Mohon tunggu...
Muhammad Akbar Gibran
Muhammad Akbar Gibran Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Saya memiliki minat dalam bisnis digital

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemajuan Fintech di Indonesia dan Tantangan yang Dihadapinya

27 Oktober 2024   16:37 Diperbarui: 27 Oktober 2024   16:39 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia, lingkungan fintech berkembang dengan pasti dan cepat, tetapi juga ada tantangan besar seperti keamanan data, literasi keuangan, atau keberadaan fintech ilegal yang masih perlu diatasi untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), untuk tahun 2023 tercatat lebih dari 12 juta pengguna layanan fintech di Indonesia yang menunjukkan tingginya adopsi masyarakat, tetapi disertai dengan risiko keamanan data. 

Namun, di balik pencapaian ini terdapat tantangan besar, salah satunya adalah keamanan data pengguna. Kasus-kasus kebocoran data pribadi atau penyalahgunaan informasi pribadi menjadi perhatian serius, terutama mengingat sebagian besar pengguna mungkin belum memiliki literasi digital yang memadai untuk melindungi informasi pribadinya. Peraturan terkait perlindungan data pribadi, seperti UU Perlindungan Data Pribadi yang baru disahkan, diharapkan mampu memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi industri fintech dalam menjaga data pengguna. 

Selain itu, isu lain yang mengemuka adalah tingginya angka kredit macet pada layanan pinjaman online atau P2P lending. Kondisi ini dipicu oleh meningkatnya permintaan pinjaman cepat yang sering kali tidak diiringi dengan kemampuan membayar dari para peminjam. Beberapa perusahaan fintech juga masih beroperasi tanpa izin atau di luar pengawasan OJK, sehingga memperbesar risiko bagi masyarakat. OJK bersama Bank Indonesia (BI) telah berupaya untuk menertibkan perusahaan-perusahaan ilegal tersebut, namun tetap perlu sinergi dari berbagai pihak untuk menekan angka penyalahgunaan layanan fintech. 

Pertumbuhan fintech di Indonesia membawa keuntungan signifikan dalam hal inklusi keuangan. Sayangnya, ada tantangan yang masih membutuhkan solusi komprehensif. Langkah-langkah yang tepat harus diambil untuk mengamankan data pengguna dengan meningkatkan enkripsi dan mekanisme multi-autentikasi serta menegakkan undang-undang perlindungan data yang baru. Langkah-langkah ini penting untuk melindungi privasi pengguna dan meningkatkan kepercayaan terhadap layanan fintech. Namun, peningkatan literasi keuangan digital juga sangat penting mengingat tingkat pinjaman tidak berkinerja yang tinggi dalam layanan pinjaman online. Program pendidikan FinTech oleh badan

pemerintah, sektor pasar FinTech, dan komunitas lokal dapat membantu konsumen untuk mengetahui manfaat dan bahaya dari layanan FinTech serta menggunakannya dengan bijak. 

Pemerintah melalui OJK juga harus memperkuat kerangka regulasi mereka untuk mengatasi masalah perusahaan fintech Taiwan ilegal dengan memberlakukan hukuman yang kuat dan menciptakan kesadaran tentang perusahaan fintech yang terdaftar secara resmi. Ini diperlukan untuk melindungi pelanggan dari penyediaan layanan yang tidak bertanggung jawab. Lebih jauh, teknologi big data dan kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan untuk melakukan penilaian risiko kredit, yang akan memungkinkan perusahaan untuk membuat penilaian kredit yang lebih akurat dan meminimalkan kemungkinan gagal bayar. 

Selain itu, kerja sama antara perusahaan fintech dan lembaga keuangan tradisional menjadi langkah strategis, karena dapat meningkatkan penyampaian layanan dan memfasilitasi proses pemantauan. Melalui kolaborasi ini, fintech dapat memanfaatkan infrastruktur perbankan, sambil tetap memiliki fleksibilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Terakhir, pengembangan program inkubasi dan percepatan untuk startup fintech inovatif dapat membantu perusahaan yang baru didirikan ini tumbuh menjadi korporasi yang kuat dan patuh. Dengan menerapkan solusi ini, tantangan fintech di Indonesia dapat diatasi untuk menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif, aman, dan berkelanjutan. 

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tampaknya membuat kesulitan bagi perusahaan fintech karena mereka melaporkan 448 juta insiden serangan siber yang mencengangkan pada tahun 2022 di ruang keuangan digital. Oleh karena itu, sangat penting bagi mereka untuk menerapkan enkripsi canggih, autentikasi multi-faktor, pemantauan waktu nyata, dan penegakan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi untuk lebih menjaga data klien. Tingkat literasi keuangan digital yang rendah juga perlu dikembangkan. Data dari Kerjasama antara Statistik Perbankan Indonesia dan OJK pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa hanya 49,7% orang Indonesia yang literat secara finansial dan ini berarti sejumlah besar pengguna tidak sepenuhnya memahami manfaat dan risiko yang terkait dengan layanan fintech. Tetapkan langkah-langkah untuk mendidik masyarakat tentang penggunaan layanan fintech melalui kemitraan pemerintah dan komunitas lokal yang melibatkan AFTECH. 

Selain itu, lonjakan cepat jumlah fintech ilegal semakin memperburuk citra yang sudah buruk ini karena lebih dari 500 fintech ilegal dikutip oleh Satgas Waspada Investasi dalam tahun 2023. Regulasi yang mengatur industri ini perlu diperketat, perlu adanya pengawasan yang memadai, dan pertimbangan yang tepat perlu dilakukan terkait daftar entitas fintech terdaftar. Adopsi teknologi big data dan kecerdasan buatan (AI) juga dapat menjadi cara yang efektif untuk memfasilitasi penilaian risiko kredit. 

Laporan International Finance Corporation (IFC) menyatakan bahwa analisis berbasis big data memungkinkan perusahaan fintech menentukan profil risiko peminjam dengan lebih akurat, bahkan jika calon peminjam tidak memiliki riwayat kredit konvensional, yang akan

menekan angka kredit macet. Kolaborasi antara fintech dan lembaga keuangan tradisional juga merupakan langkah strategis yang akan memperkuat ekosistem keuangan di Indonesia, mengingat Bank Indonesia memperkirakan nilai transaksi digital akan mencapai Rp 4.700 triliun pada 2025 jika sinergi ini berjalan optimal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun