Malam Gelap gulita itu, aku berlari menuju terang yang aksara.
Telapak kakiku yang sudah suci, kini kotor kembali.
Keji menghampiriku dan iblis menertawai
manusia di muka bumi
Di Ruas jalan yang sepi itu.
Ada yang di perkosa atas nama cinta.
Hampir saja matahari terbit namun, ia masih berbaring sakit. Berteriak histeris atas histori menjemput pagi.
Apakah cinta meminta namanya di bahwa dalam hawa dan nafsu?
Apakah rindu memohon agar namanya berbaring karena tubuh?
Tuhan Apakah dogma-dogma cintaku akan dipaksa habis-habisan oleh tangis yang ku pendam sebelum wajahku di sajadah, dan lonceng di bunyikan oleh para biarawati.
Yang ku tahu ruang kamar dan tempat tidur adalah kematian sementara dari raga yang istirahat.
Namun kenapa air-air suci itu yang menetas dari dahi-dahi tanah yang bergerak.
Apakah hidup ku hanya sebatas ranjang di dunia? Tidak mungkin. Ini sudah pasti penistaan mengatasnamakan cinta yang menyiksa.
Aku ingin sekali  memandangi Langit cemerlang saat pagi mulai memancarkan cahayanya.
Sebab itulah kehangatan saat bising nya kota membuatku yang tak begitu takut atas kegelapan.
Karena tubuhku hanya saban hari di duduki dinasti ranjang para pecandu cinta
Bagiku kenikmatan telah mati dalam empat genggaman tanganku dan tangan mereka.Â
Apakah aku adalah wanita dan birahi?Lantas mereka lelaki yang abadi saat dosa adalah dewa rahwana ranjang cinta.