Mohon tunggu...
M Abdul Mujib Feriansyah
M Abdul Mujib Feriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Saya merupakan mahasiswa Universitas Brawijaya yang menyukai minat terhadap bidang seni dan bidang pengolahan limbah (pemanfaatan sebagai produk lain) yang memiliki nilai yang lebih baik secara biologis maupun fisik

Selanjutnya

Tutup

Nature

Transformasi Kulit Kakao menjadi Kompos: Solusi Hijau untuk Limbah Pertanian

10 Agustus 2024   20:38 Diperbarui: 16 Agustus 2024   21:32 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengomposan adalah proses biologis alami yang melibatkan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme, menghasilkan kompos yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman. Limbah kulit kakao, yang merupakan hasil sampingan dari pengolahan biji kakao, sering kali menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Namun, limbah ini memiliki potensi yang besar sebagai bahan baku kompos karena kandungan organik dan nutrisinya yang tinggi seperti Kalium yang cukup tinggi hingga 5%. C/N rasio yang tinggi dari kulit kakao membuatnya sangat susah terdegradasi dan lama mengalami pembusukan. Dalam upaya untuk mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kualitas kompos, limbah kulit kakao dapat dicampur dengan kotoran ternak, yang kaya akan nitrogen serta kalium yakni bisa mencapai 1,41% dan 1,82%, beserta mikroorganisme alami. Selain itu, penambahan bioaktivator atau inokulan mikroorganisme juga dilakukan untuk meningkatkan aktivitas mikroba yang terlibat dalam penguraian bahan organik.

Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap Proses Pengomposan

Waktu pengomposan adalah salah satu faktor kunci yang mempengaruhi hasil akhir kompos. Pengomposan dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung pada jenis bahan baku, kondisi lingkungan, dan metode yang digunakan. Selama proses ini, mikroorganisme, termasuk bakteri, jamur, dan aktinomisetes, menguraikan bahan organik menjadi produk yang lebih stabil. Pada tahap awal pengomposan, aktivitas mikroorganisme sangat tinggi, yang menyebabkan suhu tumpukan kompos meningkat secara signifikan. Tahap ini dikenal sebagai fase termofilik, dimana panas yang dihasilkan dapat membantu membunuh patogen dan biji gulma yang ada dalam bahan baku. Setelah itu, suhu mulai menurun pada fase pendinginan dan pematangan, di mana penguraian bahan organik menjadi lebih lambat, tetapi kompos semakin stabil dan kaya nutrisi.

Pengaruh Bioaktivator terhadap Proses Pengomposan

Penambahan bioaktivator atau inokulan mikroorganisme bertujuan untuk mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kualitas kompos. Bioaktivator mengandung mikroorganisme tertentu yang memiliki peran spesifik dalam dekomposisi bahan organik, seperti bakteri pengurai lignoselulosa, bakteri pengikat nitrogen, dan fungi pelarut fosfat. Konsentrasi bioaktivator yang digunakan sangat berpengaruh terhadap efektivitas proses pengomposan. Pada konsentrasi yang terlalu rendah, jumlah mikroorganisme yang ditambahkan mungkin tidak cukup untuk mempercepat penguraian, sehingga proses pengomposan menjadi lebih lambat dan kompos yang dihasilkan mungkin belum matang sempurna. Di sisi lain, konsentrasi bioaktivator yang terlalu tinggi bisa menjadi tidak efisien dan justru mengganggu keseimbangan mikroba alami yang terlibat dalam pengomposan.

Hasil Pengomposan Kulit Kakao

Waktu pengomposan dan jumlah konsentrasi bioaktivator berpengaruh terhadap kompos dari limbah kulit kakao dan kotoran ternak bertujuan untuk menemukan kombinasi optimal antara kedua faktor ini. Dengan menentukan waktu pengomposan yang tepat dan konsentrasi bioaktivator yang sesuai, diharapkan dapat dihasilkan kompos dengan kualitas yang tinggi sesuai SNI 19-7030-2004, yang siap digunakan dalam praktik pertanian. Kompos yang matang sempurna tidak hanya mengandung nutrisi yang lengkap dan tersedia bagi tanaman, tetapi juga memiliki struktur fisik yang baik, bebas dari patogen, dan berpotensi meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu, pemahaman yang lebih baik mengenai interaksi antara waktu pengomposan dan konsentrasi bioaktivator juga dapat meningkatkan efisiensi proses pengomposan secara keseluruhan. Dengan semakin lama waktu pengomposan dan jumlah konsentrasi bioaktivator akan berpengaruh terhadap terhadap nilai kandungan hara seperti C 20-35%; N 2,80- 3,50%; C/N rasio 8-12; K 3,60-4,30%; P 0,60-0,80%. Dari hasil tersebut sudah mampu dianggap sebagai kompos yang baik dan cocok bagi pertanian. Selain itu, pengomposan yang efisien tidak hanya mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan kompos matang, tetapi juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik. Pengomposan yang lebih cepat dan efisien juga berarti biaya operasional yang lebih rendah, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari penggunaan limbah kulit kakao dan kotoran ternak sebagai bahan baku kompos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun