Mohon tunggu...
Muhammad Alfatih Murod
Muhammad Alfatih Murod Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pejalan kaki

Nyaman mengungkapkan pikiran lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Zakat Untuk Makan Bergizi Gratis, Mungkinkah?

30 Januari 2025   14:33 Diperbarui: 30 Januari 2025   14:33 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan Bergizi Gratis (Sumber: indonesia.go.id)

Beberapa waktu yang lalu kita dihebohkan dengan wacana pemanfaatan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) dalam program makan bergizi gratis. Hal ini terjadi setelah Ketua DPD RI, Sultan Najamudin mengusulkan agar pendanaan program makan bergizi gratis juga diambil dari dana zakat. Ia beralasan bahwa program makan bergizi gratis saat ini tidak memungkinkan untuk sepenuhnya diambil dari APBN, sehingga perlu adanya partisipasi masyarakat di dalamnya yang mana hal ini diwujudkan lewat pelibatan zakat dalam pendanaan program makan bergizi gratis.

Meskipun pada akhirnya wacana ini ditolak mentah-mentah, namun pernyataan tersebut terlanjur menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan karena syariat Islam telah mengatur siapa saja yang dapat menerima zakat. Mengacu pada QS. At-Taubah ayat 60, zakat hanya boleh disalurkan kepada delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab (hamba sahaya atau kelompok yang tertindas dan teraniaya dalam konteks kontemporer), gharim (orang yang berhutang untuk keperluan hidupnya), fiisabilillah, dan ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan untuk taat kepada Allah). Adapun, untuk makan bergizi gratis merupakan permasalahan yang sejauh pengetahuan penulis tidak ada contohnya di masa kehidupan Rasulullah saw.

Namun, tidak semua permasalahan yang tidak terdapat di zaman Rasulullah saw tidak ada ketetapan hukumnya. Para ulama kontemporer berselisih pendapat mengenai pemanfaatan zakat untuk hal-hal yang seperti ini. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pendapat mengenai tafsir dari frasa fiisabilillah. Pendapat yang pertama, yang merupakan pendapat mayoritas ulama, menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai fiisabillah adalah aktivitas jihad atau membela agama Allah di dalam medan pertempuran. Dengan pendapat yang demikian maka tertolaklah wacana penyaluran zakat untuk makan bergizi gratis.

Pendapat yang kedua merupakan pendapat yang disampaikan oleh Imam ar-Razi dalam kitabnya yang berjudul Tafsiru al-Fakhri ar-Razi. Di dalam kitabnya Imam ar-Razi menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai fiisabillah adalah semua kebaikan. Namun, pendapat ini dinyatakan lemah oleh banyak ulama karena menghilangkan makna kata innama (sesungguhnya hanya) di awal ayat yang berperan sebagai hashr (pembatas ruang lingkup).

Pendapat yang ketiga adalah pendapat yang disampaikan oleh Syeikh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dalam kitab tafsir al-Manar. Mereka berpendapat bahwa realisasi makna fiisabilillah adalah untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum dalam menegakkan urusan agama dan negara.

Mengacu pada pendapat kedua dan ketiga, maka boleh saja zakat disalurkan untuk program makan bergizi gratis. Akan tetapi, berdasarkan kaidah fiqih al-khuruj minal ikhtilaf mustahab maka sebaiknya zakat tidak disalurkan pada program makan bergizi gratis. Masih terdapat instrumen keuangan sosial Islam lainnya yang dapat dimanfaatkan seperti infak, sedekah atau wakaf. Untuk wakaf sendiri bahkan telah tercatat dalam sejarah atas kontribusinya guna menyediakan fasilitas publik. Karena kontribusinya yang teramat besar, sampai-sampai wakaf di masa lalu dapat mengatur kehidupan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia, mulai dari lahir di rumah sakit wakaf, kemudian pakaian, sekolah, pekerjaan, fasilitas, hingga meninggal dikuburkan di pemakaman wakaf.

Namun, marilah kita berandai-andai bahwa zakat jadi digunakan untuk membantu pendanaan program makan bergizi gratis. Pengelolaan zakat di Indonesia saat ini menghadapi beragam masalah pelik, mulai dari rendahnya realisasi zakat, kurangnya kompetensi amil zakat, tidak tersedianya atau sulitnya menemukan data akurat mengenai mustahik, hingga lemahnya koordinasi antar organisasi pengelola zakat (OPZ). Sehingga alih-alih dapat langsung memanfaatkan zakat dalam program makan bergizi gratis, pemerintah mesti mau membenahi tata kelola zakat dahulu sebelum dapat memanfaatkannya.

Diliriknya zakat sebagai salah satu alternatif pendanaan program makan bergizi gratis menunjukan adanya pengakuan atas potensi yang dimiliki oleh zakat. Tinggal bagaimana pemerintah dapat membantu untuk mengembangkan tata kelola zakat agar potensi yang dimiliki oleh zakat dapat direalisasikan sepenuhnya dan berkontribusi bagi pembangunan bangsa.

Salah satu langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini adalah dengan menyediakan regulasi yang lebih bersahabat bagi tata kelola zakat. Hingga saat ini, regulasi yang berkaitan dengan zakat masih tersebar di berbagai peraturan yang tak jarang tumpang tindih dan menyebabkan kebingungan bagi para amil dalam mengimplementasikannya.

Dengan regulasi yang lebih baik maka nilai realisasi zakat akan semakin mendekati nilai potensinya. Meskipun tidak disalurkan untuk program makan bergizi gratis, namun semakin besarnya realisasi zakat dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan yang mana hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun