Mohon tunggu...
Muhammad Alan
Muhammad Alan Mohon Tunggu... -

Tentang seorang, dalam proses menemu cinta dan makna laksana kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Komodifikasi dan Taktik Media

6 Desember 2016   06:56 Diperbarui: 6 Desember 2016   07:34 3660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Globalisasi yang tengah melanda media tanah air, menghantarkan ruang menjadi subjek kepentingan para korporat, yang pada dasarnya dengan menarik kedaulatan Negara dan komunikasi lokal menjadi tunduk pada arus global. Dimana dalam teori Ekonomi politik media dikemukakan bahwa ekonomi menjadi basis ideologi dan politik. Terkonsentrasinya kepemilikan media tanah air menjadikan arus informasi terpusat pada kalangan tertentu, demi alih publik menjadi prifat. Tak lagi kepentingan masyarakat namun kepentingan kelompok. Yang biasanya dianggap surga untuk tangan – tangan kapital.

Vincent mosco (2009) mendefinisikan komodifikasi sebagai proses mengubah barang dan jasa, yang dinilai karena kegunaannya, menjadi komoditas yang dinilai karena apa yang mereka berikan kepada kebutuhan pasar. Dalam artian khusus merubah nilai guna menjadi nilai tukar, keuntungan. Begitu juga karl marx menemukan bahwa komoditas telah menjadi bentuk paling jelas, representasi paling eksplisit, dari produksi kapitalis. Bagi marx komoditas berasal dari rentang luasnya kebutuhan, baik fisik maupun budaya “Dari perut atau imajinasi tak ada perbedaan” yang dapat ditempuh dengan segala cara. Termasuk juga menggeser norma tertentu yang berlaku di pers indonesia.

Pasca reformasi menjadikan mulai bermunculan media tanah air, Tidak lagi pembredelan pemerintah terhadap media, namun sebaliknya. kenapa demikian kebebasan dan kemerdekaan yang melanda pers negeri ini, disalahartikan menjadi ruang bebas oleh hak dan kepentingan para pemilik media, tidak untuk kebebasan konten untuk kepentingan masyarakat. Abad ini tengah semakin menguatkan orientasi pada bisnis. Globalisasi media tengah membuat media nasional bias identitas. Ruang ruang media dipenuhi dengan subjek kontra-nasionalis, kontra-demokratis. Mereka sadar, namun dengan adanya alih kebutuhan pasar, internasionalisasi nilai - nilai media dirasa butuh untuk meningkatkan rating dan pemasukan media, dengan merujuk pada trend barat. Dengan adanya hal itu generasi anak – anak menjadi korban konsensus yang dikendalikan penuh oleh media. Menatap layar televisi namun hatinya buta akan kesadaran dirinya sebagai manusia aktif, berbangsa dan berbudaya.

Dengan adanya tuntutan pasar, maraknya amerikanisasi perfilman tanah air memunculkan gaya baru dan kehidupan baru bagi generasi yang akan datang. Konten tidak lagi bersumber pada kebutuhan masyarakat, bangsa dan Negara, namun pada kebutuhan pasar guna belanja iklan dengan sebanyak – banyaknya. Rating menjadi unsur utama dalam model persaingan berbagai media massa saat ini. Tak jarang para jurnalis menjual jasa untuk menuruti kemauan para pemilik media yang berorientasi pada kepentingan bisnis.

Dengan demikian, memunculkan komodifikasi isi, tenaga kerja maupun komodifikasi nilai budaya dan agama. Konten yang biasanya di tampilkan di media televisi di Indonesia adalah kepadatan tampilan yaitu termasuk juga menggunakan budaya sebagai objek yang menjual, dengan tayangan – tayangan sinetron atau model iklan yang memainkan bentuk budaya sebagai materi isi yang dianggap menarik untuk ditampilkan. Begitu juga nilai agama dirasa menarik untuk di komodifikasi, termasuk penggunaan ahli agama untuk menawarkan produk – produk barang, yang biasanya ramai ialah pada waktu hari – hari besar agama. 

Komodifikasi Budaya dan Agama

Pemanfaatan budaya dan agama tradisional sebagai kebutuhan pengiklan menjadi bukti komodifikasi bermain pada media global saat ini. Sehingga mengalihkan esensi nilai budaya dan agama menjadi nilai tukar untuk kepentingan media dan perusahaan.

Tidak hanya itu, globalisasi media tanah air menjadikan konten semakin rumit dimengerti, Heterogenitas budaya berseliweran tampil mengisi penuh berbagai media televisi di Indonesia, dan menjadikan generasi baru warga pribumi ini menjadi bias identitas, mereka setiap hari dipertontonkan beragam acara atau tayangan iklan dengan makna yang berbeda pula, Acara – acara dikemas dengan sebaik mungkin untuk menaikkan rating demi kebutuhan pasar. dengan adanya globalisasi media sehingga muncul konten media yang menggeser budaya lokal dan memberi kesempatan luas bagi penetrasi budaya global. Pada saat itu pula masyarakat pribumi termasuk anak – anak mulai ditanamkan nilai – nilai baru seperti liberalisme, konsumerisme dan hedonisme, dimana dominasi arus informasi pada kepentingan kapital yang menjadikan budaya barat menjadi nilai yang perlu dimasukkan untuk merepresentasikan kebutuhan masyarakat global. Sehingga menjadikan warga Negara bias identitas, atau bahkan mengalami hibridisasi identitas karena hasil terpaan konten media yang semakin beragam.

Dengan adanya berbagai cara yang dilakukan oleh media tersebut demi menjadikan nilai tukar, akan memunculkan generasi baru yang bias nasionalis, atau bahkan kontra-lokalitas budaya indonesia. Karena dengan adanya tuntutan pasar akan mengaburkan pandangan pemilik media pada nilai–nilai lokal dan memberi jembatan bagi imperialisme budaya, nilai agama, gaya hidup melalui hiburan yang ditawarkan media. Kita amat berada pada generasi Sesak Media dimana setiap waktu selalu dihadapkan dengan terpaan media massa, dan khalayak dianggap sebagai objek atau korban untuk mendengarkan suara industri media untuk kepentingan bisnis dan penopang kekuasaan.

Sebuah Alternatif

Kita bisa melihat seorang aktifis yang dikenal sebagai pembangkang terbesar media Amerika serikat yaitu Noam Chomsky. dia selalu bersikap kritis terhadap media AS, yang hingga kini masih bergema menjadi kritikus yang radikal. Yang disebutnya media AS sebagai mesin propaganda bisnis dan kekuasaan. Kita bisa melihat kegigihannya yang dapat kita renungkan untuk selalu bersikap kritis terhadap media di tanah air. Bukan untuk menjatuhkan namun untuk meluruskan media sebagai institusi masyarakat yang lahir dari proses perjuangan yang amat panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun