Kebijakan penetapan harga bahan pangan memainkan peran penting dalam mendukung kesejahteraan petani dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Mengingat pentingnya sektor pertanian di Indonesia, yang menyumbang sekitar 12,98% terhadaps Produk Domestik Bruto (PDB) dan mempekerjakan lebih dari 26% tenaga kerja pada tahun 2023, pengaturan harga pangan yang adil menjadi vital bagi keberlanjutan ekonomi dan kesejahteraan sosial (BPN, 2024). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 menunjukkan bahwa harga komoditas pangan utama seperti beras, jagung, dan kedelai mengalami fluktuasi signifikan dalam dua tahun terakhir, yang tidak hanya memengaruhi pendapatan petani, tetapi juga daya beli masyarakat. Misalnya, pada Januari 2023, harga beras mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5-10% dibandingkan tahun sebelumnya, yang menambah tekanan bagi konsumen, tetapi belum tentu menguntungkan bagi petani kecil akibat biaya produksi yang turut meningkat.
Sejumlah kebijakan pemerintah, seperti subsidi pupuk dan program harga pembelian pemerintah (HPP) untuk produk pangan tertentu, dirancang untuk melindungi petani dari ketidakpastian harga pasar. Namun, efektivitas kebijakan ini masih menjadi perdebatan, terutama karena tantangan distribusi yang merata dan tingginya ketergantungan pada impor untuk beberapa komoditas penting. Dari penentuan harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka dampak seperti apa dari adanya kebijakan penetapan harga pangan terhadap kesejahteraan petani dan implikasi ekonomi yang lebih luas. Bagaimana kebijakan harga yang tepat dapat mendukung pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan, sekaligus menjaga keseimbangan antara kepentingan petani dan konsumen.
Harga dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menilai suatu barang yang ditawarkan. Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk apabila memungkinkan) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya harga adalah sesuatu yang harus diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keunggulan yang ditawarkan oleh pemasaran perusahan (Muspirah, 2021). Berkaitan dengan hal tersebut kita tahu bahwa ada nilai tawar (kualitas produk) yang di harapkan oleh konsumen terhadap pemberian nilai harga pada suatu produk, disini kita khususkan yaitu tanaman pangan. Kurva kebijakan HPP terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen disajikan pada Gambar 1. Keseimbangan awal adalah pada kuantitas Q0 dan harga P0. Tanpa adanya intervensi kebijakan harga, saat panen raya kurva penawaran petani akan bergeser ke kanan pada kuantitas Q1 dan harga jatuh ke P1. Oleh karena itu, pemerintah melakukan intervensi dengan melakukan pembelian sebesar HPP. Pembelian pemerintah diharapkan dapat meningkatkan permintaan beras dan harga ke P2 (Ellis 1993; Pindyck dan Rubinfeld 2014; Just et al. 2004; Kusumaningrum 2008).
Kebijakan penetapan harga bahan pangan, khususnya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras pada tahun 2024, dirancang untuk melindungi pendapatan petani dan memastikan harga yang stabil di tengah ancaman spekulasi dan ketidakpastian harga saat panen raya. Pada tahun 2024, Badan Pangan Nasional (NFA) menetapkan HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp6.000/kg dan gabah kering giling (GKG) di gudang Bulog Rp6.300/kg. Harga ini mengalami penyesuaian dari tahun sebelumnya untuk menyesuaikan inflasi, biaya produksi, dan kualitas produk. Selain itu, kebijakan fleksibilitas harga diterapkan untuk mencegah anjloknya harga saat panen raya, terutama karena musim panen utama pada tahun ini bergeser ke April akibat faktor cuaca. Dalam konteks ini, kebijakan HPP menjadi jaring pengaman untuk memastikan harga gabah tetap stabil selama panen raya, ketika produksi nasional diproyeksikan mencapai 5,31 juta ton pada April 2024. Penyerapan oleh Bulog juga ditargetkan lebih tinggi untuk mendukung stabilitas pasar. Mekanisme HPP dilakukan dengan cara pemerintah membeli cadangan beras sesuai target minimum penyerapan beras oleh Badan Urusan Logistik (BULOG) yaitu kurang lebih 3,9 juta ton tiap tahunnya. Setelah itu terjadi fluktuasi sesuai dengan kebutuhan dari tahun tahun selanjutnya. Pemerintah berharap melalui kebijakan HPP akan berdampak pada produksi padi meningkat untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri, stabilitas harga padi,pendapatan petani dan usahatani padi meningkat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pengembangan ekonomi pedesaan (Maulana, M., & Rachman, B., 2011 dan BKP, 2013)
Pengawasan ketat juga diimplementasikan oleh pemerintah untuk memastikan HPP berjalan efektif dan tepat sasaran. Ini mencakup pendampingan lapangan yang bertujuan untuk menghindari penurunan harga akibat ulah spekulan yang kerap menekan harga pasar di tingkat petani. Selain kebijakan HPP oleh BULOG, Kementerian Pertanian, dan lembaga terkait lainnya bekerja sama melalui program-program seperti UPLAND, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi petani dengan memberikan dukungan teknologi dan inovasi. Hal tersebut sejalan dari pemberian nilai harga berdasarkan dari penjagaan kualitas produk (Muspirah, 2021).
Di sisi lain, pemerintah juga menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras, yaitu Rp10.900--Rp14.800/kg tergantung zonasi wilayah. Ini bertujuan menjaga keterjangkauan harga bagi konsumen sekaligus memastikan margin yang cukup bagi pelaku industri beras. Dengan meningkatnya harga pangan global, pengendalian harga di tingkat domestik menjadi langkah strategis untuk menekan inflasi dan memastikan ketahanan pangan (BPN, 2023)
Kebijakan HPP dan HET tidak hanya diharapkan melindungi petani dan konsumen dari fluktuasi harga, tetapi juga memainkan peran penting dalam ketahanan pangan nasional. Langkah ini bertujuan memastikan ketersediaan bahan pangan dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat luas, sekaligus mendorong sektor pertanian yang lebih produktif dan berdaya saing di pasar domestik dan global. Kebijakan penetapan harga bahan pangan yang efektif dan adil adalah salah satu elemen kunci dalam mendukung kesejahteraan petani dan menjaga ketahanan pangan nasional. Kebijakan harga yang memperhitungkan biaya produksi, harga pasar, dan keterjangkauan konsumen dapat memberikan dampak positif yang signifikan, mulai dari meningkatkan pendapatan petani, mendorong peningkatan produksi, hingga memperkuat ekonomi pedesaan.
Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada kolaborasi yang erat antara pemerintah, pelaku industri, dan komunitas petani itu sendiri. Kebijakan yang hanya fokus pada salah satu aspek, seperti subsidi tanpa perbaikan distribusi, berpotensi tidak mencapai sasaran secara efektif. Oleh karena itu, pengawasan dan evaluasi berkala terhadap kebijakan harga pangan sangat diperlukan untuk menyesuaikan respons terhadap perubahan ekonomi dan kondisi pasar global. Dengan pendekatan kebijakan harga pangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, diharapkan kesejahteraan petani dapat terjamin tanpa memberatkan konsumen, serta dapat mendorong tercapainya ketahanan pangan yang lebih kuat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka
Badan Ketahanan Pangan. (2013). Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan 2002-2012. Februari 24, 2016. http:// bkp.pertanian.go.id
Badan Pangan Nasional. (2023, Maret). Badan Pangan Nasional Umumkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras serta Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras Terbaru. https://badanpangan.go.id/blog/post/penetapan-hpp-gabah-dan-beras-yang-tepat-langkah-optimis-pemerintah-jaga-asa-petani-dan-dukung-produksi-beras-dalam-negeri
Badan Pangan Nasional. (2024, Juli). Penetapan HPP Gabah dan Beras yang Tepat, Langkah Optimis Pemerintah Jaga Asa Petani dan Dukung Produksi Beras Dalam Negeri. https://badanpangan.go.id/blog/post/badan-pangan-nasional-umumkan-harga-pembelian-pemerintah-hpp-gabah-dan-beras-serta-harga-eceran-tertinggi-het-beras-terbaru