Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... profesional -

Saya Mencintai Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Contoh Pledoi (Nota Pembelaan) Perkara Pidana

11 April 2012   10:26 Diperbarui: 4 April 2017   17:53 62629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sdr. Dahyan Effendi datang menawarkan kegiatan pengadaan meubelair kepada saksi pada tanggal 22 April 2008; pada saat itu juga sdr. Dahyan Effendi memberikan uang muka sebesar Rp. 9,5 Juta;

untuk kegiatan pengadaan meubelair tersebut, saksi menanda-tangani 2 (dua) buah kontrak yang berbeda;

kegiatan yang disangkakan adanya pemotongan dari Terdakwa, pada kenyataannya sudah berlangsung sebelum Terdakwa menjabat sebagai kepala kantor;

Terdakwa tidak pernah menunjuk rekanan untuk melaksanakan kegiatan;

Terdakwa menandatangani kontrak dengan rekanan, namun tidak pernah bertemu dengan rekanan, semua dokumen telah disiapkan oleh saksi Anas Kamalajaya;

sewaktu Terdakwa menjabat sebagai Kepala Kantor, faktanya proses pengadaan sudah berlangsung;

Dari keterangan para saksi dan terdakwa dipersidangan sebagaimana yang terekam dalam tabel di atas; dapat dipahami bahwa memang kegiatan yang dituduhkan dananya ”dipotong atas perintah terdakwa” pada dasarnya telah berjalan sebelum terdakwa menjabat. Secara sederhana, keterangan dalam tabel tersebut dapat menjadi bukti petunjuk yang menjelaskan:


  1. Bahwa Proses Penunjukan Langsung (PL) terhadap rekanan terhadap kegiatan di KantorLitbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus tahun Anggaran 2008, selain CV. Pusaka Semaka, telah dilakukan oleh Kepala Kantor Litbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus periode sebelum terdakwa menjabat, yaitu sdr. Hamdan, S.H.;
  2. Bahwa pencairan + Rp. 17.000.000,- (tujuh belas juta rupiah) sebagaimana yang diketahui oleh saksi Syafria, untuk kegiatan pengadaan meubelair yang dilaksanakan oleh CV. Gading Kencana, telah terjadi sebelum tanggal 22 April 2008, hal ini berdasar keterangan saksi Dimanyang telah menerima uang muka untuk pengadaan meubelair pada tanggal tersebut di atas; dan pada tanggal tersebut terdakwa belum menjabat sebagai Kepala Kantor Litbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus;
  3. Bahwa saksi Diman pada tanggal 22 April 2008 menerima uang muka untuk kegiatan pengadaan meubelair dari saksi Dahyan Efendi sebesar Rp. 9.500.000,- (sembilan juta lima ratus ribu rupiah), padahal dana yang cair untuk kegiatan dimaksud adalah + Rp. 17.000.000,- (tujuh belas juta rupiah); dari fakta ini, patut diduga bahwa saksi Dahyan Efendi secara sepihak telah melakukan manipulasi terhadap dana tersebut;
  4. Bahwa seluruh keterangan saksi Dahyan Efendi dalam persidangan ini patut dikesampingkan, karena banyak sekali keterangannya yang diduga palsu dan bertentangan dengan keterangan saksi lain, antara lain: dalam keterangannya saksi Dahyan Efendi menyatakan tidak pernah memesan atau menawarkan pekerjaan kepada rekanan, namun faktanya saksi Dahyan Efendi justru menawarkan pekerjaan kepada saksi Diman, dan hal ini terjadi sebelum terdakwa menjabat sebagai Kepala Kantor.

IV. ANALISA YURIDIS ATAS UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA

YANG DITUDUHKAN KEPADA TERDAKWA

Majelis Hakim yang mulya.

Rekan JPU yang kami hormati.

Serta para hadirin pengunjung sidang yang berbahagia.

Setelah mengurai sedemikian banyak fakta yang terungkap dipersidangan, maka tibalah saatnya kami menanggapi risalah tuntutan yang disampaikan oleh rekan JPU. Dalam risalah tuntutannya, kami melihat banyak sekali hal-hal atau fakta-fakta yang terungkap dipersidangan diabaikan oleh JPU; keterangan-keterangan saksi yang terdapat dalam risalah tuntutan JPU tampaknya seragam dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik kejaksaan, padahal keterangan saksi yang memiliki kualitas pembuktian adalah keterangannya yang disampaikan saat persidangan.

Dalam risalah tuntutannya, JPU sangat berkeyakinan bahwa terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan kedua sebagimana yang didakwakan kepada terdakwa, yaitu Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999-yang diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, dengan unsur-unsur:


  1. Setiap orang;
  2. dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
  3. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
  4. yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Untuk lebih sistematis dalam menguraikan apakah benar terdakwa memang terbukti melakukan perbuatan pidana dan telah memenuhi unsur-unsur sebagai mana tersebut diatas, maka kami secara runut akan menjabarkan keterkaitan unsur-unsur tersebut dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan:

Ad. 1. unsur ”Setiap Orang”;

Dalam sejarah pembentukan UU No. 31 Tahun 1999-yang diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, hal yang mendasar menjadi kajian adalah mengenai subjek hukum tindak pidana korupsi. Pergantian atau perubahan UU Pemberantasan Korupsi sejak tahun 1960 sampai dengan UU Nomor 20 tahun 2001 selalu memuat ketentuan yang menetapkan seorang pegawai negeri atau mereka yang menduduki jabatan publik tertentu sebagai subjek hukum tindak pidana korupsi (Prof. Romli Atmakusumah, dalam artikelnya di Hukum online.com).

Dari rumusan di atas, secara eksplisit memang terdakwa memenuhi unsur ”setiap orang” dalam undang-undang dimaksud. Namun, untuk menentukan kualitas pertanggung-jawaban seseorang secara pidana, tentunya perlu dikaitkan dengan peristiwa pidana serta perbuatan pidana yang dilakukan oleh ”setiap orang” dimaksud. Untuk menentukan hal ini, dalam konteks perkara yang sedang dihadapi oleh terdakwa, maka perlu penjabaran lebih mendalam perihal sejauh mana kualitas pertanggung-jawaban terdakwa atas perbuatan pidana yang dituduhkan kepadanya.

Unsur ”setiap orang” dalam undang-undang tersebut sejajar dengan istilah dader (petindak/pelaku pidana) dalam pengertian hukum pidana. Merujuk pada istilah tersebut, bila dikaitkan dengan peristiwa pidana sebagaimana yang diuraikan JPU dalam dakwaannya, maka akan muncul persoalan mengenai kualitas pertanggung-jawaban pidana dari diri terdakwa. Hal ini terjadi karena terdakwa menjadi ”pelaku tunggal” dari peristiwa pidana yang melibatkan sedemikian banyak orang. Dari peristiwa pidana tersebut, sebagaimana telah kami uraikan pada bagian II dan bagian III dalam pledoi ini, menjadi tidak jelas posisi dari diri terdakwa dalam Surat Dakwaan sebagai ”apa”, karena posisi sebagai ”apa” dalam suatu peristiwa pidana adalah hal yang menentukan pertanggung-jawaban pidana seseorang dihadapan hukum.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa ”memerintah (menyuruh)” saksi syafria untuk melakukan pemotongan dana kegiatan sehingga –menurut JPU- menimbulkan kerugian negara. Pertanyaannya, apakah terdakwa (sebagai penyuruh – doen plegen) dapat dipandang sebagai petindak/pelaku (dader) jika terdakwa menyuruh seseorang yang justru memiliki kualitas pertanggung-jawaban pidana dalam perkara ini. Argumentasi ini didasari atas posisi saksi Syafriasebagai Bendahara Pengeluaran yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Sekretariat Daerah (Sekda) Kab. Tanggamus, bukan diangkat oleh terdakwa. Hal yang hampir sama terkait dengan posisi pertanggung-jawaban saksi Dahyan Efendi, dalam keterangannya menyatakan: sebagai PPTK, saksi bertanggung-jawab dalam melaksanakan kegiatan dengan baik secara fisik maupun administrasi keuangan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.

Dalam uraian fakta persidangan di atas, jelas sekali terdapat kekaburan posisi terdakwa sebagai subyek hukum dalam peristiwa pidana yang didakwakan oleh JPU, apakah terdakwa sebagai pleger, doen plegen, atau dader dalam kualifikasi lainnya. Selain itu, unsur setiap orang memang hanya merupakan element delict dan bukanlah bestandeel delict (delik inti) yang harus dibuktikan. Namun menurut hemat kami, unsur setiap orang harus tetap dihubungkan dengan kualitas perbuatannya dalam suatu rangkaian peristiwa pidana.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kami berpendapat bahwa unsur ”setiap orang”, Tidak Terpenuhi.

Ad. 2. unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi”;

Memperhatikan rumusan mengenai menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” yang merupakan kata kerja, maka dapat dipastikan bahwa yang dimaksud itu adalah perbuatan aktif. Tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ialah suatu kehendak yang ada dalam pikiran si pembuat yang ditujukan untuk memperoleh suatu keuntungan (menguntungkan) bagi dirinya sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Sedangkan menurut Prof. Sudarto dalam buku “Hukum dan Hukum Pidana”, (Bandung: Alumni, 1977), halaman 142, jika melihat unsur ” Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan” yang sama terdapat pada UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengemukakan : “Ini merupakan unsur batin yang menentukan arah dari perbuatan penyalahgunaan kewenangan dan sebagiannya. Adanaya unsur ini harus pula ditentukan secara objektif dengan memperhatikan segala keadaan lahir yang menyertai perbuatan tersangka”.

Dari yang terperi di atas, maka ukuran yang paling logis untuk menilai apakah suatu perbuatan memang memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasiadalah memperhatikan “keadaan lahir” yang menyertai pebuatan terdakwa. Keadaan lahir tersebut terhubung dengan hal-hal antara lain:

1.Apakah ada upaya yang aktif dari diri terdakwa untuk secara sadar mengabaikan tugas dan wewenang yang melekat pada jabatannya;

2.Apakah perbuatan terdakwa mempengaruhi kinerja instansi yang dipimpinnya sehingga berakibat buruk terhadap kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi dimaksud;

3.Apakah ada penambahan yang cukup signifikan terhadap harta benda dari diri terdakwa atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya; dst.

Pada halaman 104 dalam risalah tuntutannya terkait dengan unsur ini, JPU menguraikan bahwa terdakwa dalam keterangannya menyatakan “menerima” uang sebesar Rp. 35.982.000,- (tiga puluh lima juta sembilan ratus delapan puluh dua ribu rupiah) dari saksi syafria, kemudian uang tersebut terdakwa serahkan lagi kepada saksi Syafria karena pada waktu itu ada lomba P3KSS, dimana semua satker se Kabupaten Tanggamus dibebani untuk merehab rumah. Dst.

sebelum kita uji uraian jaksa tersebut dengan “keadaan lahir” dari diri terdakwa saat peristiwa tersebut terjadi, maka perlu kami sampaikan bahwa dalam keterangan di persidangan, terdakwa tidak pernah menyatakan secara jelas perihal jumlah uang yang “katanya” diserahkan oleh saksi Syafria. Selain itu, dari peristiwa yang terekam oleh JPU dalam risalah tuntutan tersebut, terdakwa tidaklah dapat dikategorikan sebagai orang yang memiliki tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi karena:

1.Uang dari saksi Syafria tersebut tidak diambil oleh terdakwa;

2.Peruntukkan uang tersebut dialokasikan untuk merehab rumah masyarakat yang kurang mampu;

3.Kebijakan alokasi dana untuk lomba P3KSS tersebut, secara khusus bukanlah kebijakan dari terdakwa, melainkan kebijakan umum dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus.

Bertolak dari hal tersebut, maka kami menilai bahwa unsur”dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; Tidak Terpenuhi.



Ad. 3. unsur ”menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan”;

Untuk membuktikan terpenuhinya unsur ini, JPU dalam risalah tuntutannya secara khusus bertitik-tolak pada SK Bupati Kab. TanggamusNo: B-193/35/12/2008 yang mengatur tentang tugas Terdakwa sebagai Pengguna Anggaran, yaitu:

-menyusun RKA – SKPD;

-menyusun DPA – SKPD;

-melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

-melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

-melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

-melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

-mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

-menanda-tangani SPM;

-mengelola hutang dan piutang yang menjadi tanggung-jawab SKPD yang dipimpinnya;

-mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

-menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;

-mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

-melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/ pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang limpahkan oleh kepala daerah;

-bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

(Tugas-tugas dalam SK Bupati tersebut merupakan salinan dan pengembangan dariPasal 10 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah).

Selanjutnya, JPU mengaitkan peristiwa dalam surat dakwaan dengan SK tersebut, yang pada intinya menyatakan bahwa perbuatan terdakwa:


  1. Melakukan pertemuan yang membahas potongan + 30% terhadap dana-dana kegiatan di Kantor Litbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus pada tahun anggaran 2008;
  2. Menerima uang dari saksi Syafria yang menurutnya uang tersebut hasil dari potongan +30% dana kegiatan;
  3. Menerima uang dari saksi Iwan darmawan yang menurutnya uang tersebut adalah keuntungan dari hasil kegiatan yang dikelola oleh rekanan;

adalah sebentuk perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

Analisis JPU di atas menurut kami sangatlah subyektif dan abai terhadap fakta-fakta yang muncul di persidangan sebagaimana yang telah kami urai pada bagian III dalam pledoi ini, yaitu:


  1. Bahwa pertemuan yang membahas potongan + 30% terhadap dana-dana kegiatan di Kantor Litbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus pada tahun anggaran 2008 secara implisit, berdasarkan keterangan saksi Dahyan Efendi, saksi Rudiana, dan saksi Syafria, merupakan inisiatif dari saksi Mahmud Ali;
  2. Bahwa ide untuk melakukan pemotongan tersebut berasal dari saksi Dahyan Efendi;
  3. Bahwa orang yang melakukan pemotongan tersebut adalah saksi Syafria. Selain itu, berdasarkan keterangan saksi Diman dan saksi Susilo mereka menerima uang yang tidak utuh jumlahnya dari saksi Anas Kamalajaya.
  4. Bahwa penyerahan uang dari saksi Iwan Darmawan kepada terdakwa tidak terkait dengan kegiatan-kegiatan di Kantor Litbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus pada tahun anggaran 2008. Hal ini dikarenakan saat proses pemberian uang, seluruh kegiatan di Kantor Litbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus telah selesai, baik kegiatan fisik maupun kegiatan administrasi keuangan.
  5. Bahwa pada faktanya, seluruh kegiatan di Kantor Litbang, Perpustakaan dan Arsip (sekarang Kantor PUSTARDOKDA) Kab. Tanggamus tahun anggaran 2008, sudah berjalan sebelum terdakwa menjabat sebagai Kepala Kantor; hal ini sesuai dengan keterangan saksi Anas Kamalajaya, saksi Diman, saksi Syafria dan keterangan terdakwa sendiri yang di sampaikan di persidangan.

Berdasar fakta-fakta yang terekam di atas, maka menurut kami unsur ” menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”, Tidak Terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun