya pengelolaan administrasi yang efektif untuk mendorong kepatuhan, yang mencakup edukasi, penyederhanaan pelaporan, dan transparansi penggunaan pajak. Edukasi menjadi langkah awal yang penting agar masyarakat memahami pentingnya kontribusi pajak mereka bagi pembangunan, sehingga mereka merasa lebih terlibat dan terdorong untuk patuh. Penyederhanaan proses pelaporan dan pembayaran pajak mengurangi hambatan administratif, memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya tanpa kerumitan. Transparansi dalam pengelolaan pajak juga dapat meningkatkan kepercayaan publik; ketika masyarakat melihat bahwa pajak mereka berdampak positif pada pembangunan, mereka akan lebih terdorong untuk berkontribusi. Dengan demikian, pendekatan yang mencakup sanksi yang tepat, pengawasan berbasis teknologi, dan administrasi yang baik menawarkan solusi holistik untuk meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia.

Meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia memerlukan pendekatan yang menyeluruh, mencakup aspek ekonomi, pengawasan, dan administrasi yang saling mendukung. Dengan menerapkan teori ekonomi Gary Becker, yang menekankan keseimbangan untung-rugi, teori pengelakan pajak dari Allingham dan Sandmo, serta pendekatan administratif Yitzhaki yang fokus pada edukasi dan transparansi, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kepatuhan wajib pajak secara alami. Wajib pajak perlu memahami risiko ekonomi dan konsekuensi hukum dari menghindari pajak, sementara proses pelaporan yang lebih mudah dan transparan akan mengurangi hambatan administratif yang sering kali menjadi alasan penghindaran pajak. Pendekatan ini tidak hanya efektif dalam memastikan pemenuhan kewajiban tetapi juga memperlakukan wajib pajak dengan lebih manusiawi, mendorong mereka untuk terlibat dalam pembangunan negara. Dengan demikian, kepatuhan pajak tidak hanya berfokus pada jumlah yang terkumpul, melainkan juga membangun kesadaran kolektif untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan bersama, sehingga menciptakan ekonomi yang lebih stabil dan berkeadilan bagi Indonesia di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun