Bisa berada di kota Solo – kota dimana ia pernah berniat untuk menghabiskan sisa hidupnya, dan ada siswa-siswa dimulai dari dua lalu belasan menjadi puluhan satu dua bulan lipatan waktu. Sebenarnya ia datang melalui momentum, perhatian utamanya adalah menemukan tempat untuk tidur.
Membaca kemudian menjadi kegiatan pagi, menuju siang, setelah mencuci, sehabis makan mie, sambil mendengar si kembar menyanyi. Saat libur sembari menjemur, suara harmonika si gadis berjilbab sayup-sayup.
Dan ketika memikirkan buku-buku di rak, seterikaan rapi lewat partisi. Ia teringat untuk keperluannya sendiri begitu hemat. Tidak dibeli barang-barang, sebagaimana orang biasa bergaya, ia merasa cukup dengan yang ada. Karena semakin ia mengeluh, semakin ia ketatkan. Tapi walaupun ia tak ambil peduli, ia tak sepenuhnya kehilangan selera.
“Kali ini lupakan saja, “ia berkata.” Anda pasti begitu terbiasa melihat cangkir teh. Terlalu banyak yang harus dijelaskan, membuka pembicaraan dalam sebuah kunjungan.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H