Mohon tunggu...
muhammad akhyar
muhammad akhyar Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, penulis, trainer.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pria

15 November 2010   22:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:35 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terbangun. Udara di sini begitu panas, kurasa. Seperti mimpi yangbaru kualami. Mimpi yang tak biasa. Mimpi tentang matahari. Ya, hanya matahari. Menyilaukan.

Entah bodoh, entah apa. Wanita itu sebenarnya mencintaiku tapi kukatakan sebaiknya kau tak memilihku. Pilih saja dia, dia pria matahari.

Aku tak tahu iblis mana yang mengajariku berbicara begitu filosofispadanya, pada gadis itu. Aku katakan “sebaiknya kau pilih dia, dia pria matahari. Dia akan terus memberi terang padamu. Dia selalu mampu menunjukkan mana jalan yang benar untukmu. Bersamanya tiada terliput olehmu keraguan, semuanya serba jelas. Dia pria yang tepat untukmu.” Semua kulihat memuai, aku tak tahu apa yang kuucapkan. Menyesal tiada guna.

---

Rintik hujan jatuh membasahiku. Aku hanya bisa menekuri diri. Kalau keledai hanya jatuh ke lubang yang sama satu kali, maka aku dua.

Entah bodoh, entah apa. Wanita itu sebenarnya mencintaiku tapi kukatakan sebaiknya kau tak memilihku. Pilih saja dia, dia pria hujan.

Aku tak tahu iblis mana yang mengajariku berbicara begitu filosofispadanya, pada gadis itu. aku katakan “sebaiknya kau pilih dia, dia pria hujan. Dia akan terus-menerus memberikanmu kasih. Tiap tetesnya akan membuatmu senantiasa bersyukur. Tiap rintik yang mengenai tubuhmu, akan membuatmu merasakan kamu, kepalamu, badanmu, tanganmu, kakimu.Terus-menerus jika kau memilihnya, maka kamu akan semakin menemukandirimu. Dia pria yang tepat untukmu.”

---

Aku tertunduk, tersaput semuanya yang masih menggantung. Aku hanyalahpria mendung. Sentimentil, selalu berhubung dengan harapan namun takpasti akan jadi kenyataan, penuh ketidakjelasan, semuanya serba lambat semuanya serba tak menentu.

Entah bodoh, entah apa. Kau pilih saja bukan aku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun