Mohon tunggu...
pondok pesantren daarul arqom
pondok pesantren daarul arqom Mohon Tunggu... Penulis - muda qur'ani muda berprestasi

daarul arqom kampus 1 pulon malangan daarul arqom kampus 2 tulung, tulung, tulung daarul arqom kampus 3 wajong wetan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Rekreatif Tidak Merasa Dididik tetapi Terdidik

9 Oktober 2022   17:03 Diperbarui: 9 Oktober 2022   17:11 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dan tentu masih ada aturan lain seperti keharusan berbicara bahasa Arab dan Inggris setiap harinya, tidak boleh keluar kampus pondok kecuali dengan izin dengan durasi sebulan sekali saja, dan biasanya ke Ponorogo dll.

Semua itu yang saya rasakan, saya menjalaninya dengan perasaan senang tidak tertekan mengalir biasa dan tenang tenang saja. Dan yang merasakan seperti yang saya rasakan itu mayoritas, kalau tidak boleh dikatakan hampir semuanya

Sedang mereka yang tidak merasakan seperti yang saya rasakan sangat sedikit, namun lama lama akan merasakan atau mungkin kemudian tidak kerasan dan keluar atau putus di tengah jalan.

Untuk membantu mereka itu atau yang mungkin sedikit lalai dan memastikan semua berjalan dengan baik dibentuklah pengurus secara berjenjang, mulai dari kepengurusan kamar yang biasanya terdiri dari mereka yang sebaya dan setingkat dan pilihan, kepengurusan rayon (satu gedung asrama dengan beberapa kamar) yang biasanya terdiri dari anak anak sedikit senior klas 5 (setingkat klas 2 slta) dan kepengurusan setingkat pondok yang biasa disebut dengan OPPM (organisasi pelajar pondok modern) yang biasanya terdiri dari anak-anak klas 6 pilihan, juga koordinator pramuka dll yang semua itu dibawah pengawasan staf pengasuhan (jaman saya namanya keamanan pondok) yang terdiri dari para ustadz muda sampai senior yang biasanya mantan bagian keamanan atau ketua OPPM juga staf KMI untuk urusan kegiatan belajar mengajar yang semuanya dibawah direktur dan pengasuh pondok atau pimpinan pondok.

Semua itu selain untuk ketertiban dan agar semuanya berjalan dengan baik, sekaligus sebagai bentuk pendidikan tanggung jawab, kepemimpinan, pembentukan karakter yang baik, mulai dari kesabaran, ketahan bantingan, kedisiplinan dll. Pendek kata semua itu dalam rangka pendidikan. Pendidikan melalui penugasan, keteladanan, latihan bertanggung jawab dll. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan semuanya pendidikan.

Seperti yang saya sampaikan bahwa mereka yang tidak merasakan seperti yang saya rasakan yakni saya senang dan mengikuti kehidupan di Gontor dengan tanpa tekanan dan enjoy biasa biasa saja dan senang, atau mungkin lalai sehingga melanggar aturan dan disiplin itu tidak banyak, sehingga yang harus berurusan dengan mereka para pengurus itu juga sangat sedikit. Sementara sop dalam menangani dan menindak mereka harus dengan lembut tidak boleh dengan kekerasan, jaman saya kalaupun harus ada kekerasan paling paling dengan pukulan sajadah yang suaranya saja kedengarannya menyeramkan. Terus terang saja saya sendiri selama 9 tahun di Gontor hanya sekali saja masuk mahkamah lugoh pusat.

Saya tidak tahu kapan sesekali mulai ada yang memukul langsung tanpa sajadah, mungkin saking emosinya atau besarnya rasa tanggung jawab atau yang lain, namun pada saat mulai ramai ramainya gerakan stop kekerasan dan ham, Gontor mengambil kebijakan untuk tidak ada lagi kekerasan, bahkan mereka yang melakukan kekerasan, meski dengan dalih disiplin tetap akan diberi sanksi sampai ke derajat dikembalikan ke orang tua atau bahasa intern Gontor diusir.

Maka kalau terjadi sesekali kekerasan apalagi sampai ke derajat ada yang meninggal maka itu tentu sebuah kecelakaan atau musibah.

Demikianlah kehidupan saya saat di Gontor begitu menyenangkan dan sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan kehidupan yang saya butuhkan. Saya tidak merasa dididik tetapi ternyata terdidik, merasa senang, masuk tidak tahu apa apa, namun saat tamat terasa sekali perubahan yang terjadi dalam diri.

Inilah yang kemudian mengilhami saya untuk menjadikan pesantren yang saya dirikan, Darul Istiqomah, seperti itu yakni rekreatif, santri tidak merasa dididik tetapi terdidik, menyenangkan termasuk lingkungan hidupnya.

Untuk menghilangkan atau meminimalisir terjadinya musibah kekerasan ada beberapa hal yang akan kita terapkan diantaranya, lebih selektif dan ketat dalam penerimaan santri, dalam persidangan oleh para pengurus sebisa mungkin diadakan secara transparan dan di ruang terbuka sehingga gampang pengawasannya, kalau perlu dipasang cctv di tempat tempat tertentu, sesering mungkin mengingatkan pengurus tidak boleh ada kekerasan dan kekerasan pasti ada sanksinya termasuk sanksi hukum bila terkait dengan hukum pidana dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun