Mohon tunggu...
Muhammad Agha Fathan
Muhammad Agha Fathan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Hubungan Internasional semester 6, memiliki ketertarikan dengan sejarah, geopolitik, militer, serta ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis di Semenanjung Korea: Eskalasi Nuklir dan Implikasinya bagi Perdamaian Global

12 September 2024   18:57 Diperbarui: 12 September 2024   18:58 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Eskalasi ketegangan nuklir antara Korea Utara dan Korea Selatan telah menjadi permasalahan keamanan kontemporer yang mengancam Asia Timur hingga global, meskipun keduanya memiliki kedekatan budaya dan memiliki akar historis. Namun, akibat perbedaan ideologi pada masa Perang Dingin, keduanya sempat berkonflik dan mengalami pemisahan pasca Perang Korea tahun 1953. Semenjak itu, kedua negara menjalani sistem pemerintahan dan ekonomi yang berbeda, di mana Korea Selatan menerapkan sistem liberal-kapitalis yang cenderung terbuka, sedangkan Korea Utara menerapkan komunis dan cenderung tertutup.

Ketegangan antara keduanya juga tidak lepas dari kekuatan eksternal yang mempengaruhi sikap dan kebijakan luar negeri yang dikeluarkan. Seperti kedekatan Korea Selatan dengan AS beserta sekutunya seperti Jepang di bidang militer kerap membuat Korea Utara mengalami "krisis eksistensial" dan ancaman keamanan. Atas permasalahan tersebut, Korea Utara memutuskan untuk mengembangkan senjata nuklir dan meningkatkan kapabilitas persenjataan yang dimilikinya. 

Selain itu, Korea Utara juga menjalin hubungan dekat dengan Rusia dan China di bidang militer dan pertahanannya. Jika dilihat dari teori Realisme, langkah yang dilakukan Korea Utara ini dinilai rasional, di mana suatu negara akan terus berusaha meningkatkan pertahanannya seperti mengembangkan nuklir dan bekerja sama dengan negara-negara kuat lainnya untuk memperkuat pertahanan dan posisi (bargaining power) Korea Utara.

Bersama Uni Soviet, Korea Utara mulai mengembangkan program senjata nuklir pada 1980-an dan mencapai titik keberhasilan saat uji coba perdananya pada tahun 2006 yang telah menggagalkan upaya-upaya pendekatan dialog oleh Korea Selatan untuk menghentikan program senjata nuklir dan mengurangi eskalasi perang nuklir dengan Korea Utara. 

Semenjak 1988, Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung merilis kebijakan bernama "Sunshine Policy" yang  bertujuan untuk membuka dialog dengan Korea Utara dengan pendekatan non-konfrontatif dan mendorong kerja sama. Seiring gencarnya program nuklir Korea Utara beberapa tahun ke belakang, Presiden Moon Jae-in memperbarui kebijakan sebelumnya menjadi "Moonshine Policy." 

Pada tahun 2017. Kebijakan tersebut berhasil menurunkan eskalasi ketegangan regional dan memfasilitasi ruang dialog antara Korea Utara, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, meskipun upaya untuk denuklirisasi secara penuh belum tercapai. Upaya lain seperti inisiatif yang telah dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump, melalui kunjungannya ke Korea Utara pada 2019 silam. Namun semenjak kunjungan mantan presiden Trump tersebut, belum ada interaksi diplomatik yang intens antara Korea Utara dan AS.

Di sisi lain, Korea Selatan juga telah melakukan pendekatan militer sebagai respons dari agresivitas Korea Utara, seperti intensifikasi latihan militer dengan AS dan Jepang serta baru-baru ini perjanjian keamanan Camp David antara Korea Selatan dengan AS dan Jepang untuk menguatkan kerja sama trilateral di bidang pertahanan dan keamanan regional. Langkah ini dinilai sebagai upaya preventif Korea Selatan terhadap eskalasi ancaman dari Korea Utara yang semakin memanas.

            Secara global, eskalasi nuklir di Semenanjung Korea berimplikasi terhadap perdamaian dunia dan memaksa negara-negara untuk turut serta memberikan respon militer apabila perang nuklir terjadi yang akan menimbulkan penderitaan kemanusiaan dan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diprediksi besarnya. 

Terlebih lagi, kawasan Asia-Pasifik pasti akan merasakan ketegangan signifikan akibat eskalasi, di mana kehadiran negara-negara adidaya seperti AS, Rusia, India, dan China yang sama-sama memiliki senjata nuklir dapat berpotensi untuk memperkeruh ketegangan jika tidak dilakukan upaya pendekatan halus untuk membujuk Korea Utara agar menghentikan program senjata nuklirnya.

            Selain itu, eskalasi nuklir yang berujung pada perang juga menimbulkan dampak negative bagi ekonomi global, di mana terganggunya rantai pasokan global dan pasar keuangan menjadi ancaman utama. Tak hanya itu, keberhasilan Korea Utara dalam mengembangkan senjata nuklir bisa mendorong negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama, sehingga berpotensi melemahkan rezim non-proliferasi global (Non Proliferation Treaty) yang akan menggeser dinamika perseimbangan kekuatan (balance of power) dan mendorong multipolaritas kekuatan dunia dengan kepemilikan senjata nuklir secara serampangan.

            Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki peran sentral di kawasan Asia Tenggara melalui forum ASEAN dapat melakukan beberapa langkah untuk menurunkan eskalasi nuklir di Semenanjung Korea. Pengalaman Indonesia sebagai mediator dan pihak netral telah tercatat semenjak gagasan Gerakan Non-Blok (GNB) pada era Soekarno sebagai respons dari ketegangan pada masa Perang Dingin, hingga menangani isu-isu negara tetangga seperti di Kamboja dan Filipina Selatan menjadi modal bagi Indonesia untuk meraih kepercayaan antara Korea Utara dan Korea Selatan untuk perlahan-lahan menurunkan eskalasi militer dan senjata nuklir yang berdampak luas terhadap Asia Timur. Kepentingan Indonesia terhadap negara Semenanjung Korea cukup besar, mengingat sekitar hampir 40.000 WNI menetap di Korea Selatan untuk memastikan keamanannya apabila perang nuklir terjadi. Selain itu, Korea Utara dan Selatan sama-sama merupakan mitra perdagangan Indonesia, di mana Indonesia mengekspor bahan baku dan mengimpor barang-barang elektronik dari Korea Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun